Ketiga, yaitu pemberdayaan ekonomi umat; mendirikan koperasi, bank perkreditan rakyat. Hingga saat ini ada 137 lembaga keuangan yang dikelola Muhammadiyah. Hal ini dalam rangka mewujudkan kemandirian ekonomi umat.
Trisakti Muhammadiyah tersebut selama satu abad ini menjadi benteng persyarikatan modern Islam terbesar di Indonesia, bahkan di dunia.
Trisakti ini tentu saja belum sempurna, perlu dibenahi di beberapa tempat yang masih menyisakan celah.
Dari situ sesungguhnya pengamalan surat Al-Maun, sebagai spirit pembebasan dari keterpurukan sosial bangsa Indonesia selama ini. Manusia seutuhnya akan tumbuh jika kapasitas pendidikannya terpenuhi, kesehatannya terjaga, dan tercukupi secara ekonomi.
Spirit surat Al-Maun ini dalam rangka mewujudkan keadilan sosial, sehingga tidak ada kaum mustadz’afin (lemah) yang tidak diperhatikan oleh mereka yang lebih mampu secara material.
Kekuatan Muhammadiyah selama satu abad terakhir ini mampu melakukan transformasi masyarakat dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan kemandirian ekonomi umat.
Hal ini pula yang menjadikan imajinasi kebangsaan Muhammadiyah itu tidak muluk-muluk, berfokus pada minimal tiga bidang tersebut. Tidak ada lagi perdebatan soal ideologi bangsa.
Karena bagi Muhammadiyah, dalam amatan saya, masalah terbesar bangsa Indonesia yaitu dalam bidang pendidikan, kesehatan, serta kemandirian ekonomi.
Tiga hal krusial yang selalu diperbarui secara terus-menerus secara konten maupun manajemen serta mengikuti perkembangan zaman, khususnya di era digital industri 4.0 dan juga sebentar lagi 5.0.
Memasuki era revolusi industri 4.0 dan 5.0 perlu reorientasi mengenai Trisakti Muhammadiyah. Hal ini mendesak dilakukan, mengingat zaman telah berubah, semangat pun berbeda dengan era sebelumnya. Belum lagi tantangannya yang semakin kompleks.
Sementara banyak pengelola di amal usaha Muhammadiyah baik di lembaga pendidikan, kesehatan, dan ekonomi perlu diintervensi kapasitasnya supaya dapat embedded dengan semangat revolusi industri 4.0 maupun 5.0.
Hal ini mutlak dilakukan agar tidak latah menghadapi gelombang yang luar biasa cepat akibat revolusi industri 4.0 apalagi 5.0.
Muhammadiyah sebagai tenda bangsa akan semakin berkibar dan harum namanya manakala mampu melakukan transformasi sosial dari masyarakat industrial konvensional ke arah industri 4.0 dan 5.0. Sebuah masyarakat siber, tidak sekadar modern, namun sudah sudah postmodern.
Yang dihadapi Muhammadiyah hari ini adalah tahayul, bid’ah, dan churafat (TBC) dalam bentuk-bentuk baru dalam dunia siber.
Di antaranya, otoritas keagamaan semakin bergeser dari ustaz/kiai tradisional-modern ke dunia siber; mereka yang mampu memaksimalkan platform-platform media sosial; fb, twitter, instagram, pod cast, you tube, dan semacamnya.