JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar meminta Indonesia Corruption Watch (ICW) tak parsial dalam mengawasi seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Antasari mengatakan, langkah ICW yang menyoroti rekam jejak sejumlah capim KPK tentu baik sebagai pengawasan publik.
Namun, menurut dia, hendaknya pengawasan ICW juga merata terhadap seluruh capim dari berbagai latar belakang.
"Kalau kita lihat belakang yang dikritik ICW dan kawan-kawan, capim dari satu latar belakang saja yaitu Polri. Sementara kalau bicara pelanggaran etik misalnya, capim dari latar belakang lain juga ada,” kata Antasari Azhar saat dihubungi, Selasa (30/7/2019).
Baca juga: Antasari Azhar: KPK Perlu Jaksa dan Polisi
Antasari mencontohkan, ICW pernah menyatakan Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pahala Nainggolan diduga melanggar kode etik karena membantu PT Geo Dipa Energi dalam bentuk pemberian informasi rekening sebuah korporasi pada salah satu bank swasta.
"Tapi kenapa pelanggaran kode etik itu tidak dipersoalkan mereka lagi sekarang? Kan yang bersangkutan ikut seleksi capim KPK juga," ujarnya.
Sebagai LSM, kata Antasari, seluruh aktivitas lembaga seperti ICW dan lainnya seharusnya ditujukan untuk kepentingan publik.
Artinya, jika ada capim KPK yang menurut mereka dianggap akan merugikan publik, maka hal itu patut dipersoalkan.
"Kalau sekarang kan seolah Koalisi LSM sedang menghadang calon dari Polri saja. Sementara yang lain, yang pernah mereka vonis melanggar etik, seperti dibiarkan saja," kata Antasari.
"Kalau pengawasannya parsial begitu, publik akan menjadi curiga. Jangan-jangan mereka bekerja untuk kepentingan kelompok tertentu, bukan kepentingan publik," tuturnya.
Baca juga: Khawatir Ada Musuh dalam Selimut, KPK Minta Pansel Perketat Seleksi Capim
"Penyidik itu Polri dan penuntut umum itu ya jaksa. Jadi, mengkritik sah-sah saja. Tapi jangan menyimpang dari undang-undang," kata dia.
Tiga nama
ICW sebelumnya meminta pansel capim KPK untuk memperhatikan kembali tiga calon dari Polri.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengungkapkan, ketiga nama itu adalah Irjen Firli Bahuri, Irjen Antam Novambar dan Irjen Dharma Pongrekun.
"Inspektur Jenderal Firli mantan Deputi Penindakan KPK yang pada tahun lalu ICW melaporkan yang bersangkutan atas dugaan pelanggaran etik karena diduga bertemu dengan salah satu kepala daerah yang notabene kasusnya sedang ditangani KPK, sekarang bolanya ada di Pansel," kata Kurnia, dalam konferensi pers di gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta, Minggu (28/7/2019).
Baca juga: KPK Ingatkan Pansel soal Rekam Jejak Capim KPK
Kurnia menyatakan, seharusnya Pansel bisa mengonfirmasi ke KPK terkait dugaan pelanggaran etik tersebut.
Kedua, Antam Novambar. Menurut catatan ICW, lanjut Kurnia, Antam sempat diberitakan dalam salah satu laporan investigasi media massa, diduga mengintimidasi mantan Direktur Penyidikan KPK Endang Tarsa.
Antam diduga meminta Endang menjadi saksi meringankan di sidang praperadilan Komjen Budi Gunawan yang kala itu ditetapkan sebagai tersangka terkait dugaan kepemilikan rekening gendut.
"Harapan kami agar Pansel bisa mengonfirmasi kepada yang bersangkutan terkait pemberitaan dugaan intimidasi itu," ujar dia.
Ketiga, Dharma Pongrekun. Menurut catatan ICW, Dharma sempat menandatangani surat pemanggilan untuk penyidik KPK Novel Baswedan terkait dugaan penganiayaan berat terhadap pelaku pencurian sarang burung walet di Bengkulu tahun 2004.
Novel saat itu merupakan Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasatreskrim) Polres Bengkulu.
"Dharma juga sempat diisukan melakukan pelanggaran prosedur saat mengeluarkan salah seorang tahanan ketika yang bersangkutan menjabat sebagai Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya," kata dia.
Baca juga: Pansel Capim KPK Diminta Perhatikan Kembali Tiga Calon dari Polri
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.