JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa sedikit bernapas lega.
Setelah sempat menjadi polemik, kewenangan KPK dalam menyadap akhirnya dikecualikan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyadapan yang tengah dibahas di Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Wakil Ketua Baleg DPR Totok Daryanto menyampaikan bahwa seluruh ketentuan dalam draf RUU Penyadapan yang terbaru tidak akan memangkas kewenangan KPK
Sebab, ada pasal yang jelas menyatakan bahwa pelaksanaan penyadapan terhadap kasus tindak pidana korupsi yang menjadi wewenang KPK dikecualikan dalam draf RUU Penyadapan.
"RUU Penyadapan tidak akan memangkas kewenangan KPK. Sudah clear dalam draf yang kita susun," ujar Totok dalam sebuah diskusi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (9/7/2019).
Baca juga: Pimpinan Baleg DPR: Penyadapan Harus Melalui Mekanisme Ketat
Berdasarkan draf RUU Penyadapan per 2 Juli 2019, pasal 5 mengatur tiga ketentuan pelaksanaan penyadapan.
Pertama, pelaksanaan penyadapan dilakukan berdasarkan ketentuan dan proses hukum yang adil, transparan, dan bertanggung jawab.
Kedua, penyadapan wajib memperoleh penetapan pengadilan. Ketiga, pelaksanaan penyadapan dikoordinasikan oleh Kejaksaan Agung dengan lembaga peradilan.
Kemudian, berdasarkan Pasal 6 Ayat (1), pelaksanaan penyadapan dilakukan pada tahap penyidikan dan pelaksanaan putusan pengadilan.
Namun, dalam Pasal 6 Ayat (3), dinyatakan bahwa seluruh ketentuan tersebut tidak berlaku bagi pelaksanaan penyadapan yang dilakukan oleh KPK.
Adapun ketentuan pelaksanaan penyadapan mencakup pada kasus korupsi yang menjadi kewenangan Polri dan Kejaksaan, perampasan kemerdekaan atau penculikan, perdagangan orang, penyeludupan.
Kemudian, pencucian dan/atau pemalsuan uang, psikotropika dan/atau narkotika, penambangan tanpa izin, penangkapan ikan tanpa izin, kepabeanan dan perusakan hutan.
Hal ini berbeda dengan draf I RUU Penyadapan yang dibuat pada 20 September 2018. KPK lantas bereaksi terhadap draf rancangan tersebut.
Baca juga: Anggota Komisi III Tak Sepakat KPK Dikecualikan Dalam RUU Penyadapan
Ketua KPK Agus Rahardjo berharap, RUU Penyadapan tidak mengubah kewenangan KPK dalam menyadap.
Agus menyampaikan, saat ini KPK memiliki kewenangan melakukan penyadapan dalam setiap tahapan penegakan hukum, yakni tahap penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.
Ketentuan itu diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang KPK.
Agus juga berharap ketentuan kewenangan penyadapan oleh KPK dalam RUU Penyadapan tidak berbeda dengan ketentuan yang diatur UU KPK.
"KPK berhak melakukan penyadapan pada setiap tahap apakah itu tahap penyelidikan, penyidikan maupun penuntutan sekarang kan berlaku begitu," kata Agus di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (12/2/2018).
Tak sepakat
Kendati demikian, Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Nasdem Taufiqulhadi tak sepakat jika KPK dikecualikan dalam RUU Penyadapan.
Taufiqulhadi berpendapat, seharusnya kewenangan KPK dalam melakukan penyadapan juga diatur secara ketat, seperti halnya Kepolisian dan Kejaksaan.
"Kalau KPK ini tidak diatur menurut saya berbahaya sekali. Sekarang ini diaudit saja susah. Kita tidak tahu sama sekali tentang KPK," ujar Taufiqulhadi.
Menurut dia, kewenangan penyadapan oleh KPK juga harus diatur dalam RUU Penyadapan. Dengan begitu, akan berlaku pula mekanisme pengawasan terhadap kewenangan tersebut.
Sementara itu, saat ini tidak ada lembaga eksternal yang mengawasi kewenangan KPK dalam menyadap.
Politisi Partai Nasdem itu mengatakan, sebuah lembaga yang kewenangannya tidak diatur dalam UU cenderung akan bergerak tanpa pengawasan yang ketat.
"Akhirnya mereka saling mengawasi. Pimpinan diawasi oleh wadah pegawai. Sebuah lembaga yang wewenangnya tidak diatur cenderung akan bergerak sendiri dan tergelincir," ucap dia.
Baca juga: Ini Rekomendasi Komnas HAM Terkait RUU Penyadapan
Hal senada diungkapkan anggota Komisi III dari Fraksi PDI-P, Masinton Pasaribu. Masinton menyampaikan bahwa saat ini pelaksanaan penyadapan KPK diatur melalui standar operasional prosedur (SOP) internal.
Menurut Masinton, kewenangan KPK dalam menyadap seharusnya diatur dalam peraturan setingkat undang-undang.
Hal itu, kata dia, diperkuat putusan Mahakmah Konstitusi atas judicial review Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) pada tahun 2010.
Dalam putusan tersebut, MK menyatakan bahwa mekanisme penyadapan harus diatur dalam undang-undang.
"Selama ini kewenangan menyadap KPK yang hanya diatur oleh SOP. Di UU KPK diberikan kewenangan menyadap tapi peraturan teknis turunan tidak diatur dalam suatu peraturan," kata Masinton.
"Putusan MK tahun 2010 saat JR (judicial review) UU ITE menyatakan bahwa penyadapan harus diatur dalam UU. Maka mekanisme penyadapan aturannya harus jelas," ucap dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.