JAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak enam anggota Polri dan tiga orang jaksa lolos tes psikologi calon pimpinan (capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masa jabatan 2019-2023.
Keseluruhannya dinyatakan lolos oleh Tim Panitia Seleksi (Pansel) Capim KPK bersama 31 orang lainnya.
"Jaksa (yang lolos tes psikologi) tiga orang, anggota Polri enam orang," kata Ketua Panitia Seleksi (Pansel) Capim KPK periode 2019-2023, Yenti Garnasih di Gedung Kementerian Sekretariat Negara, Senin (5/8/2019).
Baca juga: Ini 40 Capim KPK yang Lolos Tes Psikologi
Enam orang anggota Polri yang lolos yaitu:
Baca juga: 40 Capim KPK Lolos Tes Psikologi, Terbanyak Dosen dan Polri
Sementara itu, tiga orang jaksa yang lolos yaitu:
Selain anggota Polri dan jaksa, 31 peserta yang lolos berasal dari berbagai latar belakang, mulai dari dosen dan akademisi, advokat, pensiunan jaksa, hakim, auditor, Komisi Kejaksaan RI, Komisioner KPK, PNS, pensiunan PNS, dan lain-lain.
40 peserta yang lolos ini wajib melanjutkan seleksi ke tahapan selanjutnya, yaitu profile assessment.
Baca juga: 40 Capim KPK Lolos Tahap Psikotes
Tahapan tes profile assessment rencananya akan digelar pada Kamis dan Jumat, 8-9 Agustus 2019 pukul 7.30 WIB, di Gedung Lembaga Pertahanan Negara (Lemhanas), Jakarta Pusat.
"Peserta yang tidak hadir mengikuti profile asesmen dinyatakan gugur," kata Yenti.
Pencalonan anggota Polri dan jaksa sebagai calon pimpinan KPK sempat menjadi polemik.
Indonesia Corruption Watch (ICW) menjadi salah satu pihak yang menolak masuknya unsur kepolisian dan jaksa menjadi calon pimpinan KPK.
Baca juga: ICW Minta Presiden Jokowi Evaluasi Pansel Capim KPK
Dikhawatirkan, kedua kalangan tersebut bakal punya loyalitas dan standar ganda saat mengusut suatu kasus korupsi.
Namun demikian, dalam persyaratan pendaftaran calon pimpinan KPK, tak ada satupun syarat yang melarang anggota kepolisian untuk ikut mendaftar.
Pihak KPK sendiri tak mempermasalahkan adanya anggota Kepolisian aktif yang ikut mendaftar.
Baca juga: ICW Minta Presiden Jokowi Evaluasi Pansel Capim KPK
Pansel juga telah menegaskan bahwa calon pimpinan dari unsur instansi penegak hukum tetap diperlukan.
"Memang tidak ada yang mengatakan wajib dari penegak hukum ya. Tapi kan unsur pemerintah. Dan logikanya ini penegakan hukum, kalau dia bagus, ya lebih bagus dari sana (penegak hukum) dong. Karena dia kan sudah pengalaman sekali menghadapi itu," kata Yenti saat berbincang dengan Kompas.com di Gedung Rektorat Universitas Trisakti, Jakarta, Selasa (26/5/2019).