TK adalah politisi senior PDIP yang lahir di Jakarta, 31 Desember 1942. Meninggalkan seorang istri Dyah Permata Megawati Setyawati atau lebih dikenal dengan Megawati Soekarnoputri, dan tiga anak, Mohammad Rizki Pratama, Mohamad Prananda Prabowo, dan Puan Maharani Nakshatra Kusyala.
Sebelum meninggal, TK menjalani perawatan di sebuah rumah sakit di Singapura setelah mendampingi Wakil Presiden Boediono meresmikan Monumen dan Situs Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende, Nusa Tenggara Timur bertepatan dengan Peringatan Hari Lahir
Yamin adalah salah satu politisi PDI-P yang mendorong Jokowi dicalonkan partainya sebagai calon presiden (capres) pada Pilpres 2014.
Dalam upayanya itu, Yamin bersama para aktivis mahasiswa 80/90an dan LSM di Jakarta mendirikan Sekretariat Nasional Jaringan Organisasi dan Komunitas Warga Indonesia disingkat Seknas Jokowi, sebagai organ relawan Jokowi untuk Pilpres 2014.
Selain Yamin, Dadang Juliantoro, Waluyo Jati, Sammy Pangerapan, Hilmar Farid, Deddy Mawardy, Juli Eko Nugroho, Osmar Tanjung, almarhum Zulkarnaen (mantan Direktur Walhi), Boni Setiawan (Global Justice), adalah nama-nama yang membidani kelahiran Seknas Jokowi.
Yamin kemudian ditunjuk sebagai Ketua Seknas Jokowi dan Dadang Juliantoro sebagai sekretaris.
Tugas pertamanya mendirikan cabang-cabang Seknas Jokowi di daerah-daerah dan di luar negeri untuk memperluas jaringan.
Sebagai ketua, Yamin dengan pengurus Seknas Jokowi beberapa kali ketemu dengan Jokowi untuk melaporkan kegiatannya yang telah dan akan dilakukan.
Baik secara mandiri atau berkoalisi dengan relawan Jokowi lainnya, Seknas Jokowi sangat aktif melakukan sosialisasi di Jakarta dan daerah untuk menaikkan popularitas dan elektabilitas Jokowi sebagai capres.
Di Jakarta, hampir setiap minggu Seknas Jokowi membuat kegiatan di car free day dan kampung-kampung mempromosikan kerja-kerja Jokowi baik selama menjadi Wali Kota Solo maupun Gubernur DKI Jakarta.
Ketika PDI-P secara resmi mengumumkan nama Jokowi sebagai capres yang akan diusung pada Pilpres 2014, Yamin adalah orang pertama yang menghubungi saya untuk menyampaikan ucapan selamat atas pencalonan itu.
Pasca-pengumuman, para organ relawan Jokowi makin bersemangat dan meningkatkan kegiatannya.
Salah satu kegiatan Seknas Jokowi, yang menurut saya mempunyai nilai legacy, adalah saat menghimpun para pakar dari berbagai disiplin ilmu untuk menyiapkan paper policy untuk masukan penyusunan visi misi Jokowi dalam “Simposium Nasional Jalan Kemandirian Bangsa” pada 11 Maret 2014 di Hotel Sultan Jakarta.
Hasil simposium itu kemudian diterbitkan dalam dua buku oleh Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, dengan judul yang sama, Jalan Kemandirian Bangsa (Gramedia, 2014).
Edisi pertama terbit lebih tipis memuat konsepsi visi kemasyarakatan. Sementara buku versi tebalnya memuat konsepsi Visi Kemasyarakatan Indonesia Abad 21, Landasan Jalan Kemandirian; Geopolitik Indonesia sebagai Negara Maritim; Kekuasaan Negara dan Demokrasi; Reforma Agraria dan Lingkungan Hidup; Pembangunan Infrastruktur dan Antisipasi Kebencanaan; Industri dan Perdagangan; Politik Energi; Pendidikan dan Kebudayaan; Manusia Indonesia, Kepandudukan dan Tenaga Kerja; Riset dan Tehnologi, Keuangan; Paradigma Kemandirian dalam Pembangunan.
Dalam pengantarnya di buku versi tebal lebih 700 halaman, Jokowi mengapresiasi penyelenggaraan Simposium Nasional Jalan Kemandirian Bangsa yang telah dihadiri para rektor dan guru besar yang dari berbagi perguruan tinggi yang tidak hanya menunjukkan keseriusan intelektual tapi juga komitmen pada upaya mencari jalan yang dapat membawa bangsa Indonesia menuju kemakmuran.
Menurut Jokowi, Jalan Kemandirian Bangsa yang dirumuskan dalam simposium menjadi sumbangan penting bagi kita untuk menetapkan landasan pembangunan ke depan.
Secara khusus, Jokowi juga menyampaikan terima kasihnya pada Seknas Jokowi yang telah memprakarsai, mengorganisir, dan merumuskan hasil simposium.
Itulah gambaran secara umum peran Seknas Jokowi yang dimotori Yamin dan teman-teman yang dikenalnya semasa menjadi aktivis mahasiswa dalam mendukung Jokowi menjadi presiden pada Pilpres 2014.
Latar belakangnya yang politisi memudahkan langkah Yamin dan Seknas Jokowi berkomunikasi dengan partai-partai pendukung Jokowi terutama PDI-P selama kampanye memenangkan pasangan Jokowi-JK dalam laga Pilpres 2014.
Dedikasi dan semangat kerja politiknya bersama Seknas Jokowi dalam mendukung Jokowi ibarat melebihi dalam menjaga kesehatan sendiri.
Yamin memang tidak pernah surut komitmennya bersama Seknas Jokowi dan organ relawan Jokowi lainnya dalam mendukung Jokowi.
Itu pula yang seolah ingin ia tunjukkan dengan meninggalkan kita semua dalam rombongan perjalanan pulang bersama teman-temannya dari Seknas Jokowi sehabis melakukan kegiatan kampanye memenangkan Jokowi-Maaruf Amin di Jawa Barat dalam Pilpres 2019.
Kini Yamin telah tiada, ia juga tidak sempat menyaksikan kembali pelantikan Jokowi sebagai presiden periode kedua (2019-2024) yang telah diperjuangkannya, sebagaimana dulu ia bersama para relawan Jokowi dan rakyat Indonesia mengantarkan Jokowi-JK dalam iring-iringan pawai rakyat ke gerbang Istana Negara.
Sebagai penutup tulisan ini, saya ingin mengutip sebagian pesan Yamin yang ditulisnya di Facebooknya sehari sebelum meninggal dunia, “Mereka Orang Baik atau Kita yang Kurang Baik”.
“Mendukung boleh. Tapi jangan terlalu fanatik sehingga akal sehatmu tidak dipakai. Alangkah lebih baik jika engkau dukung dengan doa. Doakan Pak Jokowi dan Pak Prabowo. Jika tidak suka Pak Jokowi tidak perlu dihujat, fitnah, dihina fisik. Begitu juga sebaliknya, jika tidak suka Pak Prabowo tidak perlu dihina, dihujat atau dihina fisik. Doakan masing-masing saja. Apakah menghujat akan membuat hatimu merasa puas? Tidakkah justru akan menambah pundi-pundi dosa?”
Demikian pesan terakhir Yamin yang sarat makna untuk kita renungkan dalam menyikapi Pilpres 2019 yang diwarnai hoaks, fitnah dan ujaran kebencian, terutama di sosial media yang bisa merusak persatuan dan persaudaraan antar anak bangsa. Janganlah kita kemudian terjebak pada fanatisme buta yang mengabaikan pikiran rasional.
Dalam konteks politik saat ini, pesan ini penting untuk merajut kembali persatuan dan kesatuan kita sebagai warga bangsa.
“Jangan hanya perbedaan terus kalian nggak bisa ngopi bareng, nongkrong bareng, ngaji bareng, belanja bareng, bahkan sindir-sindiran di Sosmed. Lebih parah lagi jika putus silaturrahmi sesama saudara”.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.