JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Kawal Capim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menegaskan, koalisi tidak memiliki maksud untuk menjatuhkan seorang capim KPK ataupun pansel terkait seruan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang didengungkan sejak rangkaian seleksi capim dilaksanakan.
Anggota koalisi, Asfinawati, menuturkan, ajakan koalisi terkait penelusuran LHKPN capim KPK bukanlah kepentingan pribadi koalisi.
Hal itu dilakukan supaya pimpinan lembaga antirasuah terpilih nantinya merupakan orang yang berintegritas.
"Tidak ada kepentingan pribadi ataupun skenario untuk menjatuhkan dan menjegal seorang capim maupun pansel," ujar Asfinawati dalam konferensi pers di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jakarta Selatan, Selasa (6/8/2019).
Baca juga: Partisipasi Publik Perlu untuk Konfirmasi Track Record Capim KPK oleh 8 Lembaga Negara
Ia menjelaskan, salah satu mandat yang diberikan Presiden Joko Widodo kepada pansel adalah menerima tanggapan dari masyarakat atas proses seleksi.
Namun, tuturnya, yang terjadi tanggapan dari masyarakat dan LSM terhadap proses seleksi justru tidak direspons dengan baik.
"Tanggapan kami terhadap proses seleksi justru direspons dengan melempar tuduhan-tuduhan yang tidak berdasar kepada masyarakat," katanya.
Baca juga: 6 Anggota Lolos Tes Psikologi Capim KPK, Polri Nilai Mereka Perwira Terbaik
Padahal, LHKPN itu kan kewajiban hukum yang diatur setidaknya dalam delapan peraturan UU dan kebijakan negara untuk mengukur integritas pejabat negara," lanjut Asfinawati.
Dengan diumumkannya kekayaan pejabat negara, tuturnya, masyarakat dapat memantau siapa saja capim yang berkualitas.
Hal itu tentu akan berdampak pada peningkatan mutu kualitas KPK dalam memberantas korupsi.
Baca juga: Alasan Pansel Larang Capim KPK Bawa Kendaraan saat Profile Assessment
Sementara itu, peneliti ICW Kurnia Ramadhana yang juga anggota koalisi, menambahkan, dalam catatan koalisi, masih ditemukan beberapa nama yang dinyatakan tidak patuh LHKPN, namun capim yang bersangkutan tetap diloloskan oleh pansel.
"Perihal keabsahan dokumen LHKPN adalah indikator utama dalam proses seleksi pimpinan KPK. Pansel menganggap LHKPN bukanlah kewajiban, sikap itu bertolak belakang dengan mandat Pasal 29 huruf K UU KPK," ujar Kurnia.
"Dalam pasal tersebut, mewajibkan setiap penyelenggara negara yang ingin mendaftarkan diri sebagai pimpinan KPK mesti patuh dalam pelaporan LHKPN," sambungnya.
Baca juga: Pansel Dalami Psikologi Capim KPK Lewat Profile Assesment
Sementara itu, dari catatan KPK, ada 27 orang capim yang telah melaporkan harta kekayaan mereka dari 40 nama capim KPK yang lolos tahap tes psikologi. Sisanya, 13 orang belum melapor.
"Kalau dilihat dari data yang ada, jadi yang sudah melaporkan kekayaannya ada 27 orang," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Senin (5/8/2019).
Sebelumnya, dari 104 kandidat yang mengikuti tes psikologi pada 28 Juli, hanya 40 orang yang dinyatakan lolos oleh pansel capim KPK, Senin (5/8/2019), sehingga berhak mengikuti tahapan seleksi lanjutan.
Baca juga: Pansel Sebut Maksimal 20 Capim KPK yang Diloloskan Profile Assesment
Dari 40 kandidat itu, tujuh orang berlatar belakang akademisi, enam anggota Polri, lima orang dari internal KPK, dan tiga jaksa, serta peserta lainnya berasal dari beragam latar belakang.
Peserta yang lolos uji psikologi akan mengikuti uji penilaian profil pada 8-9 Agustus 2019 di Gedung Lemhanas, Jakarta.