Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kata Yusril soal Upaya Bebaskan Tersangka Donatur Rencana Pembunuhan Wiranto hingga Yunarto

Kompas.com - 15/07/2019, 06:40 WIB
Kristian Erdianto,
Krisiandi

Tim Redaksi

Kompas TV Purnawirawan TNI Kivlan Zen Jalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya sebagai saksi tersangka kasus dugaan makar, Kivlan Zein dikonfrontasi dengan tersangka kasus dugaan aliran dana pembelian senjata api ilegal Habil Marati. Keterengan Kival Zen akan dikonfrontasi dengan keterangan Habil Marati di Ditreskrimum Polda Metro Jaya. #KivlanZen #HabilMarati

Kedua, perbuatan atau upaya untuk memisahkan suatu daerah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Kemudian, terkait penggunaan pasal makar juga dapat dilihat dengan perspektif lain, yakni tidak hanya membunuh, tapi juga membuat kepala negara tidak dapat melaksanakan tugasnya.

Oleh sebab itu, kata Yusril, memang perlu didalami lebih jauh apakah rencana pembunuhan terhadap pejabat tinggi negara seperti yang disangkakan terhadap Habil dapat dikategorikan sebagai tindak pidana makar.

Baca juga: Tersangka Penyandang Dana Rencana Pembunuhan Pejabat, Habil Marati, Akan Ajukan Penangguhan Penahanan

"Jadi, ya tentu harus didalami. Kalau yang mau dibunuh ini Pak Wiranto, Pak Tito, Pak Tjahjo, satu lagi Yunarto, itu enggak ada urusannya sama Kepala Negara. Jadi kalau mau membunuh, dia (tindakan) itu bukan makar, itu pembunuhan biasa," kata Yusril.

Perdebatan inilah yang diakui Yusril sebagai peluang ia mampu membebaskan kliennya dari segala tuduhan.

Yusril juga menekankan kepada kliennya untuk tidak berbohong mengenai perbuatannya. Menurut dia, kejujuran merupakan kunci utama nasib seseorang di mata hukum.

"Walaupun saya advokatnya Pak Habil. Tapi saya ingin supaya itu didudukkan secara proporsional. Jadi saya enggak ingin juga, walaupun orang yang didakwa di pengadilan itu punya hak ingkar, tapi saya enggak ingin juga anda (Habil) nanti jangan bohong-bohong," ujar Yusril.

Proses rekonsiliasi

Keputusan Yusril untuk menjadi kuasa hukum Habil Marati ternyata tidak hanya soal penegakan hukum, atau mencari siapa yang benar dan siapa yang salah. Yusril justru melihat kasus tersebut sebagai pintu masuk rekonsiliasi pasca-Pilpres 2019.

Tidak hanya kasus Habil Marati, tapi juga kasus Kivlan Zen dan kasus kepemilikan senjata api ilegal yang menjerat mantan Danjen Kopassus Mayjen (Purn) Soenarko.

Begitu juga dengan kasus makar pada 2016 yang menyeret nama Wakil Ketua Umum Partai Gerindra sekaligus putri Presiden RI pertama Soekarno, Rachmawati Soekarnoputri, tokoh pergerakan Sri Bintang Pamungkas, aktivis Ratna Sarumpaet, Kivlan Zen dan Adityawarman Taha.

Mereka adalah para tokoh yang secara politik berseberangan dengan Presiden Joko Widodo dan merupakan pendukung capres nomor urut 02 Prabowo Subianto.

"Nah konteks sebenarnya adalah keinginan kita untuk melakukan rekonsiliasi nasional pascapemilu khususnya pascapemilihan presiden. Dan ini merupakan suatu pengalaman yang berharga bagi bangsa kita. Kita menyelenggarakan pemilu serentak dengan segala konsekuensi politik yang terjadi sesudah itu," ujar Yusril.

Yusril menilai proses rekonsiliasi sangat penting dilakukan sebagai upaya untuk menyatukan kembali masyarakat yang terbelah akibat pilpres.

Sebagai kuasa hukum, ia mengaku akan menyarankan kepada Presiden Joko Widodo untuk memberikan amnesti dan abolisi terhadap seluruh lawan politiknya.

Baca juga: Yusril Ihza Mahendra Ungkap Alasannya Jadi Pengacara Habil Marati

Menurut Yusril pemberian amnesti atau pengampunan itu akan berdampak positif terkait proses rekonsiliasi.

Dengan begitu masyarakat akan melihat bahwa Presiden Jokowi sebenarnya tidak menginginkan perpecahan. Ia juga berharap para pejabat negara yang diduga akan dibunuh juga dapat memberikan maaf.

"Saya akan menyarankan pada Pak Presiden nanti. Pak inilah saatnya untuk Bapak memberikan amnesti dan abolisi kepada beliau-beliau ini," tutur Yusril.

"Mungkin juga Pak Wiranto, Pak Tjahjo atau Pak Tito yang mau dibunuh itu...sudahlah kita saling memafkan, rekonsiliasi. Semua dengan jiwa besar, saya pikir bangsa kita jadi bersatu kembali. luka-luka kita selesai," tambahnya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Nasional
Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Nasional
Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Nasional
MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

Nasional
Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

Nasional
PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

Nasional
Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Nasional
Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Nasional
Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Nasional
Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

Nasional
KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

Nasional
Pengamat Heran 'Amicus Curiae' Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

Pengamat Heran "Amicus Curiae" Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

Nasional
Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com