JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Nasdem Taufiqulhadi tak sepakat jika Komisi Pemberantasan Korupsi dikecualikan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyadapan.
Taufiqulhadi berpendapat seharusnya kewenangan KPK dalam melakukan penyadapan seharusnya juga diatur secara ketat, seperti halnya Kepolisian dan Kejaksaan.
"Kalau KPK ini tidak diatur menurut saya berbahaya sekali. Sekarang ini diaudit saja susah. Kita tidak tahu sama sekali tentang KPK," ujar Taufiqulhadi dalam sebuah diskusi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (9/7/2019).
Baca juga: Ini Rekomendasi Komnas HAM Terkait RUU Penyadapan
Menurut Taufiqulhadi, kewenangan penyadapan oleh KPK juga harus diatur dalam RUU Penyadapan. Dengan begitu akan berlaku pula mekanisme pengawasan terhadap kewenangan tersebut.
Sementara, saat ini tidak ada lembaga eksternal yang mengawasi kewenangan KPK dalam menyadap.
Politisi Partai Nasdem itu mengatakan, sebuah lembaga yang kewenangannya tidak diatur dalam UU, cenderung akan bergerak tanpa pengawasan yang ketat.
"Akhirnya mereka saling mengawasi. Pimpinan diawasi oleh wadah pegawai. Sebuah lembaga yang wewenangnya tidak diatur cenderung akan bergerak sendiri dan tergelincir," ucapnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh anggota Komisi III dari Fraksi PDI-P Masinton Pasaribu. Masinton menuturkan bahwa saat ini pelaksanaan penyadapan KPK diatur melalui standar operasional prosedur (SOP) internal.
Menurut Masinton, kewenangan KPK dalam menyadap seharusnya diatur dalam peraturan setingkat undang-undang.
Hal itu juga diperkuat oleh putusan Mahakmah Konstitusi atas judicial review Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) pada tahun 2010.
Dalam putusan tersebut MK menyatakan bahwa mekanisme penyadapan harus diatur dalam undang-undang.
"Selama ini kewenangan menyadap KPK yang hanya diatur oleh SOP. Di UU KPK diberikan kewenangan menyadap tapi peraturan teknis turunan tidak diatur dalam suatu peraturan," kata Masinton.
"Putusan MK tahun 2010 saat JR (judicial review) UU ITE menyatakan bahwa penyadapan harus diatur dalam UU. Maka mekanisme penyadapan aturannya harus jelas," tutur dia.
Berdasarkan draf RUU Penyadapan per 2 Juli 2019, pasal 5 mengatur tiga ketentuan pelaksanaan penyadapan.
Pertama, pelaksanaan penyadapan dilakukan berdasarkan ketentuan dan proses hukum yang adil, transparan, dan bertanggung jawab. Kedua, penyadapan wajib memperoleh penetapan pengadilan.
Dan ketiga, pelaksanaan penyadapan dikoordinasikan oleh Kejaksaan Agung dengan lembaga peradilan.
Baca juga: Wakil Ketua Baleg DPR: Penyadapan oleh KPK Dikecualikan dalam RUU Penyadapan
Kemudian Pasal 6 ayat (1) menyatakan, pelaksanaan penyadapan dilakukan pada tahap penyidikan dan pelaksanaan putusan pengadilan.
Namun, dalam pasal 6 ayat (3), dinyatakan bahwa seluruh ketentuan tersebut tidak berlaku bagi pelaksanaan penyadapan yang dilakukan oleh KPK.
Adapun, ketentuan pelaksanaan penyadapan mencakup pada kasus korupsi yang menjadi kewenangan Polri dan Kejaksaan, perampasan kemerdekaan atau penculikan, perdagangan orang, penyeludupan, pencucian dan/atau pemalsuan uang, psikotropika dan/atau narkotika, penambangan tanpa izin, penangkapan ikan tanpa izin, kepabeanan dan perusakan hutan.