JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) selesai menggelar sidang pembacaan putusan untuk 67 gugatan hasil pemilu legislatif, Selasa (6/8/2019).
Sebanyak 67 perkara itu dimohonkan oleh berbagai partai politik dari sejumlah daerah pemilihan tingkat DPR RI, DPRD provinsi, maupun DPRD kabupaten/kota.
Dalam putusannya, MK menyatakan sebagian gugatan dikabulkan. Akan tetapi, sebagian besar lainnya ditolak, tidak dapat diterima, atau dinyatakan gugur karena sejumlah alasan.
Berikut rangkumannya.
1. 64 perkara ditolak, tidak dapat diterima atau gugur
Dari 67 gugatan yang dibacakan, MK memutuskan untuk tak mengabulkan 64 perkara.
Sebanyak 64 perkara ini 10 dinyatakan ditolak untuk seluruhnya, 18 dinyatakan tidak dapat diterima, 15 perkara dinyatakan gugur, dan 8 perkara ditarik kembali oleh pemohon.
Gugatan yang ditolak salah satunya yang dimohonkan Partai Golkar untuk DPR RI Provinsi Sulawesi Barat.
Dalam permohonannya, Partai Golkar mendalilkan bahwa telah terjadi penggelembungan dan pengurangan suara akibat penambahan jumlah pemilih dalam daftar pemilih tetap (DPT) dan daftar pemilih khusus (DPK) Pemilu 2019.
Baca juga: Penggelembungan Suara di Sulbar Tak terbukti, MK Tolak Gugatan Golkar
Namun demikian, setelah mendengar jawaban termohon dan pihak terkait, Mahkamah berpendapat bahwa dalam tahapan pemilu sangat mungkin dilakukan perbaikan data pemilih dalam DPT maupun DPK.
Apalagi, adanya putusan MK terhadap permohonan uji materi nomor 20/PUU -XVII/ 2019 membolehkan pemilih menggunakan surat keterangan (suket) e-KTP untuk mencoblos.
Menurut data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, memang terjadi peningkatan perekaman e-KTP usai munculnya putusan MK itu.
"Dalam rentang waktu antara putusan Mahkamah dengan penetapan DPT hasil perbaikan pasca-putusan a quo (nomor 20/PUU -XVII/ 2019), terjadi peningkatan partisipasi pemilih," ujar Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.
Baca juga: Kabulkan Gugatan Golkar, MK Perintahkan KPU Revisi Suara Pileg di Bintan
Mahkamah juga berpendapat bahwa dalam permohonannya, pemohon tidak dapat menjelaskan keterkaitan antara jumlah pemilih DPK dengan perolehan suara pemohon.
Pemohon tidak dapat menjelaskan pihak siapa yang dirugikan atau malah diuntungkan atas penambahan jumlah DPK tersebut.