Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bupati Kudus Terancam Hukuman Mati? Ini Penjelasan Ahli Hukum

Kompas.com - 29/07/2019, 07:09 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Pada Sabtu (27/7/2019) Bupati Kudus Muhammad Tamzil ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Tamzil menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap pengisian jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kudus.

Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan mengatakan, tuntutan hukuman mati dapat dikenakan terhadap Tamzil karena sudah dua kali terjerat kasus korupsi.

Kendati demikian, KPK akan mempertimbangkan lebih jauh ancaman hukuman mati terhadap M Tamzil.

Baca juga: KPK Akan Pertimbangkan Ulang Ancaman Hukuman Mati dalam Kasus Korupsi Bupati Kudus

Walaupun Tamzil sudah dua kali terjerat kasus korupsi, KPK perlu mempertimbangkan sejumlah hal lain di luar itu.

"Nanti kami perhitungkan ulang, keterlibatan dia ini benar-benar sampai di mana, dan nanti yang memastikan bukan satu-dua, kami semua ramai-ramai dulu (memastikan)," kata Basaria, saat ditemui di Gedung Pusdiklat Kemensetneg, Cilandak, Jakarta Selatan, Minggu (28/7/2019).

Lalu bagaimana implementasi hukuman mati bagi koruptor?

Baca juga: Dua Kali Terjerat Kasus Korupsi, Bupati Kudus Bisa Dituntut Hukuman Mati

Menurut pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar, ketentuan pidana mati termuat dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Bupati Kudus Muhammad Tamzil memberikan keterangan kepada wartawan saat meninggalkan Gedung KPK setelah diperiksa, Sabtu (27/7/2019)KOMPAS.com/Ardito Ramadhan D Bupati Kudus Muhammad Tamzil memberikan keterangan kepada wartawan saat meninggalkan Gedung KPK setelah diperiksa, Sabtu (27/7/2019)

Pasal 2 Ayat (1) berbunyi sebagai berikut:

Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 2 Ayat (2) berbunyi sebagai berikut:

Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan.

Baca juga: [BERITA POPULER] Kasus 27 Juli dan Misteri Diamnya Megawati | Korupsi Lagi, Bupati Kudus Bisa Dihukum Mati

Abdul menyatakan, dalam memahami pidana mati terhadap koruptor, patut melihat penjelasan frasa "keadaan tertentu".

"Ancaman hukuman mati terhadap koruptor yang memenuhi kondisi atau syarat 'keadaan tertentu' yaitu bila korupsi dilakukan pada saat negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang, korupsi pada saat bencana alam, korupsi pada saat krisis moneter dan sebagai pengulangan tindak pidana korupsi," kata Abdul kepada Kompas.com, Minggu (28/7/2019) malam.

Baca juga: 5 Fakta Terbaru OTT Bupati Kudus, untuk Cicilan Mobil Pribadi hingga Pernah Jadi Tersangka Korupsi

Karena diatur pada Pasal 2, lanjut Fickar, ketentuan pidana mati hanya berlaku sesuai ketentuan Pasal 2 ayat (1), yaitu perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

"Karena ketentuan hukuman mati bagi korupsi yang hanya berlaku bagi para koruptor yang merugikan keuangan negara, sedangkan bagi korupsi yang dilakukan dengan menerima suap, gratifikasi tidak terkena ancaman hukuman mati," kata Abdul.

Lantas bagaimana dengan rekam jejak M Tamzil yang mengulangi tindak pidana korupsi?

Abdul kembali menegaskan, kriteria "pengulangan tindak pidana korupsi" tidak serta-merta dapat digunakan untuk menjatuhkan pidana mati bagi koruptor.

Baca juga: KPK Tahan Bupati Kudus dan 2 Tersangka Lainnya

Tamzil memang sebelumnya sempat mendekam di penjara karena dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi dana bantuan sarana dan prasarana pendidikan Kabupaten Kudus untuk tahun anggaran 2004.

"Nah, bagaimana dengan residivis pengulangan korupsi karena suap? Maka pemberatannya dilakukan berdasarkan KUHP dengan penambahan pidana sepertiga tidak melebihi pidana yang terberat. Kembali lagi korupsi yang merugikan keuangan negara saja. Korupsi lainnya suap, gratifikasi yang diterima penyelenggara negara tidak bisa diancam hukuman mati," ucapnya.

Baca juga: Bupati Kudus Tersangka, KPK Sesalkan Masih Ada Jual Beli Jabatan di Lingkungan Pemerintah

Dalam kasus ini, Tamzil diduga meminta meminta staf khususnya, Agus Soeranto, mencarikan uang sebesar Rp 250 juta untuk menutupi utang pribadinya.

Bersama ajudan Tamzil, Uka Wisnu Sejati, Soeranto pada akhirnya memutuskan meminta uang ke Plt Sekretaris Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Kudus Akhmad Sofyan.

Baca juga: Bupati Kudus 2 Kali Terjerat Korupsi, KPK: Koruptor Jangan Dikasih Kesempatan Dipilih

Sofyan meminta tolong Uka agar membantu kariernya dan istrinya. Akan tetapi, Sofyan mengaku tidak sanggup memberikan uang sebanyak itu.

Namun, belakangan Sofyan akhirnya memberikan uang itu kepada Uka pada Jumat (26/7/2019).

Singkat cerita, uang yang dibungkus dalam goodie bag tersebut tiba di ruang kerja Tamzil.

Di sana, Soeranto memerintahkan Norman, ajudan Tamzil lainnya, melunasi pembayaran cicilan mobil milik Tamzil menggunakan uang pemberian Sofyan.

Kompas TV Dari perkembangan operasi tangkap tangan, Bupati Kudus KPK menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan jual beli jabatan di pemerintahan kabupaten Kudus satu di antaranya bupati Kudus Muhammad Tamzil. Bupati Kudus Muhammad Tamzil diduga telah menerima suap sebesar 170 juta rupiah. #BupatiKudus #OTTKPK #KPK
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Nasional
KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

Nasional
Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

Nasional
DKPP Terima 200 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Selama 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 200 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Selama 4 Bulan Terakhir

Nasional
Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

Nasional
Tentara AS Hilang di Hutan Karawang, Ditemukan Meninggal Dunia

Tentara AS Hilang di Hutan Karawang, Ditemukan Meninggal Dunia

Nasional
Lihat Sikap Megawati, Ketua DPP Prediksi PDI-P Bakal di Luar Pemerintahan Prabowo

Lihat Sikap Megawati, Ketua DPP Prediksi PDI-P Bakal di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa 'Abuse of Power'

PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa "Abuse of Power"

Nasional
PKS Belum Tentukan Langkah Politik, Jadi Koalisi atau Oposisi Pemerintahan Prabowo-Gibran

PKS Belum Tentukan Langkah Politik, Jadi Koalisi atau Oposisi Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

Nasional
Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

Nasional
Naik Kereta Cepat, Ma'ruf Amin Kunjungan Kerja ke Bandung

Naik Kereta Cepat, Ma'ruf Amin Kunjungan Kerja ke Bandung

Nasional
Harga Bawang Merah Melonjak, Mendag Zulhas: Karena Tidak Ada yang Dagang

Harga Bawang Merah Melonjak, Mendag Zulhas: Karena Tidak Ada yang Dagang

Nasional
Dua Tersangka TPPO Berkedok Magang Sembunyi di Jerman, Polri Ajukan Pencabutan Paspor

Dua Tersangka TPPO Berkedok Magang Sembunyi di Jerman, Polri Ajukan Pencabutan Paspor

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com