Berikut adalah rangkaian tulisan perjalanan politik Megawati Soekarnoputri. Minggu ini, 18 tahun lalu, adalah minggu pertama Megawati menduduki kursi Presiden Republik Indonesia. Baca tulisan sebelumnya: Hari Ini 18 Tahun Lalu, Megawati Soekarnoputri Torehkan Sejarah Politik Indonesia dan Perjalanan Politik Megawati, dari Pengusaha Pom Bensin hingga Penguasa Medan Merdeka Utara
KOMPAS.com – "Untuk rakyat Aceh, percayalah, Cut Nyak tak akan membiarkan setetes pun darah tumpah di Tanah Rencong."
Megawati Soekarnoputri tak mampu menahan air matanya ketika berbicara tentang Aceh pada 29 Juli 1999 silam. Ia terdiam sesaat, menahan isak.
Dikutip dari Biografi Seorang Presiden: Mega Cahaya Bagi Negeri (2004), pidato politik pertama Megawati yang disampaikan menyambut kemenangan PDI-P dalam Pemilu 1999 itu disambut penuh haru.
Pidato yang disiarkan di berbagai stasiun televisi itu sampai menghentikan aktivitas rakyat di berbagai daerah. Air mata Mega yang jatuh turut mengundang tangis undangan yang hadir menyaksikan pidato itu.
Saat itu, Megawati adalah simbol harapan rakyat yang muak akan Orde Baru. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang dipimpinnya baru saja memenangkan pemilu, mengungguli 48 partai politik lainnya. PDI-P meraih 35,6 juta atau 33,7 persen dan meraih 153 kursi di DPR.
Dalam pemilu itu, Megawati dengan legowo menerima menjadi wakil bagi Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Kontroversi politik yang terjadi selama kepemimpinan Gus Dur, akhirnya menguntungkan Mega.
Setelah Gus Dur dilengserkan pada 2001, Mega naik menjadi presiden.
Baca: Hari Ini 18 Tahun Lalu, Megawati Soekarnoputri Torehkan Sejarah Politik Indonesia
Janji politik yang disampaikannya pada 1999 harus ditunaikan.
Janji Mega kepada Aceh kala itu sempat menuai optimisme rakyat Serambi Mekah. Dikutip dari laporan Kompas pada 30 Juli 2001 berjudul Rakyat Aceh Sepenuhnya Dukung Pemerintahan Baru, seluruh rakyat Aceh, baik lapisan pemerintahan, legislatif, tokoh adat maupun ulama menyatakan mendukung sepenuhnya pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri dan Wapres Hamzah Haz.
"Keduanya adalah pasangan yang sangat tepat untuk memimpin bangsa saat ini dalam usaha keluar dari krisis ekonomi," kata Ketua Umum Lembaga Adat dan Kebudayaan Aceh (LAKA) Prof T Syamsudin MS kala itu.
"Megawati yang datang dari nasionalis dan Hamzah Haz dari golongan Islam, merupakan pasangan yang cocok untuk mempersatukan bangsa," ujarnya.
Selain itu, Hamzah Haz yang punya pengalaman dan ahli di bidang anggaran akan bisa membantu Ibu Megawati. Dengan adanya duet ini, maka Aceh pasti akan mendapat prioritas untuk diperhatikan.
"Saya menaruh perhatian besar terhadap keduanya. Kita harapkan penyelesaian masalah Aceh dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, dan tidak mengedepankan kekerasan, tetapi dialog," kata Syamsudin.