JAKARTA, KOMPAS.com – Presiden Joko Widodo bertemu dengan para petinggi PLN untuk mendapat penjelasan terkait blackout atau listrik yang padam di sebagian besar wilayah Jawa, Minggu (4/8/2019).
Pada kesempatan itu, Jokowi menyampaikan kalimat penuh makna di depan para pejabat PLN, salah satunya Plt Dirut PLN Sripeni Inten Cahyani, yang memberikan penjelasan kepadanya.
“Pertanyaan saya, Bapak, Ibu, semuanya kan orang pintar-pintar, apalagi urusan listrik kan sudah bertahun-tahun. Apakah tidak dihitung, apakah tidak dikalkukasi kalau akan ada kejadian-kejadian sehingga kita tahu sebelumnya. Kok tahu-tahu drop," kata dia.
Diksi "orang-orang pintar" yang digunakan Jokowi saat mengungkapkan emosinya menarik perhatian.
Baca juga: Usai Dengar Penjelasan Plt Dirut PLN, Jokowi Marah dan Langsung Pergi
Ahli Bahasa dan Sastra Jawa dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Prof Sahid Teguh Widodo, menyebutkan, tindakan Jokowi mencerminkan budaya sebagai seorang Jawa.
“Jawa itu tempatnya hal-hal semu atau tidak jelas, tapi untuk keperluan yang sangat jelas. Artinya sesuatu yang jelas itu diumpamakan menggunakan kata-kata yang lain, yang sifatnya kadang malah justru indah, tapi sebenarnya untuk memukul,” kaya Sahid saat dihubungi melalui telepon, Senin (5/8/2019).
Ia menyebutkan, cara Jokowi seperti cara marah yang kerap ditunjukkan oleh Presiden ke-1 RI, Soekarno, yang kerap menggunakan cara-cara Jawa.
Cara itu, jelas dia, marah menggunakan kata-kata yang halus, tetapi "menampar" dengan tepat terhadap objek yang menjadi tujuan.
Melihat diksi "orang-orang pintar" yang digunakan Jokowi, menurut Sahid, ada arti mendalam di baliknya.
“Dalam konsepsi Jawa Tradisional, ‘wong pinter’ itu, pertama, artinya orang yang sepuh (matang), orang yang ono babagan sak kabehe (segala sesuatu ada di dia). Dua, wong kang ngerti sak durunging winaras (mengetahui segala hal sebelum terjadi),” jelas Sahid.
Baca juga: Seperti Ini Cerita Saat Listrik Padam Tahun 2002 yang Disinggung Jokowi...
Artinya, orang pintar bisa membaca tanda-tanda sebelum terjadinya sesuatu sehingga dapat melakukan tindakan antisipatif untuk menghindari sesuatu yang fatal.
“Orang yang tidak pernah terlena, orang yang selalu eling lan waspodo (ingat dan waspada), tunduk, takluk, dan sami’na wa ato’na (mendengar dan patuh) dalam tugas-tugasnya,” tambah Sahid.
Dalam konteks kalimat kemarahan yang disampaikan Jokowi, Sahid menilai Jokowi menaruh kepercayaan pada para pembantunya, dalam hal ini pejabat PLN.
Menurut Sahid, Jokowi memandang mereka adalah orang-orang yang ahli di bidangnya.
Karena keahlian ini, seharusnya para pejabat PLN bisa menguasai sistem peringatan dini yang ada sebelum akhirnya benar-benar terjadi blackout.
Cara marah orang Jawa yang semacam ini disebutkan Sahid memiliki tujuan tertentu, yakni untuk memperhalus emosi yang akan disampaikan.
Baca juga: Heboh 7 Jam Listrik Padam di Jakarta
“Nah fungsinya kata-kata itu untuk menyublimasi efek keras yang mungkin terjadi dari kalimat itu. (Di Jawa) Dimarahi saja pakai lagu kok. Jadi, yang dimarahi akan sampai pada kesadarannya, ‘Oh Bapak ini marah’,” jelas Sahid.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.