Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mohamad Burhanudin
Pemerhati Kebijakan Lingkungan

Penulis lepas; Environmental Specialist Yayasan KEHATI

Kebohongan Mulia

Kompas.com - 25/07/2019, 18:55 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Hal ini terjadi di Inggris saat momen Brexit datang, di AS saat sosok seperti Trump hadir, dan di Indonesia saat pembelahan politik yang penuh antagonisme terjadi sejak 2014.

Kedua, seturut kemajuan teknologi informasi, kemampuan dan daya imajinasi politisi semakin canggih dalam mempengaruhi dan mengambil simpati publik. Pun, begitu dengan dusta politik.

Ketidakjujuran kian mudah disamarkan di balik lalu lintas informasi, disinformasi, hoaks, jargon, newspeak, dan propaganda, yang makin halus, masif, hingga nyaris tak tersadari.

Posisi mereka semakin kuat kala pada saat bersamaan memiliki sumber daya yang besar dalam mengakses media dan merebut tarung wacana di media sosial.

Dalam posisi demikian, setiap langkah politik yang kontroversial dan bertentangan dengan imajinasi atau harapan publik, dengan mudah dapat "diluruskan" atau menjadi seolah-olah lurus, melalui tangan buzzer, intelektual demagog, maupun media partisan.

Dengan begitu, kontroversi politik yang kontrapoduktif tak akan mengikis banyak dukungan fanatik publik.

Hal ini seturut dengan pandangan Plato yang meyakini bahwa kebenaran merupakan tujuan dari filsafat dan juga standar utama kedisiplinan jiwa.

Meski begitu, dia menyadari, sesungguhnya kejujuran sangat sulit diwujudkan sepenuhnya oleh manusia, terlebih dalam politik.

Oleh karenanya, tentang politik, dia cenderung realistik, bahwa pemerintahan yang damai sangat tergantung sejauhmana kebohongan mulia bisa diproduksi.

Ketiga, seiring waktu, fanatisme politik yang terus beradu secara antagonistik, telah membentuk perilaku dan kecenderungan baru dari publik pendukung, yaitu obsesi akan pembenaran atas obyek yang mereka dukung.

Mereka lebih mudah menerima setiap alasan yang muncul di publik, apa pun itu, yang dapat membenarkan langkah politik kontroversial idola politik yang didukungnya, dan di pihak lain dapat mempermalukan kubu yang mereka anggap lawan. Meskipun alasan tersebut belum tentu benar, tak terukur, dan tak terverifikasi secara faktual.

Obsesi akan pembenaran ini mirip dengan kasus kecanduan pada manusia modern terhadap telepon seluler, ataupun narkotika.

Ada dorongan otomatis dari korteks prefrontal otak untuk mendapatkan kenikmatan dari obsesi akan keberpihakan sehingga menimbulkan dorongan perilaku yang berulang.

Seperti kita ketahui, korteks prefrontal adalah salah satu bagian terprimitif dari otak manusia, yang tumbuh dan berevolusi sejak berjuta-juta tahun. Sementara, kemampuan otak manusia untuk menahan godaan dari kecanduan baru berkembang sejak 200.000 tahun yang lalu.

Prefrontal korteks ini adalah bagian dari korteks serebral milik lobus frontal. Ini dianggap sebagai area hubungan multimoda karena ia mengoordinasikan informasi dari area otak lain.

Ini adalah area otak besar dengan sangat penting untuk menjelaskan perilaku, kepribadian, emosional, kemasyarakatan, dan bahkan kemampuan kognitif. Di sinilah, hoaks, fakenews, dan disinformasi, dan "kebohongan mulia" kerap dapat menemukan arena terbaiknya.

Keempat, fanatisme politik sesungguhnya bukan kepada sosok, melainkan kepada imajinasi dan ketakutan publik pendukung terhadap hal-hal terpendam.

Artinya, rekonsiliasi politik atau apapun namanya, antara kubu Jokowi-Prabowo beserta barisan elite di sekelilingnya, tak serta-merta akan menghentikan fanatisme barisan pendukungnya, selama ada tokoh lain yang dapat hadir sebagai simbol fanatisme baru.

Dan, inilah yang mungkin bakal terjadi dalam lima tahun ke depan politik di negeri ini.

Saya hanya ingin mengatakan, fanatisme politik sesungguhnya bukan hal haram dalam kehidupan bernegara.

Dalam beberapa hal tertentu justru dibutuhkan, terutama sebagai energi perjuangan nilai-nilai politik yang baik bagi masyarakat, bangsa, dan negara.

Namun, fanatisme yang berlebihan jelas buruk karena menjauhkan kita dari pilihan politik yang rasional, dan dapat menghasilkan pemimpin-pemimpin politik yang hanya pandai menelikung publik dengan kebohongan-kebohongan mulia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 19 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Megawati Serahkan ‘Amicus Curiae’  ke MK, Anies: Menggambarkan Situasi Amat Serius

Megawati Serahkan ‘Amicus Curiae’ ke MK, Anies: Menggambarkan Situasi Amat Serius

Nasional
Megawati Ajukan Amicus Curiae, Airlangga: Kita Tunggu Putusan MK

Megawati Ajukan Amicus Curiae, Airlangga: Kita Tunggu Putusan MK

Nasional
Bupati Sidoarjo Tersangka Dugaan Korupsi, Muhaimin: Kita Bersedih, Jadi Pembelajaran

Bupati Sidoarjo Tersangka Dugaan Korupsi, Muhaimin: Kita Bersedih, Jadi Pembelajaran

Nasional
Airlangga Sebut Koalisi Prabowo Akan Berdiskusi terkait PPP yang Siap Gabung

Airlangga Sebut Koalisi Prabowo Akan Berdiskusi terkait PPP yang Siap Gabung

Nasional
Dikunjungi Cak Imin, Anies Mengaku Bahas Proses di MK

Dikunjungi Cak Imin, Anies Mengaku Bahas Proses di MK

Nasional
AMPI Resmi Deklarasi Dukung Airlangga Hartarto Jadi Ketum Golkar Lagi

AMPI Resmi Deklarasi Dukung Airlangga Hartarto Jadi Ketum Golkar Lagi

Nasional
MK Ungkap Baru Kali Ini Banyak Pihak Ajukan Diri sebagai Amicus Curiae

MK Ungkap Baru Kali Ini Banyak Pihak Ajukan Diri sebagai Amicus Curiae

Nasional
Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Nasional
Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Nasional
Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Nasional
TNI Kembali Pakai Istilah OPM, Pengamat: Cenderung Pakai Pendekatan Operasi Militer dalam Mengatasinya

TNI Kembali Pakai Istilah OPM, Pengamat: Cenderung Pakai Pendekatan Operasi Militer dalam Mengatasinya

Nasional
Tim Hukum Ganjar-Mahfud Tetap Beri Angka Nol untuk Perolehan Suara Prabowo-Gibran

Tim Hukum Ganjar-Mahfud Tetap Beri Angka Nol untuk Perolehan Suara Prabowo-Gibran

Nasional
Soal Bantuan Presiden, Kubu Ganjar-Mahfud: Kalau Itu Transparan, kenapa Tak Diumumkan dari Dulu?

Soal Bantuan Presiden, Kubu Ganjar-Mahfud: Kalau Itu Transparan, kenapa Tak Diumumkan dari Dulu?

Nasional
Minta MK Kabulkan Sengketa Hasil Pilpres, Kubu Anies: Kita Tidak Rela Pemimpin yang Terpilih Curang

Minta MK Kabulkan Sengketa Hasil Pilpres, Kubu Anies: Kita Tidak Rela Pemimpin yang Terpilih Curang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com