Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggota Komisi VII DPR Tak Setuju PLN Pangkas Gaji Karyawan Demi Ganti Rugi Pemadaman Listrik

Kompas.com - 07/08/2019, 14:41 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi VII DPR RI Bara Hasibuan tak menyetujui wacana PT PLN Persero untuk memangkas gaji karyawan, demi membayar ganti rugi akibat pemadaman listrik secara massal beberapa waktu yang lalu.

"Tidak fair kalau dibebankan ke karyawan. Ini kan bukan kesalahan karyawan," kata Bara di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (7/8/2019).

Bara mengatakan, PLN bisa memberikan kompensasi kepada pelanggan dengan memberikan diskon atau potongan biaya pada tagihan listrik pelanggan.

Baca juga: Fadli Zon: Harus Ada Batas Waktu bagi PLN Investigasi Penyebab Pemadaman Listrik

Namun, PLN harus menanggung resiko berkurangnya pendapatan, karena telah memberikan diskon.

"Kompensasi yang diberikan pelanggan yang terkena dampak blackout adalah dalam bentuk discount kan, pemotongan pada tagihan listrik berikutnya. Seharusnya PLN tidak mengeluarkan dana, memang masukan mereka berkurang di tagihan berikutnya," ujarnya.

Bara mengatakan, terjadinya pemadaman listrik karena adanya masalah manajemen di internal PLN.

Baca juga: Fadli Zon: Tak Adil Ganti Rugi Pemadaman Listrik PLN Pangkas Gaji Karyawan

Untuk itu, menurut Bara, pemangkasan gaji secara simbolik dapat dibebankan pada pihak manajemen PLN.

"Kalau emang manajemen mengurangi gajinya sebagai suatu bentuk tanggung jawab simbolis ya nggak apa-apa, tapi tidak bisa dibebankan ke karyawan," pungkasnya.

Sebelumnya, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) harus membayarkan ganti rugisebesar Rp 839,88 miliar kepada 21,9 juta pelanggannya akibat mati listrik yang terjadi pada Minggu (4/8/2019) lalu.

Baca juga: PLN Bakal Berikan Kompensasi Mati Listrik, Ini Besarannya

Direktur Pengadaan Strategis II PLN Djoko Rahardjo Abumanan mengatakan, perseroan tidak bisa mengandalkan dana dari APBN untuk membayarkan ganti rugi tersebut.

Sebab, kejadian tersebut merupakan kesalahan perseroan dan bukan tanggung jawab negara.

Menurut Djoko, APBN itu digunakan untuk investasi, subsidi. Pembayaran ganti rugi itu menggunakan biaya operasi.

Djoko pun menjelaskan, perseroan harus melakukan efisiensi untuk bisa membayarkan ganti rugi kepada pelanggan.

Baca juga: Soal Wacana Potong Gaji Karyawan PLN, Pemerintah Dinilai Juga Harus Ikut Tanggung Jawab

Salah satunya dengan memangkas gaji karyawan.

Pasalnya, dengan besaran nilai ganti rugi tersebut, keuangan PLN berpotensi negatif.

"Makanya harus hemat lagi, gaji pegawai dikurangi," ujar dia.

Dia pun menjelaskan, pemangkasan gaji yang dimaksudkan adalah dari insentif kesejahteraan karyawan.

Baca juga: Padamnya Listrik PLN yang Jadi Sorotan Ombudsman RI...

Walaupun demikian, Djoko belum bisa memastikan berapa besar peran dari pemotongan gaji tersebut terhadap keseluruhan nilai pembayaran ganti rugi.

Dia juga tidak bisa memastikan apakah dengan cara tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan biaya ganti rugi.

"Bukan cukup tapi karena dampak dari kejadian itu," ujar dia.

Kompas TV Udara Jakarta buat gerah. Tidak hanya panas yang dirasakan warga Ibu Kota, tetapi juga peningkatan polusi udara. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun meluncurkan sejumlah langkah merespons keluhan warga belakangan atas buruknya kualitas udara. Beberapa di antaranya adalah memperketat ketentuan uji emisi bagi kendaraan umum dan kendaraan pribadi, mempercepat peremajaan 10.047 bus kecil, memasang panel surya pada gedung sekolah, fasilitas olahraga, dan gedung milik pemda, serta memastikan instalasi dan publikasi hasil sistem pemantauan emisi berlanjut pada pembangunan pembangkit listrik dan cerobong industri aktif. Tak hanya itu, aspek kualitas lingkungan yang sangat memprihatinkan serta rasio kemacetan menjadi pertimbangan perluasan penerapan sistem ganjil-genap kendaraan bermotor. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan menerapkan perluasan ganjil-genap guna mengurangi polusi udara di Jakarta. Terkait hal ini, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meminta satuan polisi pamong praja provinsi DKI Jakarta membantu Pemprov dan Pemda DKI Jakarta untuk menegakkan aturan di lingkungan masyarakat. Satpol PP dan linmas diharapkan membantu menginformasikan warga jelang perpanjangan ganjil-genap yang akan segera dilakukan. Sementara itu, WALHI merekomendasikan ada rencana jangka panjang untuk penanganan polusi Jakarta. Sebab perluasan wilayah ganjil-genap dan pembatasan umur kendaraan dinilai hanya merupakan solusi jangka pendek yang diambil pemerintah. Transportasi juga disebut paling banyak menyumbang polusi. Temuan awal studi sumber polusi udara di Jakarta menunjukkan transportasi darat menyumbang 75 persen polusi. Sementara sumber tak bergerak disumbang pembangkit listrik pemanas 9%, pembakaran domestik 8%, dan pembakaran industri 8%. Kebijakan pemerintah untuk menangani masalah polusi udara tentu jadi hal penting. Meski demikian, dukungan masyarakat sejatinya diperlukan agar segala langkah yang diambil nantinya menjadi lebih maksimal. #PolusiJakarta #KualitasUdara #Jakarta
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Nasional
Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Nasional
KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

Nasional
Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Nasional
PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

Nasional
Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Nasional
Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Nasional
KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Nasional
Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Nasional
Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Nasional
Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk 'Distabilo' seperti Era Awal Jokowi

Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk "Distabilo" seperti Era Awal Jokowi

Nasional
Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Nasional
KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

Nasional
Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com