JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang sengketa pemilu legislatif yang dimohonkan Nasdem untuk DPR RI daerah pemilihan DKI Jakarta II, Senin (29/7/2019).
Dalam perkara ini, Nasdem menghadirkan ahli seorang pakar hukum keuangan bernama Dian Puji.
Dian menjelaskan soal batas waktu penerimaan surat suara pos dalam pemilihan umum. Ia menyebut, penerimaan dokumen seharusnya tidak didasarkan pada tanggal pencatatan penerimaan, tetapi berdasar stempel pos.
Baca juga: Keterangan Saksi Berubah-ubah, Hakim MK Marah Dengar Jawaban Tak Jujur
"Penerimaan dokumen oleh badan atau pejabat pemerintahan tidak didasarkan pada tanggal surat pengirim atau tanggal pencatatan registrasi penerima, tetapi selalu didasarkan pada tanggal stempel pos," kata Dian di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (29/7/2019).
Hal ini disampaikan Dian lantaran Nasdem mempersoalkan puluhan ribu surat suara metode pos yang tidak dihitung oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Puluhan ribu surat suara suara itu tak dihitung lantaran diterima oleh Panitia Pemungutan Luar Negeri (PPLN) melewati satu hari batas waktu penerimaan, yaitu 16 Mei 2019.
Padahal, menurut Nasdem, puluhan ribu surat suara ini sudah diterima dan diberi stempel pos sejak 15 Mei 2019, sehingga sah dan seharusnya tetap dihitung.
Baca juga: Hakim MK Sebut Majelis Tak Bisa Diperintah Siapapun Termasuk Presiden
Pengukuran keabsahan suatu dokumen yang menggunakan stempel pos, menurut Nasdem, telah diatur dalam Undang-Undang perpajakan dan administrasi pemerintahan.
"Pencantuman stempel pos pada penerimaan secara pos dimaksudkan agar terdapat bukti otentik yang menunjukkan keabsahan suatu batas waktu penerimaan dokumen," ujar Dian.
Sebagai pihak yang memberikan rekomendasi kepada KPU untuk tak menghitung puluhan ribu surat suara itu, Bawaslu juga memberikan keterangan dalam persidangan.