JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan orang kepercayaan sekaligus perantara suap mantan Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap, Umar Ritonga pada Jumat (26/7/2019).
Umar telah sampai di Gedung Merah Putih KPK sejak Kamis (25/7/2019) pukul 23.06 WIB.
Dia sebelumnya melarikan diri dengan mobil saat akan ditangkap petugas KPK pada Selasa (17/7/2018) silam. Saat itu Umar juga membawa uang Rp 500 juta yang akan ia serahkan ke Pangonal dari pemilik PT Binivan Konstruksi Abadi Effendy Sahputra.
Sejak melarikan diri, Umar diduga bersembunyi. Hingga pada Kamis pagi, KPK mendapatkan informasi Umar berada di rumahnya dan kemudian dibawa ke Jakarta.
"UMR ditahan 20 hari pertama di Rutan Cabang KPK di K4 (di belakang Gedung Merah Putih KPK). Terhitung Jumat sampai 14 Agustus 2019," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam keterangan tertulis, Jumat (26/7/2019).
Baca juga: KPK Tak Temukan Uang Rp 500 Juta yang Dibawa Buron Kasus Mantan Bupati Labuhanbatu
Selama pelarian, Umar diduga berada di sebuah kontrakan di daerah Perawang, Riau. Uang Rp 500 juta yang dulu dibawa yang bersangkutan sudah tidak ditemukan di lokasi.
Febri menyatakan, dalam proses pencarian KPK dibantu oleh Pelaksana Tugas Bupati Labuhanbatu Andi Suhaimi dan Lurah Sioldengan, Yusuf Harahap.
"Mereka yang meyakinkan keluarga UMR sehingga UMR yang lari dan sembunyi di daerah Perawang bersedia menyerahkan diri kepada KPK," kata Febri.
Dalam kasus ini, Pangonal Harahap sendiri telah divonis tujuh tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider dua bulan kurungan.
Selain itu, Pangonal juga diwajibkan membayar uang pengganti Rp 42,28 miliar dan 218.000 dollar Singapura.
Jika uang pengganti tidak dibayar dalam sebulan dan harta bendanya tidak mencukupi, maka diganti dengan hukuman penjara selama setahun.
Baca juga: Terima Suap, Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap Divonis 7 Tahun Penjara
Majelis hakim juga mencabut hak politik Pangonal selama 3 tahun setelah dirinya selesai menjalani masa pidana pokoknya.
Putusan tersebut disampaikan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor yang diketuai Erwan Efendi pada Pengadilan Negeri Medan, Kamis (4/4/2019).
Pangonal dianggap terbukti menerima suap Rp 42,28 miliar dan 218.000 dollar Singapura dari Effendy.
Pemberian uang berlangsung dari 2016 sampai 2018, diberikan melalui sejumlah perantara. Salah satunya Umar Ritonga.
Suap tersebut bertujuan agar Pangonal memberikan paket pekerjaan Tahun Anggaran 2016, 2017 dan 2018 di Kabupaten Labuhanbatu kepada Effendy.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.