JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Bahtiar mengatakan, praktik jual beli jabatan bisa jadi jalan pintas bagi kepala daerah untuk melakukan praktik korupsi. Di beberapa daerah tertentu, hal ini masih dianggap lazim untuk praktik suap maupun uang pelicin.
"Jual beli jabatan ini bentuk yang paling primitif. Mungkin ini celah yang paling gampang," ujar Bahtiar kepada Kompas.com, Sabtu (27/7/2019).
Bahtiar mengatakan, di wilayah yang terbilang kecil, pasti pegawai pemerintahan daerahnya akan saling mengenal satu sama lain.
Baca juga: Bupati Kudus Minta Rp 250 Juta untuk Lunasi Cicilan Mobil Pribadi
Mereka akan tahu siapa yang "berkeringat" untuk memajukan daerah, siapa yang berprestasi, maupun yang tidak menunjukkan kinerja baik.
Ketika ada pegawai yang belum waktunya naik jabatan dan rekam jejaknya kurang baik, maka ada sesuatu yang patut dicurigai.
Hal ini tak terjadi di Kudus, tapi di beberapa daerah lainnya. Terbukti dari beberapa kasus yang ditangani KPK maupun penegak hukum lain terkait jual beli jabatan.
"Pasar jual beli jabatan kayaknya jadi tren saat ini. Ini cara cepat mengumpulkan uang. Artinya, ada yang keliru juga dalam proses pengembangan karir ASN," kata Bahtiar.
Baca juga: Jual Beli Jabatan hingga Jadi Tersangka KPK, Bupati Kudus Dinilai Nekat
Bahtiar mengatakan, praktik yang seolah biasa terjadi ini harus diungkap ke permukaan. Mungkin saat ini baru satu-dua kepala daerah ketahuan.
"Pasti hal ini banyak terjadi juga di tempat lain tapi belum tertangkap. Bukan berarti tidak ditangkap, tapi pasti akan ditangkap. Tunggu saja," kata Bahtiar.
Sebelumnya diberitakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Kudus Muhammad Tamzil sebagai tersangka. Ia ditangkap KPK bersama delapan orang lainnya pada Jumat (26/7/2019).
Baca juga: KPK Amankan Uang Rp 170 Juta dari OTT Bupati Kudus
Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan mengatakan, Tamzil melakukan jual beli jabatan untuk posisi eselon 2, 3, dan 4. Namun, operasi tangkap tangan terhadap Tamzil pada Jumat (26/7/2019) kemarin berkaitan dengan jual-beli jabatan posisi eselon 2.
"Jual beli jabatan ini bukan yang pertama kali, bukan pada saat dilakukan OTT saja. Kami sudah mendapatkan informasi sebelumnya, pada saat melakukan untuk mengisi eselon 3 dan 4. Jadi yang sekarang dilakukan OTT ini adalah untuk pengisian eselon 2," kata Basaria.
Plt Sekretaris Dinas Pengelolaan Pendapatan, Keuangan, dan Aset Daerah (DPPKAD) Kudus Akhmad Sofyan yang kini menjadi tersangka diminta menyerahkan uang senilai Rp 250 juta kepada Tamzil untuk dimuluskan karirnya.
Basaria menyebut, berdasarkan laporan masyarakat, ada sejumlah pejabat yang telah lulus kualifikasi secara prosedur namun tak kunjung mendapat jabatan diduga karena adanya jual beli jabatan tersebut.