Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkaca dari Kasus Bupati Kudus, Mengapa Masih Ada Praktik Jual-Beli Jabatan?

Kompas.com - 29/07/2019, 20:15 WIB
Retia Kartika Dewi,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Bupati Kudus Muhammad Tamzil atas dugaan praktik jual beli jabatan kepala daerah.

Angka dugaan gratifikasi mencapai Rp 250 juta. Diduga, ada dugaan suap oleh Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Dinas Pengelolaan Pendapatan, Keuangan, dan Aset Daerah (DPPKAD) Kudus Akhmad Sofyan.

Menurut Kapuspen Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Bahtiar, praktik jual beli jabatan ini seolah biasa terjadi di tempat lain, namun belum terungkap secara keseluruhan.

Lantas, mengapa praktik jual beli jabatan masih "langgeng" hingga saat ini?

Dosen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Airlangga Surabaya, Prof Dr Bagong Suyanto mengungkapkan, jabatan memang bisa bersifat transaksional.

Baca juga: KPK Duga Ada Tarif Jual-Beli Jabatan di Pemkab Kudus

"Politik jabatan hingga kini memang tidak gratis. Gratifikasi bisa berupa materi, bisa juga loyalitas. Intinya jabatan sifatnya transaksional," ujar Bagong saat dihubungi Kompas.com, Senin (29/7/2019).

Ia mengatakan, praktik jual beli jabatan terjadi di banyak daerah dengan modus yang belum terungkap.

"Sepanjang menjabat tidak gratis, ya politik transaksional pasti tetap terjadi. Jual beli jabatan habitusnya akan subur ketika relasi antar orang asimetris," ujar Bagong.

Sementara, dosen Sosiologi dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Siti Zunariyah berpandangan, ada konsep pragmatisme yang menjadi dasar terhadap cara berpikir dan bertindak dari mereka yang melakukan praktik ini.

Baca juga: 4 Fakta Kasus Dugaan Suap Bupati Kudus, Terancam Hukuman Mati hingga Periksa Mobil Terrano

Menurut dia, cara berpikir dan bertindak pragmatisme berkaitan dengan mekanisme rekrutmen dan pencalonan pejabat yang cenderung bersifat administratif dan prosedural sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk meraih jabatan tersebut.

"Belum ada alat ukur yang tepat juga untuk menilai kelayakan seseorang untuk menjadi pejabat," ujar Siti saat dihubungi Kompas.com secara terpisah.

Ia mengatakan, adanya tindakan jual beli jabatan muncul ketika ada situasi saling tumpang tindih sehingga menimbulkan suasana yang penuh ketidakpastian.

Selain itu, faktor tuntutan sosial juga berpengaruh apalagi ada praktik jual beli jabatan yang masih berlangsung hingga saat ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Nasional
[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | 'Dissenting Opinion' Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | "Dissenting Opinion" Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

Nasional
Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com