JAKARTA, KOMPAS.com - Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri sedang menangani enam kasus dugaan pencemaran nama baik terkait perusahaan financial technology atau fintech "nakal".
Dugaan pencemaran nama baik tersebut terkait penagihan tanpa etika yang dilakukan desk collector, sebutan untuk debt collector atau penagih utang versi fintech.
"Yang lainnya masih dalam proses karena lebih mengarah kepada pencemaran nama baik sesuai dengan Pasal 27 Ayat 3 UU ITE," tutur Kepala Subdit II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kombes Rickynaldo Chairul, saat konferensi pers di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (2/8/2019).
"Karena di situ mendistribusikan, mentransmisikan, membuat dapat diaksesnya info maupun dokumen elektronik yang mengandung pencemaran nama baik," ujar Rickynaldo.
Baca juga: Polri Akui Kesulitan Tindak Fintech Nakal
Rickynaldo mengatakan bahwa regulasi untuk menjerat fintech "nakal" masih terbatas.
Saat ini, Polri baru bisa mengoptimalkan penggunaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik saja.
Itu pun, menurut Rickynaldo, tak seluruhnya aktivitas ilegal perusahaan fintech dapat dijerat hukum.
Rickynaldo menyebut, terdapat sekitar tujuh dugaan tindak pidana yang dapat dijerat menggunakan UU ITE.
Ketujuhnya yakni penyadapan data, penyebaran data pribadi, pengiriman gambar-gambar porno, pencemaran nama baik, pengancaman, manipulasi data, dan akses ilegal.