Oleh karena itu, kasus Galih Ginanjar tidak menggunakan pasal pelecehan seksual, melainkan dijerat dengan pasal lain terkait informasi transaksi elektronik (ITE) karena disebarkan lewat media sosial.
Pelecehan terhadap perempuan, khususnya dalam ranah seksual, bisa terjadi dengan berbagai macam cara, seperti melibatkan kontak fisik secara langsung ataupun tidak.
Akan tetapi, sistem hukum di Indonesia belum memayungi kasus-kasus pelecehan yang terjadi tanpa melibatkan sentuhan fisik.
Hal itu merujuk pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHAP) yang mendefinisikan pencabulan sebatas pada tindakan fisik secara langsung.
Baca juga: Babak Baru Kasus Video Ikan Asin dan Fakta Penetapan Tersangka Galih Ginanjar Cs
Kondisi ini menyebabkan banyak tindak pelecehan seksual yang tidak melibatkan sentuhan fisik lolos dari jerat hukum dan menyisakan perempuan sebagai korban.
“Pelecehan seksual yang tidak bersentuhan fisik atau non body contact itu sebenarnya bisa, tapi enggak ada pasalnya yang mampu memidanakan perbuatan itu,” kata Budi.
Merespons hal ini, Komnas Perempuan telah melakukan berbagai upaya, salah satunya menyusun Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dan mendesak pemerintah untuk segera mengesahkannya.
“Saya menegaskan pentingnya Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual segera disahkan agar kasus seperti ini bisa tertangani dengan baik karena kalau tidak, larinya ke ITE terus,” ujar Budi.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan