JAKARTA, KOMPAS.com - Sebuah twit dari akun Twitter @hendralm menjadi awal mula beredarnya indikasi kasus jual-beli data kartu keluarga (KK) dan nomor induk kependudukan (NIK) melalui media sosial.
Ia mengunggah foto yang berisi jual-beli data pribadi yang dilakukan sejumlah akun di media sosial. Bukti percakapan tersebut tampak dalam grup Facebook bernama Dream Market Official.
"Ternyata ada ya yang memperjualbelikan data NIK + KK. Dan parahnya lagi ada yang punya sampai jutaan data. Gila gila gila," demikian unggahan pemilik akun itu.
Ternyata ada ya yang memperjual belikan data NIK + KK. Dan parahnya lagi ada yang punya sampe jutaan data. Gila gila gila. pic.twitter.com/NgWEH6pk4k
— Samuel Christian H (@hendralm) July 25, 2019
Baca juga: Mendagri Jamin Kerahasiaan Data Kependudukan
Namun, unggahan tersebut berbuntut panjang. Begini kronologinya yang dihimpun Kompas.com.
Berharap Ditindaklanjuti Pihak Berwenang
Awalnya, pemilik akun berharap unggahannya tersebut dapat ditindaklanjuti aparat berwajib.
"Biar ditindaklanjut, soalnya kalau dibiarin kan bahaya," ujar pemilik akun ketika dihubungi Kompas.com, Senin (29/7/2019).
Baca juga: Polisi Usut Jual-Beli Data KK dan NIK di Medsos
Ia mengaku sengaja masuk dalam grup Facebook Dream Market Official karena sahabatnya pernah tertipu pembelian tiket pesawat oleh salah satu anggota grup tersebut.
Awalnya, ia hanya tahu grup itu adalah grup jual-beli biasa. Kegiatan grup tersebut baru diketahuinya pada Jumat (29/7/2019).
Dukcapil akan Lapor ke Polisi
Menanggapi indikasi tersebut, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri berkoordinasi dengan Polri untuk melaporkan hal tersebut.
Baca juga: Kemendagri Imbau Masyarakat Bijak Terkait Penggunaan Data Kependudukan
Dirjen Dukcapil Zudan Arif Fakrulloh menginginkan agar penyalahgunaan data KK serta NIK dapat ditelusuri lebih jauh agar memberi ketenangan kepada publik.
"Kita hanya melaporkan peristiwa. Kan yang ada di media sosial Facebook itu. Nanti akan bisa ditindaklanjuti tentu saja polisi, aparat penegak hukum, kami memastikan bahwa data dari Dukcapil tidak ada kebocoran data. Kami udah cek semuanya, dipastikan tidak ada dari internal," kata Zudan di Ombudsman, Jakarta, Selasa (30/7/2019).
Tegaskan Tidak Laporkan @hendralm
Setelah itu, sempat ramai diberitakan bahwa Dukcapil ingin melaporkan akun @hendralm ke polisi.
Baca juga: Dukcapil Tegaskan Tak Laporkan Akun @hendralm ke Bareskrim Polri
Namun, Zudan menegaskan bahwa pihaknya tidak melaporkan akun tersebut ke Bareskrim. Sebaliknya, ia menilai bahwa akun @hendralm patut diberi penghargaan.
"Kemendagri menyatakan tak melaporkan pemilik akun @hendralm karena membuat viral isu jual beli data e-KTP dan KK. Justru, pemilik akun bisa diberi penghargaan," ungkap Zudan saat dihubungi Kompas.com, Rabu (31/7/2019).
Polisi Tunggu Laporan Resmi Dukcapil
Hingga Rabu kemarin, Polri masih menunggu laporan dari Dukcapil terkait indikasi jual-beli data kependudukan tersebut.
Kunjungan pihak Dukcapil ke Bareskrim Polri sehari sebelumnya masih dalam rangka koordinasi terkait laporan.
"Masih menunggu laporan atau pengaduan resmi dari Dukcapil yang juga akan menyertakan bukti-buktinya dulu," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo saat dihubungi Kompas.com, Rabu.
Polisi Targetkan Pembuat Konten Awal
Kendati demikian, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri sudah mendeteksi akun pembuat konten jual-beli data kependudukan tersebut di media sosial.
"Tim Direktorat Siber sudah menemukan akun resmi yang pertama kali menyebarkan dan memviralkan konten tersebut," ujar Dedi di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu.
Baca juga: Polri Tunggu Laporan Dukcapil soal Dugaan Jual-Beli Data Kependudukan
Kendati demikian, ia tidak menyebutkan secara lebih rinci akun yang dimaksud.
Namun, untuk melakukan upaya lebih lanjut, polisi tetap menunggu laporan resmi dan bukti-bukti dari pihak Dukcapil.
"Bukti-bukti, bukti-bukti yang kuat dulu. Kita selalu berlandaskan pada fakta hukum. Biar apa? Biar jelas konstruksi hukum deliknya itu. Nanti kalau konstruksi deliknya jelas, baru kita berani melakukan upaya-upaya," ungkap Dedi.