JAKARTA, KOMPAS.com - Sepuluh tahun lalu, tepatnya 6 Agustus 2009, sastrawan, seniman, dan budayawan WS Rendra berpulang.
Meski 10 tahun berlalu, karya-karyanya masih kerap dipertunjukkan kembali di beberapa pementasan.
Rendra, pada perjalanannya, tak hanya mendapatkan puja-puji.
Ia juga pernah dicaci dan dimaki. Namun, hal ini tak menyurutkan gairahnya untuk terus berkarya.
Ini kenangan akan sosoknya...
Willibordus Surendra Rendra atau yang akrab dipanggil WS Rendra merupakan seniman Indonesia yang lahir di Solo pada 7 November 1935.
Sejak tulisannya tayang di Majalah Kisah, Budaya, dan Basis mulai tahun 1954, namanya mulai dikenal.
Baca juga: Adnan Buyung Nasution hingga WS Rendra Terima Penghargaan Pejuang Kemanusiaan
Arsip Harian Kompas yang diterbitkan pada 20 Agustus 1975, menyatakan, saat itu juga, rentetan karyanya lahir seperti Ballada Orang-orang Tercinta (1957) yang merupakan kumpulan balada yang ditulis Rendra pada usia 20 tahun dan Rendra: 4 Kumpulan Sajak (1961).
Selain itu, ia juga menerbitkan kumpulan sajak, seperti Disebabkan oleh Angin, Tjerita untuk Bonny, dan Asap Api di Mata.
Kecintaannya pada dunia seni juga mewujud lewat berbagai pementasan drama, antara lain Mahabrata, Bip-Bop (1968), Menunggu Godot (1969, Dunia Azwar (1971), serta karya kontroversialnya Mastodon dan Burung Kondor dan Sophocles. Sembari menggeluti dunia sandiwara Rendra juga menempuh pendidikan di New York, Amerika Serikat.
Harian Kompas 19 Juli 1967, menyebutkan, selama di New York, keluarga Rendra memiliki dua orang anak yakni Samuel Musa dan Clara Sinta.
Sementara itu, arsip Harian Kompas, 23 Agustus 1967, menuliskan, Rendra juga merupakan orang Indonesia pertama yang mendapatkan kesempatan menempuh pendidikan drama di America Academy of Dramatic Art.
Pendidikan ini ditempuhnya dalam waktu dua tahun, tepatnya pada1964-1966.
Selain drama, Rendra juga mempelajari gerak indah dan latihan improvisasi di Erdman's School of The Dance.
Setelah tiba di Tanah Air, Rendra mengajar Drama di Fakultas Sastra Barat GAMA Jogja.
Baca juga: Penyair Semarang dan Kendal Mengenang WS. Rendra
Adapun, dalam mengembangkan kelasnya, Rendra dibantu oleh seorang asisten yang juga seniman, Arifin C. Noor.
Rendra juga mendirikan Bengkel Teater yang mewadahi seniman-seniman drama.
Seniman yang dijuluki "Si Burung Merak" itu juga pernah diundang oleh Association of Authors atau perhimpunan pengarang Australia.