JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti visi misi pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla mengenai membangun Polri yang profesional dan dipercaya masyarakat yang tercantum dalam Nawacita.
Menjelang berakhirnya periode pemerintahan Jokowi-Kalla, agenda reformasi Polri dinilai masih banyak menyisakan pekerjaan rumah.
"Kita bisa lihat dari satu sisi dulu, tingkat kepatuhan di dalam pelaporan LHKPN masih rendah," ujar peneliti hukum pada Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Donal Fariz, dalam konferensi pers di kantor ICW, Jakarta Selatan, Rabu (17/7/2019).
"Apabila merujuk pada situs daring elhkpn.go.id, selama tahun 2017-2018 ada sebanyak 29.526 anggota kepolisian yang wajib melaporkan LHKPN. Tapi terdapat 12.779 anggota kepolisian atau sekitar 43 persen yang LHKPN-nya tidak ditemukan," lanjut dia.
Baca juga: Komnas HAM: Polri Paling Banyak Diadukan...
Penerapan merit system di dalam penempatan personel juga dinilai masih bermasalah. Buktinya, pimpinan Polri pernah nekat mempromosikan perwira tingginya yang pernah terseret perkara hukum menjadi seorang kepala polisi daerah.
"Ini menyisakan pertanyaan mengenai ukuran kompetensi serta penilaian kinerja dalam promosi jabatan tersebut," papar dia.
Selanjutnya mengenai pengawasan. ICW menilai peran pengawasan terhadap Polri sangat lemah. Khususnya pengawasan dari luar institusi.
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) yang diharapkan galak dan tegas terhadap Polri justru dinilai sebaliknya. Ini juga berkaitan dengan kewenangan Kompolnas sendiri yang mesti ditambah.
"Selain itu, penanganan perkara-perkara pidana masih berpotensi membuka ruang terjadinya praktik suap. Misalnya melalui pemberian SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan)," pungkas dia.
Baca juga: Jadi Lembaga Paling Banyak Diadukan ke Komnas HAM, Ini Komentar Polri
ICW pun berharap pemerintahan Jokowi periode 2019-2024 bersama Kiai Haji Ma'ruf Amin dapat memperbaiki pekerjaan rumah di institusi Polri tersebut.