Asosiasi tersebut mengajak Rendra untuk menghadiri seminar yang mereka selenggarakan di Melbourne pada Oktober 1972.
Tak hanya itu, kumpulan puisi karyanya juga terbit di Kuala Lumpur, Malaysia.
Buku setebal lebih dari 200 halaman tersebut berisi kumpulan puisi Rendra dari berbagai macam periode.
Baca juga: Nyanyian Puisi Jodhi Yudono, Aku, Chairil, dan Rendra
Penghargaan terhadap karyanya juga mengalir dari Akademi Jakarta berupa hadiah seni pada tahun 1975.
Mengutip Harian Kompas 23 Agustus 1975, Ketua Akademi Sutan Takdir Alisjahbana dalam sambutannya mengungkapkan pemberian hadiah tidak ditujukan kepada salah satu karya Rendra semata, namun sebagai penghagaan atas kehadirannya sebagai seniman, penyair, dramawan, dan pembaca sajak.
Sosok Rendra dikenal vokal dalam menyuarakan isu-isu sosial.
Rendra pernah ditangkap bersama dengan dua orang rekannya, Azwar AN dan Maradjani Hutasuhut oleh Petugas Komando Garnisun Ibu Kota.
Selama satu malam, mereka bertiga menginap di tahanan.
Penangkapan ini terjadi saat mereka mengadakan tirakatan di jalur hijau di Jalan Thamrin tepatnya di depan Wisma Warta.
Para petugas yang ada lalu memerintahkan mereka untuk membubarkan diri.
Bahkan, Kepala Kepolisian Negara yang saat itu dijabat oleh Hoegeng.
Saat itu, ia menyatakan penangkapan Rendra dan kawan-kawannya karena acara tersebut disinyalir ditunggangi oleh pihak ketiga.
Pada Mei 1978, ia pernah ditahan oleh Laksusda Jaya.
Menurut Pangkopkamtib Laksamana Sudomo, penahanan Rendra karena seniman ini dianggap menghasut orang dengan pembacaan puisinya di Taman Ismail Marzuki.
Menurut catatan Harian Kompas, 5 Mei 1978, Laksusda Jaya Letkol Anas Malik mengatakan, Rendra melalui puisinya dapat merusaka suasana ketertiban di ibu kota.
Ia dibebaskan 5 bulan setelahnya, yakni pada 15 Oktober 1978.
Selain ditangkap, karya-karya seniman ini juga pernah dilarang.
Menurut Harian Kompas yang terbit pada 18 Oktober 1973, pementasan teater dengan cerita Matodon dan Burung Condor terpaksa dibatalkan.