Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketua DPR Minta Presiden Kirim Surat soal Amnesti Baiq Nuril

Kompas.com - 12/07/2019, 15:37 WIB
Ardito Ramadhan,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPR Bambang Soesatyo meminta Presiden Joko Widodo segera mengirim surat terkait permohonan amnesti bagi Baiq Nuril untuk menjadi pertimbangan DPR.

Baiq Nuril merupakan guru SMAN 7 Mataram yang terjerat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, padahal dia merupakan korban pelecehan.

Bambang mengatakan, DPR berencana mulai memproses surat tersebut dalam sidang paripurna pada Selasa (16/7/2019) mendatang.

"Saya berharap surat dari Presiden bisa kami terima hari Senin, sehingga Selasa bisa kami umumkan di paripurna bahwa kami terima surat Presiden terkait dengan Baiq Nuril," kata Bambang di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (12/7/2019).

Baca juga: Jaksa Agung Minta Baiq Nuril Tak Khawatir soal Eksekusi

Bambang menuturkan, setelah surat itu diumumkan dalam sidang paripurna, DPR akan menggelar rapat di Badan Musyawarah DPR untuk menugaskan Komisi III mempertimbangkan wacana amnesti tersebut.

"Ya selesai paripurna, pada hari itu juga kami (rapat) Bamus karena ini harus cepat kita selesaikan," ujar Bambang.

Wacana amnesti terhadap Baiq Nuril memang menjadi sorotan DPR. Bambang sempat menyarankan agar Presiden mengeluarkan amnesti kepada Baiq Nuril.

"Kami dari DPR melihat kasus ini, ada baiknya Presiden bisa mempertimbangkan untuk memberikan amnesti pada Baiq Nuril," ujar Bambang.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa hingga Jumat siang ia belum menerima surat rekomendasi dari Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly terkait amnesti untuk Baiq Nuril Maqnun. 

"Belum sampai meja saya," kata Jokowi di JCC Senayan, Jakarta, Jumat siang.

Baca juga: Menkumham Rekomendasikan Jokowi Beri Amnesti ke Baiq Nuril

Kendati demikian, Jokowi memastikan segera mengambil keputusan terkait amnesti Baiq Nuril apabila surat rekomendasi dari Menkumham sudah ia terima.

"Kalau nanti sudah masuk meja saya, ada rekomendasi-rekomendasi dari kementerian-kementerian terkait, saya putuskan. Secepatnya. Akan saya selesaikan secepatnya," kata dia.

Kasus Baiq Nuril bermula saat ia menerima telepon dari Kepsek M pada 2012. Dalam perbincangan itu, M bercerita tentang hubungan badannya dengan seorang wanita yang juga dikenal Baiq. Karena merasa dilecehkan, Nuril pun merekam perbincangan tersebut.

Pada 2015, rekaman itu beredar luas di masyarakat Mataram dan membuat M geram. Kepsek itu lalu melaporkan Nuril ke polisi karena merekam dan menyebar rekaman tersebut.

Kepsek M menyebut, aksi Nuril membuat malu keluarganya. Nuril pun menjalani proses hukum hingga persidangan. Hakim Pengadilan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat memvonis bebas Nuril. Namun, jaksa mengajukan banding hingga tingkat kasasi.

Mahkamah Agung kemudian memberi vonis hukuman 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta karena dianggap melanggar Pasal 27 Ayat 1 juncto Pasal 45 ayat 1 UU Nomor 11/2008 tentang ITE.

Nuril kemudian mengajukan PK. Dalam sidang PK, MA memutuskan menolak permohonan PK Nuril dan memutus Nuril harus dieksekusi sesuai dengan vonis sebelumnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Tinjau Pasar Tumpah Mamasa, Cek Harga dan Berencana Bangun Pasar Baru

Jokowi Tinjau Pasar Tumpah Mamasa, Cek Harga dan Berencana Bangun Pasar Baru

Nasional
PKS: Selamat Bertugas Prabowo-Gibran

PKS: Selamat Bertugas Prabowo-Gibran

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Punya PR Besar karena Kemenangannya Dibayangi Kontroversi

Pengamat: Prabowo-Gibran Punya PR Besar karena Kemenangannya Dibayangi Kontroversi

Nasional
Kementerian KP Gandeng Kejagung Implementasikan Tata Kelola Penangkapan dan Budi Daya Lobster 

Kementerian KP Gandeng Kejagung Implementasikan Tata Kelola Penangkapan dan Budi Daya Lobster 

Nasional
Respons Putusan MK, Zulhas: Mari Bersatu Kembali, Kita Akhiri Silang Sengketa

Respons Putusan MK, Zulhas: Mari Bersatu Kembali, Kita Akhiri Silang Sengketa

Nasional
Agenda Prabowo usai Putusan MK: 'Courtesy Call' dengan Menlu Singapura, Bertemu Tim Hukumnya

Agenda Prabowo usai Putusan MK: "Courtesy Call" dengan Menlu Singapura, Bertemu Tim Hukumnya

Nasional
Awali Kunker Hari Ke-2 di Sulbar, Jokowi Tinjau Kantor Gubernur

Awali Kunker Hari Ke-2 di Sulbar, Jokowi Tinjau Kantor Gubernur

Nasional
'MK yang Memulai dengan Putusan 90, Tentu Saja Mereka Pertahankan...'

"MK yang Memulai dengan Putusan 90, Tentu Saja Mereka Pertahankan..."

Nasional
Beda Sikap soal Hak Angket Pemilu: PKB Harap Berlanjut, PKS Menunggu, Nasdem Bilang Tak 'Up to Date'

Beda Sikap soal Hak Angket Pemilu: PKB Harap Berlanjut, PKS Menunggu, Nasdem Bilang Tak "Up to Date"

Nasional
Bima Arya Ditunjuk PAN Jadi Kandidat untuk Pilkada Jabar 2024

Bima Arya Ditunjuk PAN Jadi Kandidat untuk Pilkada Jabar 2024

Nasional
Guru Besar UI: Ironis jika PDI-P Gabung ke Kubu Prabowo Usai Putusan MK

Guru Besar UI: Ironis jika PDI-P Gabung ke Kubu Prabowo Usai Putusan MK

Nasional
Tak Anggap Prabowo Musuh, Anies Siap Diskusi Bareng

Tak Anggap Prabowo Musuh, Anies Siap Diskusi Bareng

Nasional
Bersama Pertamax Turbo, Sean Gelael Juarai FIA WEC 2024

Bersama Pertamax Turbo, Sean Gelael Juarai FIA WEC 2024

Nasional
Tanggapi Putusan MK, KSP: Bansos Jokowi Tidak Memengaruhi Pemilih Memilih 02

Tanggapi Putusan MK, KSP: Bansos Jokowi Tidak Memengaruhi Pemilih Memilih 02

Nasional
Peringati Hari Buku Sedunia, Fahira Idris: Ketersediaan Buku Harus Jadi Prioritas Nasional

Peringati Hari Buku Sedunia, Fahira Idris: Ketersediaan Buku Harus Jadi Prioritas Nasional

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com