Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggota Komisi III Tak Sepakat KPK Dikecualikan dalam RUU Penyadapan

Kompas.com - 09/07/2019, 17:47 WIB
Kristian Erdianto,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Nasdem Taufiqulhadi tak sepakat jika Komisi Pemberantasan Korupsi dikecualikan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyadapan.

Taufiqulhadi berpendapat seharusnya kewenangan KPK dalam melakukan penyadapan seharusnya juga diatur secara ketat, seperti halnya Kepolisian dan Kejaksaan.

"Kalau KPK ini tidak diatur menurut saya berbahaya sekali. Sekarang ini diaudit saja susah. Kita tidak tahu sama sekali tentang KPK," ujar Taufiqulhadi dalam sebuah diskusi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (9/7/2019).

Baca juga: Ini Rekomendasi Komnas HAM Terkait RUU Penyadapan

Menurut Taufiqulhadi, kewenangan penyadapan oleh KPK juga harus diatur dalam RUU Penyadapan. Dengan begitu akan berlaku pula mekanisme pengawasan terhadap kewenangan tersebut.

Sementara, saat ini tidak ada lembaga eksternal yang mengawasi kewenangan KPK dalam menyadap.

Politisi Partai Nasdem itu mengatakan, sebuah lembaga yang kewenangannya tidak diatur dalam UU, cenderung akan bergerak tanpa pengawasan yang ketat.

"Akhirnya mereka saling mengawasi. Pimpinan diawasi oleh wadah pegawai. Sebuah lembaga yang wewenangnya tidak diatur cenderung akan bergerak sendiri dan tergelincir," ucapnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh anggota Komisi III dari Fraksi PDI-P Masinton Pasaribu. Masinton menuturkan bahwa saat ini pelaksanaan penyadapan KPK diatur melalui standar operasional prosedur (SOP) internal.

Menurut Masinton, kewenangan KPK dalam menyadap seharusnya diatur dalam peraturan setingkat undang-undang.

Hal itu juga diperkuat oleh putusan Mahakmah Konstitusi atas judicial review Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) pada tahun 2010.

Dalam putusan tersebut MK menyatakan bahwa mekanisme penyadapan harus diatur dalam undang-undang.

"Selama ini kewenangan menyadap KPK yang hanya diatur oleh SOP. Di UU KPK diberikan kewenangan menyadap tapi peraturan teknis turunan tidak diatur dalam suatu peraturan," kata Masinton.

"Putusan MK tahun 2010 saat JR (judicial review) UU ITE menyatakan bahwa penyadapan harus diatur dalam UU. Maka mekanisme penyadapan aturannya harus jelas," tutur dia.

Berdasarkan draf RUU Penyadapan per 2 Juli 2019, pasal 5 mengatur tiga ketentuan pelaksanaan penyadapan.

Pertama, pelaksanaan penyadapan dilakukan berdasarkan ketentuan dan proses hukum yang adil, transparan, dan bertanggung jawab. Kedua, penyadapan wajib memperoleh penetapan pengadilan.

Dan ketiga, pelaksanaan penyadapan dikoordinasikan oleh Kejaksaan Agung dengan lembaga peradilan.

Baca juga: Wakil Ketua Baleg DPR: Penyadapan oleh KPK Dikecualikan dalam RUU Penyadapan

Kemudian Pasal 6 ayat (1) menyatakan, pelaksanaan penyadapan dilakukan pada tahap penyidikan dan pelaksanaan putusan pengadilan.

Namun, dalam pasal 6 ayat (3), dinyatakan bahwa seluruh ketentuan tersebut tidak berlaku bagi pelaksanaan penyadapan yang dilakukan oleh KPK.

Adapun, ketentuan pelaksanaan penyadapan mencakup pada kasus korupsi yang menjadi kewenangan Polri dan Kejaksaan, perampasan kemerdekaan atau penculikan, perdagangan orang, penyeludupan, pencucian dan/atau pemalsuan uang, psikotropika dan/atau narkotika, penambangan tanpa izin, penangkapan ikan tanpa izin, kepabeanan dan perusakan hutan.

Kompas TV Tersangka dugaan suap jual beli jabatan di Kementerian Agama, Romahurmuziy mencabut gugatannya tekait status tersangka dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Permohonan pencabutan disampaikan kuasa hukum Romi, Maqdir Ismail yang dituliskan melalui surat. Surat disampaikan kepada Hakim Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Agus Widodo. Meski demikian dalam pembacaan putusan hakim tunggal Agus Widodo menolak permohonan praperadilan Romi dengan alasan gugatan penyadapan masuk ke dalam pokok perkara bukan objek praperadilan. #Romahurmuziy #Praperadilan #SuapJabatan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com