Konflik bersenjata di Aceh memiliki cerita yang amat panjang dan seolah tanpa kesudahan. Kekerasan dan kisah-kisah kematian di sana akibat konflik menjadi cerita biasa yang amat memprihatinkan.
Puluhan tahun pemerintahan Soeharto tak juga mampu memadamkan bara konflik Aceh. Berdasarkan laporan Amnesty ernational pada 1993, Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang sudah tumbuh sejak pertengahan 1970-an.
Soeharto mengatasinya dengan tangan besi. Status Daerah Operasi Militer (DOM) ditetapkan di Aceh sepanjang 1990-1998, tapi tak kunjung berkesudahan, malah menimbulkan dendam karena praktik kekerasan yang dilakukan para tentara Indonesia.
Rakyat Aceh hidup dalam tekanan. Mereka menjadi musuh GAM jika diketahui bersekutu dengan TNI. Sebaliknya, ia menjadi musuh TNI jika diketahui mendukung kemerdekaan Aceh.
Demi tak meneteskan darah di bumi Serambi Mekah, Megawati mengupayakan jalur perundingan damai. Komandan perundingan damai antara pemerintah Indonesia dan GAM adalah Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono.
Kemajuan jalur damai berhasil dicapai. Pada 9 Desember 2002 Pemerintah Indonesia dan pihak GAM menandatangani kesepakatan penghentian permusuhan (The Cessation of Hostilities Agreement/COHA) di Geneva, Swiss, 9 Desember 2002.
Perundingan lanjutan berlangsung di Tokyo pada Maret 2003. Pemerintah meminta GAM menerima tiga opsi yaitu kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia, menerima otonomi khusus, dan meletakkan senjata.
Jika GAM menolak tiga tawaran itu, Megawati telah bersiap mengambil kebijakan yang lebih keras: operasi militer.
Perundingan buntu. GAM menolak tawaran yang diajukan pemerintah Indonesia.
Senin, 19 Mei 2003, pukul 00.05, Sekretaris Militer Mayjen TB Hasanudin membacakan Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 2003 tentang pernyataan Bahaya dengan Tingkatan Keadaan Darurat Militer di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Keppres ini menjadi payung hukum bagi berlakunya operasi militer di Aceh. Darah pun menetes. Cut Nyak berada pada posisi sulit untuk menahan darah tidak tertumpah di Tanah Nanggroe.
Konflik bersenjata terus berlanjut sampai Megawati meletakkan jabatannya dan digantikan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 20 Oktober 2004.
Amnesty International mencatat, selama masa operasi militer di era Mega, sejak Mei 2003 tercatat 2.879 anggota GAM tewas. Sementara, sepanjang Mei 2003 hingga Februari 2004, 147 warga sipil menjadi korban.
Gejolak Aceh baru berhenti di era pemerintahan Presiden SBY. Pasukan GAM yang bersembunyi di hutan-hutan memang sulit ditaklukkan. Namun, Jusuf Kalla yang kala itu merupakan wakil presiden berhasil menaklukkan para pimpinan GAM di atas meja perundingan.
Kalla berhasil mengajak para tokoh kunci Gerakan Aceh Merdeka (GAM) duduk bersama di Helsinki, Finlandia, pada 15 Agustus 2005 dan menyepakati berakhirnya gejolak politik berdarah dalam sebuah perjanjian damai.
Perang pun berakhir di Tanah Rencong.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.