JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyesalkan langkah Presiden Joko Widodo yang memberikan grasi kepada terpidana kasus pelecehan seksual terhadap anak, Neil Bantleman.
Komisioner KPAI Putu Elvina menilai pemberian grasi terhadap eks guru Jakarta Internasional School (JIS) tak sesuai dengan komitmen pemerintah untuk melindungi anak.
"Ini menyisakan kepedihan disaat kita memiliki komitmen untul zero tolerance kekerasan terhadap anak," kata Elvina, saat dihubungi, Jumat (12/7/2019) malam.
Baca juga: Dikejar Jaksa, Guru JIS Neil Bantleman Akhirnya Serahkan Diri
Putu menyadari bahwa grasi adalah sepenuhnya wewenang Presiden. Selama napi memenuhi syarat untuk mendapat grasi, Presiden bisa memberikan pengampunan.
Kendati demikian, ia menilai pemberian grasi terhadap warga negara asing pelaku pencabulan anak bisa menjadi preseden buruk bagi perlindungan anak ke depannya.
"Saya katakan ini menjadi lembar hitam upaya perlindungan anak. Karena memang kita dari awal kasus mempunyai komitmen untuk memastikan bahwa anak indonesia terlindungi dari kejahatan seksual," kata Elvina.
Kabag Humas Ditjen Permasyarakatan Ade Kusmanto sebelumnya membenarkan Neil Bantleman telah bebas.
"Sudah bebas dari Lapas kelas 1 Cipinang tanggal 21 Juni 2019," kata Ade saat dikonfirmasi Kompas.com, Jumat (12/7/2019).
Baca juga: Mantan Terpidana Kasus Pelecehan Seksual JIS, Neil Bantleman Sudah Kembali ke Kanada
Neil dibebaskan karena mendapat grasi dari Presiden Joko Widodo berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 13/G tahun 2019 tanggal 19 juni 2019.
Kepres tersebut memutuskan berupa pengurangan pidana dari 11 tahun menjadi 5 tahun 1 bulan dan denda pidana senilai Rp 100 juta.
"Dendanya juga sudah dibayar," ungkap Ade. Neil saat ini sudah berada di negara asalnya di Kanada.