JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo mengatakan, hingga Jumat (12/7/2019) siang, ia belum menerima surat rekomendasi dari Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly terkait amnesti untuk Baiq Nuril Maqnun.
"Belum sampai meja saya," kata Jokowi di JCC Senayan, Jakarta, Jumat (12/7/2019) siang.
Kendati demikian, Jokowi memastikan segera mengambil keputusan terkait amnesti Baiq Nuril apabila surat rekomendasi dari Menkumham sudah ia terima.
"Kalau nanti sudah masuk meja saya, ada rekomendasi-rekomendasi dari kementerian-kementerian terkait, saya putuskan. Secepatnya. Akan saya selesaikan secepatnya," kata dia.
Baca juga: DPRD NTB Surati Kejari Mataram Minta Penangguhan Eksekusi Baiq Nuril
Salah satu tim advokasi kasus Baiq Nuril, Erasmus Napitulu, mengungkapkan, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly telah menandatangani surat rekomendasi pemberian amnesti.
Surat itu diteken setelah Menkumham melakukan kajian yang melibatkan sejumlah pakar hukum.
"Kemenkumham tadi pagi meminta tim kami datang ke sana juga untuk kemudian Bu Nuril bersama Menkumham menandatangani surat rekomendasi dari Menkumham terkait dengan pemberian amnesti kepada Ibu Nuril, untuk Presiden Jokowi," kata Erasmus di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Kamis (11/7/2019).
Baca juga: Minta Amnesti untuk Baiq Nuril, Perempuan Ini Baca Puisi Sambil Menangis
Erasmus yakin terbitnya surat rekomendasi dari Menkumham itu semakin menguatkan sinyal pemberian pengampunan.
Meski begitu, ia menyadari bahwa keputusan pemberian amnesti tetap berada di tangan Presiden Jokowi.
Baiq Nuril Maqnun adalah korban pelecehan seksual verbal yang divonis bui karena merekam percakapan mesum atasannya.
Kasus ini bermula saat Baiq Nuril menerima telepon dari Kepsek M pada 2012.
Dalam perbincangan itu, Kepsek M menceritakan tentang hubungan badannya dengan seorang wanita yang juga dikenal Nuril. Karena merasa dilecehkan, Nuril merekam perbincangan tersebut.
Baca juga: Terkait Kasus Baiq Nuril, DPR Siap Dukung Pemerintah
Pada 2015, rekaman itu beredar luas di masyarakat Mataram dan membuat Kepsek M geram. Kepsek lalu melaporkan Nuril ke polisi karena merekam dan menyebar rekaman tersebut.
MA lewat putusan kasasi pada 26 September 2018 menghukum Baiq Nuril 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan.
Vonis hukuman itu diberikan sesuai dengan pelanggaran Pasal 27 Ayat 1 juncto Pasal 45 Ayat 1 UU Nomor 11/2008 tentang ITE.
Belakangan, Baiq Nuril mengajukan PK, tetapi ditolak oleh MA.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.