Tanpa sungkan, Ferry pun menegaskan, Prabowo memiliki kepentingan untuk membantu memperbaiki perekonomian masyarakat.
“Dan kalau sudah bicara ekonomi rakyat, saya rasa Pak Prabowo, Partai Gerindra, berkepentingan untuk membantu, memperbaiki, menjadikan ekonomi masyarakat menjadi lebih baik," kata Ferry.
Maka, tawaran konsep program tepat menjadi pembuka jalan baru Gerindra masuk ke gerbang koalisi pendukung pemerintah.
Meski demikian, Sekretaris Jenderal Gerindra Ahmad Muzani menegaskan, Prabowo sendirilah yang menjadi penentu arah politik partainya lima tahun ke depan. Seluruh kader akan mematuhi apapun yang diputuskan mantan Komandan Jenderal Kopassus tersebut.
Artinya, bergabung atau tidaknya Gerindra ke koalisi parpol pendukung pemerintah, bukan hanya bergantung pada apakah pemerintahan baru menerima konsep programnya atau tidak. Tapi juga faktor sosok Prabowo sebagai penentu.
"Di dalam atau luar pemerintahan, prinsip itu akan kami pegang. Menegakkan kemakmuran dan keadilan adalah keluhuran cita-cita perjuangan kami," ujar Muzani.
Pengamat politik Universitas Paramadina Hendri Satrio membaca gelagat Gerindra ini sebagai persiapan untuk bergabung ke koalisi pendukung pemerintah.
Gelagat ini dinilainya sudah dapat dibaca sejak Prabowo membubarkan Koalisi Indonesia Adil dan Makmur yang mendukungnya pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Pembubaran itu dilakukan usai MK menolak seluruh permohonannya di dalam siding perselisihan hasil Pemilu.
“Jadi,15 tahun menjadi oposisi itu memang tidaklah mudah,” ujar Hendri yang dijumpai di kawasan Menteng, Jakarta Pusat.
Sejak didirikan tahun 2008, Gerindra memang belum pernah sekalipun mencicipi kekuasaan. Dalam Pemilu 2009, Gerindra berkoalisi dengan PDI Perjuangan. Prabowo pun disandingkan sebagai calon wakil presiden dengan Megawati Soekarnoputri sebagai calon presidennya.
Pasangan Mega-Pro dan satu pasangan lain, Jusuf Kalla-Wiranto, kandas oleh pasangan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai petahana yang menggandeng mantan Gubernur Bank Indonesia, Boediono.
Setelah itu, Gerindra menempatkan dirinya sebagai oposisi hingga Pemilu 2014 dan berlanjut ke usai Pemilu 2019 berakhir.
“Dengan begitu, pasti ada kader atau simpatisan Gerindra yang dahaga (ingin menjadi bagian dari kekuasaan),” ujar Hendri.
Baca juga: Gabung ke Koalisi Jokowi atau Oposisi, Gerindra Tunggu Rakernas
Bahkan, meskipun rasa haus akan kuasa itu muncul dari kelompok minoritas di Gerindra, tapi itu tetap bisa terwujud jika mereka memiliki posisi strategis di partai.
Apabila Gerindra betul-betul akan bergabung ke koalisi pendukung pemerintah, Hendri pun memprediksi tinggal satu partai politik lagi yang akan bertahan sebagai oposisi, yakni Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
"Sejarahnya, PKS itu kalau ada di luar pemerintahan, elektabilitasnya justru naik. Kalau dia di posisi oposisi, elektabilitasnya pasti naik," kata Hendri.
Pasalnya, Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Demokrat diprediksi juga akan bergabung ke koalisi pendukung pemerintah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.