Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Gerindra Kekeh Jalin Kedekatan dengan Penguasa...

Kompas.com - 26/07/2019, 10:08 WIB
Christoforus Ristianto,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Gerindra menyadari bahwa Koalisi Indonesia Kerja (KIK), kekuatan politik penyokong pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin, sudah terlalu "gemuk".

Sebanyak 10 partai politik memenuhi ruang koalisi itu, yakni PDI Perjuangan, Golkar, PKB, Nasdem, PPP, Hanura, PSI, Perindo, PKPI dan PBB.

Kehadiran Gerindra di dalamnya pun diyakini akan mengusik anggota koalisi yang sudah lebih lama berada di sana.

"Kami menyadari dan memahami, di dalam koalisi (KIK) sudah penuh sesak. Rasional, sangat mungkin serta wajar kalau ada dorongan Gerindra tetap di luar (oposisi). Namnya juga sudah penuh, kami sadari," ujar Ketua DPP Bidang Kajian Kebijakan Politik Gerindra Ahmad Riza Patria saat menjadi pembicara dalam diskusi publik di Jakarta Pusat, Kamis (25/7/2019).

Baca juga: Waketum Sebut Gerindra Tak Ingin Ganggu Keharmonisan Koalisi Pemerintah

Ini sudah terbukti dari manuver yang dilakukan ketua umum empat parpol di dalam KIK, yakni Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Nasdem Surya Paloh dan Plt Ketua Umum PPP Soeharso Manoarfa sebelumnya.

Mereka menggelar konferensi pers khusus demi menyampaikan beberapa topik. Salah satu yang jadi sorotan adalah penolakan mereka terhadap masuknya parpol lain ke dalam KIK.

Kondisi yang tidak kondusif bagi Gerindra untuk masuk ke KIK ini, lanjut Riza, sebenarnya juga sejalan dengan sejumlah aspirasi yang diserap partai. Banyak yang mendorong agar partai besutan Prabowo Subianto berada di oposisi.

Meski demikian, Gerindra tidak patah arang. Meski sulit masuk ke koalisi, Gerindra tetap kekeh menjalin hubungan baik dengan penguasa.

Salah satunya, Gerindra menghadirkan opsi lain agar tetap dapat berhubungan baik dengan penguasa, yakni dengan menjalin kerja sama politik melalui program-program.

"Program-program dari Prabowo ini bisa disinergikan dengan program Pak Jokowi," ujar Riza.

Baca juga: Waketum Gerindra: Kalau Dibutuhkan, Kita Siap Bantu Pemerintah

Riza berdalih, kerja sama program bukan berarti Partai Gerindra mengemis-ngemis kursi jabatan kepada pemerintah.

"Bersinergi ini bukan berarti bagi-bagi kursi, melainkan penyatuan visi dan misi. Itu yang namanya rekonsiliasi bersama-sama membangun bangsa," papar Riza.

Konsep kerja sama politik namun bukan koalisi ini, lanjut dia, seperti ketika menghadapi pesta demokrasi tingkat daerah, pilkada.

"Kerja sama banyak hal. Kita pasti bekerja sama di pilkada. Ya seperti sebelumnya Gerindra dengan PDI-P bekerja sama di pilkada. Di pilkada kita juga kerja sama dengan Golkar, Demokrat, PAN, Nasdem juga," papar Riza.

Sekjen DPP PDI-P Hasto Kristiyanto saat menghadiri acara wayangan yang digelar untuk mensyukuri kemenangan Jokowi-Maruf di Tugu Proklamasi, Jakarta, Sabtu (20/7/2019).KOMPAS.com/IHSANUDDIN Sekjen DPP PDI-P Hasto Kristiyanto saat menghadiri acara wayangan yang digelar untuk mensyukuri kemenangan Jokowi-Maruf di Tugu Proklamasi, Jakarta, Sabtu (20/7/2019).
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyoroti empat parpol di KIK yang menyatakan menolak masuknya "teman baru".

Menurut Hasto, jika penolakan itu datang dari peristiwa pertemuan antara Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Sokarnoputri dengan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto, maka penolakan itu kurang tepat.

Sebab, pertemuan Megawati dengan Prabowo sama sekali tidak membahas bergabungnya Gerindra ke KIK. Apalagi membahas postur Kabinet Kerja Jilid II.

Namun satu hal yang menjadi penekanan adalah seluruh pihak harus membuka ruang kerja sama di manapun.

"Ruang kerja sama itu bisa dibangun di parlemen dan MPR, pilkada, atau dalam berbagai isu, seperti menyepakati sistem politik kita ke depan," ujar Hasto singkat kepada Kompas.com, Jumat (26/7/2019).

Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani menambahkan, akan ada pertemuan seluruh sekjen partai politik dalam KIK, dalam waktu dekat.

Menurut dia, masuknya parpol pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dalam KIK atau opsi kerja sama politik kemungkinan ikut dibahas dalam pertemuan tersebut.

"Tidak tertutup kemungkinan seperti itu, tentu di antara kami ada yang membuka bicara soal perlu tidaknya menambah itu (parpol), kan pasti terjadi diskusi disitu," kata Arsul.

Komunikasi Jadi Kunci

Peneliti dan pengamat politik dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes, menilai, jika PDI-P dan Gerindra menjajaki kerja sama, namun tidak masuk dalam koalisi, sebenarnya bukan masalah. Sebab, memasukkan Gerindra ke dalam KIK bukanlah suatu keharusan.

"Tidak masalah jika konteksnya antara dua partai bekerja sama. Namun sebelum kerja sama, parpol koalisi 01 perlu diajak bicara dulu. Sebenarnya tidak ada kebutuhan khusus kok bagi Jokowi memasukkan Gerindra ke koalisi," ujar Arya kepada Kompas.com, Kamis malam.

Seluruh anggota koalisi harus diberikan pengertian bahwa meskipun tidak menerima anggota koalisi baru, namun peluang kerja sama politik dalam bentuk lain tetap harus dibuka.

Baca juga: Membaca Peta Politik dari Pertemuan Megawati-Prabowo dan Manuver Koalisi Jokowi...

Arya sekaligus menyarankan, Jokowi lebih baik konsisten dengan komposisi parpol koalisi saat ini. Pasalnya, persentase koalisi pemerintah di parlemen sudah lebih dari 60 persen. Hal itu diyakini sudah cukup aman dalam memuluskan rencana dan program pemerintah.

Jika menambah anggota partai baru, lanjutnya, maka koalisi akan semakin gemuk. Kondisi ini mungkin baik untuk program pemerintah.

Namun berkaca pada pengalaman, kondisi ini tidak berdampak positif bagi produksi legislasi di parlemen.

"Kalau secara teori memang benar, koalisi besar memudahkan melancarkan program pemerintah. Tapi, kalau kita di periode DPR 2014-2019, prestasi legislasi itu rendah sekali. Misalnya 54 RUU yang diusulkan pemerintah, yang disahkan hanya enam. Tiga di antaranya merupakan usulan prolegnas zaman pemerintahan SBY-Boediono," papar Arya.

Selain itu, apabila terlalu banyak anggota koalisi, dinamika ke depan dinilai sangat rentan terjadi keretakan. Oleh sebab itu, sekali lagi Arya berpendapat, Jokowi tidak lagi menerima parpol lain ke dalam koalisi pendukungnya.

 

Kompas TV Dinamika koalisi partai politik pendukung presiden-wakil presiden terpilih Joko Widodo- Ma&#39;ruf Amin semakin dinamis. Hal ini seiring dengan rangkaian pertemuan para elite dalam 3 hari terakhir. Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri dan Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto. Kedua tokoh politik yang berseberangan dalam Pilpres 2019 itu bertemu sambil makan bersama. Pertemuan Megawati dengan Prabowo mencairkan ketegangan politik pasca-pilpres. Namun pertemuan tanpa dihadiri parpol koalisi lainnya memunculkan pertanyaan tentang kesolidan Koalisi Indonesia Kerja. Potensi masuknya Gerindra akan mengurangi jatah kursi menteri parpol pendukung Jokowi. Tanda-tanda dugaan tak harmonisnya internal Koalisi Indonesia Kerja juga terendus dari pertemuan Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh menerima kunjungan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan di Kantor DPP Partai Nasdem. Terjadi aksi dan reaksi dalam menyikapi pertemuan lintas kekuatan politik. Kondisi ini muncul tak lepas dari tarik menarik distribusi kekuasaan setelah terpilihnya Joko Widodo. Apakah pertemuan Megawati dan Prabowo mengancam keberadaan Partai Golkar sebagai parpol peraih suara terbanyak kedua di Koalisi Jokowi- Ma&#39;ruf? Dan apakah pertemuan itu juga membuat parpol-parpol lain di koalisi Jokowi mulai ikut-ikutan gerah? Satu hal lagi yang juga patut dipertanyakan apa ada kaitannya antara pertemuan itu dengan keputusan untuk membubarkan tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma&#39;ruf? Untuk membahasnya sudah hadir Ketua DPP Partai Golkar, Ace Hasan Syadzily kemudian Ketua DPP Partai Gerindra, Andy Rahmad Wijaya serta Direktur Center for Election and Political Party Universitas Indonesia, Reni Suwarso. Serta melalui sambungan satelit sudah ada Ketua DPP Partai Nasdem, Martin Manurung dan lewat <em>skype</em> sudah terhubung dengan Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV Kantor Staf Kepresidenan, Ali Mochtar Ngabalin. #KoalisiIndonesiaKerja #JokoWidodo
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Yusril Akui Sebut Putusan 90 Problematik dan Cacat Hukum, tapi Pencalonan Gibran Tetap Sah

Yusril Akui Sebut Putusan 90 Problematik dan Cacat Hukum, tapi Pencalonan Gibran Tetap Sah

Nasional
Bukan Peserta Pilpres, Megawati Dinilai Berhak Kirim 'Amicus Curiae' ke MK

Bukan Peserta Pilpres, Megawati Dinilai Berhak Kirim "Amicus Curiae" ke MK

Nasional
Perwakilan Ulama Madura dan Jatim Kirim 'Amicus Curiae' ke MK

Perwakilan Ulama Madura dan Jatim Kirim "Amicus Curiae" ke MK

Nasional
PPP Tak Lolos ke DPR karena Salah Arah Saat Dukung Ganjar?

PPP Tak Lolos ke DPR karena Salah Arah Saat Dukung Ganjar?

Nasional
Kubu Prabowo Sebut 'Amicus Curiae' Megawati soal Kecurangan TSM Pilpres Sudah Terbantahkan

Kubu Prabowo Sebut "Amicus Curiae" Megawati soal Kecurangan TSM Pilpres Sudah Terbantahkan

Nasional
BMKG Minta Otoritas Penerbangan Waspada Dampak Erupsi Gunung Ruang

BMKG Minta Otoritas Penerbangan Waspada Dampak Erupsi Gunung Ruang

Nasional
Demokrat Tak Resisten jika Prabowo Ajak Parpol di Luar Koalisi Gabung Pemerintahan ke Depan

Demokrat Tak Resisten jika Prabowo Ajak Parpol di Luar Koalisi Gabung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Nasional
Aktivis Barikade 98 Ajukan 'Amicus Curiae', Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Aktivis Barikade 98 Ajukan "Amicus Curiae", Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Nasional
Kepala Daerah Mutasi Pejabat Jelang Pilkada 2024 Bisa Dipenjara dan Denda

Kepala Daerah Mutasi Pejabat Jelang Pilkada 2024 Bisa Dipenjara dan Denda

Nasional
KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Nasional
Apa Gunanya 'Perang Amicus Curiae' di MK?

Apa Gunanya "Perang Amicus Curiae" di MK?

Nasional
Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Nasional
Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com