JAKARTA, KOMPAS.com - Komnas HAM meminta Presiden Joko Widodo memprioritaskan agenda penuntasan kasus pelanggaran berat HAM masa lalu dalam pemerintahan lima tahun ke depan.
"Komnas HAM ke depannya, tentu saja akan tetap meminta kepada Jokowi soal penyelesaian kasus pelanggaran berat HAM," ujar Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara saat dihubungi Kompas.com, Senin (15/7/2019).
Desakan ini muncul lantaran Jokowi tidak menyinggung penegakkan HAM dalam pidato Presiden Terpilih 2019-2024 bertajuk Visi Indonesia yang digelar di SICC, Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Minggu (14/7/2019) kemarin.
Baca juga: Komnas HAM Kecewa Jokowi Tidak Bicara HAM dalam Pidato Visi Indonesia
Bahkan tidak ada pernyataan yang menyatakan bahwa Presiden Jokowi akan menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran berat HAM masa lalu.
Berdasarkan catatan Komnas HAM, terdapat sembilan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang belum terselesaikan.
Kesembilan kasus tersebut, yakni Peristiwa 1965/1966, Peristiwa Talangsari Lampung 1998, Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985, Peristiwa Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II, Peristiwa Kerusuhan Mei 1998 dan Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998.
Ada pula Peristiwa Wasior dan Wamena, Peristiwa Simpang KKA 3 Mei 1999 di Provinsi Aceh dan Peristiwa Rumah Geudong dan Pos Sattis lainnya di Provinsi Aceh.
Baca juga: Komnas HAM Sebut Penuntasan Kasus HAM Berat Harus Jadi Prioritas Pemerintahan Terpilih
Beka melanjutkan, presiden dan wakil presiden terpilih nanti juga harus menjawab isu-isu HAM di ranah hak sipil dan politik yang cenderung luput dari perhatian pemerintah.
Sejumlah isu HAM di ranah hak sipil dan politik tersebut, antara lain perlindungan terhadap kelompok rentan dan minoritas, kebebasan beragama dan berkeyakinan, penerapan hukuman mati, praktik penyiksaan, implementasi pengadilan HAM, pelanggaran HAM di Papua, reformasi peradilan militer serta rekonsiliasi di Aceh.
Apabila pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin tidak mampu menyelesaikan kasus pelanggaran berat HAM masa lalu, maka seluruh kasus tersebut akan tetap menjadi beban di masa depan.
Oleh sebab itu, Beka pun berharap Presiden Jokowi dapat menuntaskan seluruh utang kasus pelanggaran berat HAM seperti yang dijanjikan pada kampanye Pilpres 2014 lalu.
"Jadi artinya, ini utangnya bertambah. Ketika periode pertama itu belum selesai nanti periode selanjutnya harus selesai," kata Beka.
"Kalau 2014, mungkin kita datang dengan optimisme. Nah kalau 2019, optimisme itu menurun. Meskipun masih ada harapan tentu saja bahwa Presiden Jokowi itu akomodatif. Akomodatif seperti apa ini kemudian yang harus diperjuangkan," lanjut dia.
Baca juga: INFOGRAFIK: 5 Poin Pidato Visi Indonesia Jokowi
Sebelumnya, Joko Widodo menyampaikan pidato pertamanya sebagai presiden terpilih pada Pilpres 2019 di Sentul International Convention Center (SICC) Bogor, Minggu malam.
Dalam pidatonya, Jokowi menyebut lima tahapan besar yang akan dilakukannya bersama wakil presiden terpilih Ma'ruf Amin untuk membuat Indonesia lebih produktif, memiliki daya saing, dan fleksibilitas tinggi dalam menghadapi perubahan di dunia.
Jokowi mengutarakan apa yang akan dilakukan pada pemerintahan lima tahun ke depan, yakni pembangunan bidang infrastruktur, pembangunan SDM, mengundang investasi, reformasi birokrasi dan penggunaan APBN yang fokus serta tepat sasaran.