Hal itu mengingat kedua layanan tersebut juga menjadi salah satu sumber pendapatan terbesar Polri untuk memenuhi target Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tahun 2019 sebesar Rp 11,79 triliun.
Kedua layanan tersebut sangat dekat dengan usia muda, karena adanya batas minimal yakni usia 16 tahun untuk membuat SIM C dan D, 17 tahun untuk SIM A, usia 20 untuk SIM B I dan II, serta usia 21 untuk SIM umum, sehingga mayoritas milenial baru pertama kali mengurus.
Demikian juga dengan pengurusan SKCK, kendati tidak dibatasi usia, namun biasanya didominasi oleh mereka yang memiliki kebutuhan untuk melanjutkan sekolah, membuat izin usaha, melamar pekerjaan maupun mendaftar sebagai aparatur sipil negara, termasuk anggota Polri. Sementara generasi sebelum milenial, cukup memperpanjang melalui layanan SIM dan SKCK keliling tanpa harus datang ke kantor.
Ironisnya, data aduan yang masuk ke Lapor.go.id periode Januari-Juni 2019 menunjukkan adanya aduan seputar pelayanan SIM dan SKCK, di antaranya ketidakjelasan waktu operasional, sistem antrean yang belum optimal, akses terhadap layanan online yang sering terhambat, ketidakjelasan prosedur perpanjangan SIM, serta dugaan masih adanya praktik percaloan.
Aduan ini serupa dengan hasil persepsi milenial di lebih dari 20 kabupaten/kota yang tersebar di 19 provinsi, di mana sebagian dari mereka menyebut mekanisme aduan di layanan publik Polri belum optimal, adanya dugaan praktik percaloan dan pungutan liar, serta masih adanya diskriminasi pelayanan (Kemitraan, 2019).
Kendala lain yang jamak dialami adalah adanya pemisahan tempat layanan yang menyebabkan publik bingung, mengingat biasanya kantor pelayanan SIM dan SKCK berada satu area dengan kantor polres.
Oleh sebab itu, perlu ada sistem pelayanan satu atap, di mana semua pelayanan berada dalam satu gedung, sehingga memudahkan pemohon menemukan kantor pelayanan dan prosesnya menjadi lebih efektif dan efisien.
Upaya lain yang diperlukan adalah pelayanan SIM dan SKCK keliling, untuk mendekatkan layanan terutama yang berada di wilayah kepulauan maupun desa. Mengingat kantor Polres biasanya berada di ibu kota kabupaten/kota dan polsek berada di kota kecamatan.
Penting juga untuk menginformasikan jadwal pelayanan SIM dan SKCK keliling agar pemohon tahu, salah satunya melalui media sosial yang digemari kaum milenial.
Terakhir, pendekatan kepada generasi yang juga sering disebut sebagai Gen-Y juga perlu dilakukan oleh Polri pada fungsi pencegahan, khususnya terkait bahaya narkoba dan lalu lintas.
Perlu diingat bahwa data Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebut adanya kenaikan pengguna narkotika di kalangan generasi muda, dari 24 menjadi 28 persen tahun 2019. Adapun data Korlantas (tahun 2014-2018) menunjukkan dari total korban kecelakaan, 57 persennya berusia milenial.
Di usianya yang semakin matang, mampukah Polri menjadi institusi rasa milenial?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.