Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 26/07/2019, 19:19 WIB
Christoforus Ristianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Hendardi menilai penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan tidak adil dalam memberikan pernyataan terkait kasus suap impor daging dengan tersangka Basuki Hariman.

Diketahui, dalam program "Mata Najwa" yang ditayangkan Narasi TV, Kamis (25/7/2019), Novel menganggap TGPF melupakan satu kasus yang diduga bisa menjadi motif penyerangan dirinya, yakni kasus suap impor daging yang berkembang menjadi kasus "buku merah" karena ada catatan yang ditemukan berisi daftar penerima suap.

"Ini seolah-olah menilai laporan dan penyelidikan kami tidak bisa dipercaya. Itu kurang adil karena Novel tidak pernah memberikan petunjuk kepada TGPF soal kasus buku merah," ujar Hendardi kepada Kompas.com, Jumat (26/7/2019).

Baca juga: Novel Baswedan Sebut TGPF Lupa Ungkit Kasus Buku Merah dalam Temuannya

Menurut Hendardi, pernyataan Novel tersebut seolah-olah kasus buku merah pernah ditanyakan oleh TGPF. Padahal, TGPF tidak pernah menyinggung atau menyebut kasus buku merah.

Ia menjelaskan, TGPF juga tidak menanyakan soal buku merah lantaran Novel bukanlah penyidik dalam kasus itu. Akan tetap, TGPF bisa mendalami kasus itu jika Novel memberikan petunjuk.

Maka dari itu, seperti diungkapkan Hendardi, TGPF hanya mendalami kasus enam kasus high profile yang diduga menjadi motif serangan balik kepada Novel. Enam kasus tersebut menjadi dasar TGPF karena Novel kala itu sebagai penyidik dalam enam kasus tersebut.

Baca juga: TGPF: Novel Tak Pernah Kasih Petunjuk Kasus Buku Merah

"Novel tidak pernah memberikan petunjuk apapun. Kalau Novel kasih petunjuk soal kasus buku merah, ya kita akan dalami hubungannya seperti apa dan kenapa bisa membuat dia terserang. Soal buku merah, selama dia bukan penyidik, ya bukan urusannya. Kecuali Novel mau kasih petunjuk soal itu," ucapnya.

Diketahui, lima dari enam kasus high profile yang ditangani Novel di KPK, yakni dugaan korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP); kasus mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar; kasus Mantan Sekjen MA, Nurhadi; kasus korupsi mantan Bupati Buol, Amran Batalipu; dan kasus korupsi Wisma Atlet.

Baca juga: Kata Anggota TGPF, Tim KPK Pasif dan Lama-lama Tak Membantu Pengungkapan Kasus Novel

Sementara, satu kasus lagi tak ditangani Novel sebagai penyidik KPK. Namun, menurut TGPF, kasus itu patut diduga masih berkaitan, yaitu penembakan pelaku pencurian sarang burung walet di Bengkulu pada 2004.

Akan tetapi, Novel menganggap tim gabungan melupakan satu kasus yang diduga bisa menjadi motif penyerangan dirinya, yaitu kasus suap impor daging dengan tersangka Basuki Hariman.

"Kasus ini tidak disampaikan dalam rilis. Saya hanya mengingatkan barangkali TGPF lupa," ujar Novel dalam program "Mata Najwa" yang ditayangkan Narasi TV dan diunggah pada Kamis (25/7/219).

Kompas TV Sampai waktu 6 bulan yang diberikan habis, TGPF yang terdiri dari unsur penyidik Polri dan masyarakat itu tak berhasil menemukan pelaku penyerangan Novel Baswedan. TGPF hanya menemukan sejumlah fakta baru yang malah menyudutkan Novel Baswedan sebagai korban. Misalnya, penyerangan Novel Baswedan ini diduga karena penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Novel sebagai penyidik. TGPF kemudian merekomendasikan Polri membentuk tim teknis lapangan untuk menindaklanjuti temuan mereka. Jokowi pun meyakini tim teknis yang dibentuk Kapolri untuk menindaklanjuti temuan TGPF bisa mengungkap penyerang Novel. Jokowi memberi waktu tiga bulan bagi tim teknis untuk bekerja.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Peran, Fungsi dan Tugas TNI

Peran, Fungsi dan Tugas TNI

Nasional
Tugas TNI AD, AL, dan AU Menurut Undang-undang,

Tugas TNI AD, AL, dan AU Menurut Undang-undang,

Nasional
Perbedaan Perwira, Bintara, dan Tamtama di TNI

Perbedaan Perwira, Bintara, dan Tamtama di TNI

Nasional
Jokowi Teken Perpres Stranas BHAM, Dirjen HAM: Ciptakan Iklim Bisnis Berkelanjutan

Jokowi Teken Perpres Stranas BHAM, Dirjen HAM: Ciptakan Iklim Bisnis Berkelanjutan

Nasional
Gubernur Lemhannas: Risiko Tertinggi Pemilu 2024 Bukan Keamanan, tapi Friksi Politik Koalisi Pemerintah

Gubernur Lemhannas: Risiko Tertinggi Pemilu 2024 Bukan Keamanan, tapi Friksi Politik Koalisi Pemerintah

Nasional
Soal Peluang Kerja Sama dengan PSI, PDI-P Tunggu Keputusan Megawati

Soal Peluang Kerja Sama dengan PSI, PDI-P Tunggu Keputusan Megawati

Nasional
Ketum PP Muhammadiyah: Ijtihad Muhammadiyah Tidak Berpolitik Praktis

Ketum PP Muhammadiyah: Ijtihad Muhammadiyah Tidak Berpolitik Praktis

Nasional
Megawati Bertemu Mahathir Mohamad, Bahas soal Hujan hingga Pemindahan Ibu Kota Negara

Megawati Bertemu Mahathir Mohamad, Bahas soal Hujan hingga Pemindahan Ibu Kota Negara

Nasional
Setahun Tragedi Kanjuruhan, Komnas HAM: Bantuan Pemulihan Korban Belum Merata

Setahun Tragedi Kanjuruhan, Komnas HAM: Bantuan Pemulihan Korban Belum Merata

Nasional
Mentan Syahrul Yasin Limpo Disebut Sedang Berobat, Nasdem: Karena Prostat

Mentan Syahrul Yasin Limpo Disebut Sedang Berobat, Nasdem: Karena Prostat

Nasional
Said Iqbal Sebut Hakim MK Inkonsisten karena Putuskan UU Cipta Kerja Tak Cacat Formil

Said Iqbal Sebut Hakim MK Inkonsisten karena Putuskan UU Cipta Kerja Tak Cacat Formil

Nasional
Tanggal 5 Oktober Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Oktober Memperingati Hari Apa?

Nasional
MK Sebut UU Cipta Kerja Tak Cacat Formil, Partai Buruh Akan Ajukan Uji Materiil ke MA

MK Sebut UU Cipta Kerja Tak Cacat Formil, Partai Buruh Akan Ajukan Uji Materiil ke MA

Nasional
Menteri LHK: Dari 6.659 Titik Panas, 80 Persennya Berisiko Jadi Titik Api

Menteri LHK: Dari 6.659 Titik Panas, 80 Persennya Berisiko Jadi Titik Api

Nasional
Jaksa Sebut Eks Dirut Sarana Jaya Yoory Pinontoan Beli Lahan Sengketa di Cakung, Pemprov DKI Rugi Rp 155,4 Miliar

Jaksa Sebut Eks Dirut Sarana Jaya Yoory Pinontoan Beli Lahan Sengketa di Cakung, Pemprov DKI Rugi Rp 155,4 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com