JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut dua pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Meina Woro Kustinah dan Donny Sofyan Arifin dengan hukuman 5 tahun 6 bulan penjara.
Jaksa menuntut keduanya membayar denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan.
Keduanya dituntut atas perkara dugaan suap demi memperlancar proyek di lingkungan Satuan Kerja PSPAM Strategis dan Satuan Kerja Tanggap Darurat Permukiman Pusat pada Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR.
"Kami penuntut umum, menuntut majelis hakim memutuskan, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 5 tahun dan 6 bulan penjara," kata salah seorang jaksa KPK saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (17/7/2019).
Baca juga: Korupsi dan HAM Versus Visi Jokowi
Hal yang memberatkan terdakwa Meina, perbuatan terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi, perbuatan terdakwa menerima uang terkait proyek menciptakan praktik kolusi dan korupsi dalam pengadaan barang dan jasa di Kementerian PUPR.
Adapun hal yang meringankan, terdakwa menyesali perbuatan, belum pernah dihukum, bersikap sopan selama persidangan, dinilai kooperatif dan terus terang atas perbuatannya.
Khusus peada Meina, Jaksa juga membayar uang pengganti sebesar Rp 526 juta dikurangi uang yang dititipkan ke rekening KPK sebesar Rp 110 juta. Artinya, uang pengganti yang dibayarkan sebesar Rp 416 juta.
Ketentuannya, apabila tidak dibayarkan selama 1 bulan sejak putusan berkekuatan hukum tetap, harta bendanya akan disita dan dilelang. Jika hartanya tidak mencukupi, akan diganti dengan hukuman 6 bulan penjara.
Baca juga: Jokowi Diminta Fokus Berantas Korupsi pada Periode Kedua Pemerintahannya
Sementara, hal memberatkan terdakwa Donny, perbuatannya tidak mendukung program pemerintah di dalam pemberantasan korupsi.
Adapun, hal yang meringankan, terdakwa menyesali perbuatan, belum pernah dihukum, bersikap sopan selama persidangan, dan terdakwa memiliki tanggungan keluarga.
Donny diketahui telah menyerahkan penerimaan suap Rp 820 juta ke KPK sehingga tidak diperlukan pembayaran uang pengganti.
Jaksa menilai, keduanya terbukti menerima suap dari Direktur Utama PT Wijaya Kusuma Emindo (WKE) Budi Suharto, Direktur PT WKE Lily Sundarsih, dan dua Direktur PT Tashida Sejahtera Perkara (TSP) bernama Irene Irma serta Yuliana Enganita Dibyo.
Donny dianggap terbukti menerima suap Rp 820 juta. Sementara Meina menerima suap sebesar Rp 1,42 miliar dan 23.000 dollar Singapura. Kendati demikian, jaksa memaparkan, suap yang diterima Meina tidak semuanya digunakan untuk kepentingan pribadi.
Jaksa menyebut bahwa uang dengan total Rp 893.926.700 digunakan Meina untuk menjalankan tugas dan kegiatannya sebagai PPK Pembangunan SPAM Strategis wilayah IB.
Baca juga: Jaksa KPK: Seharusnya Kemenag Jadi Pemimpin dalam Penerapan Ajaran Agama, Akhlak dan Moral
Menurut jaksa, pemberian uang itu agar Meina dan Donny mempermudah pengawasan proyek, sehingga dapat memperlancar pencairan anggaran kegiatan proyek di lingkungan Satuan Kerja PSPAM Strategis dan Satuan Kerja Tanggap Darurat Permukiman Pusat pada Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR.
Keduanya pun dituntut melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.