JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Mohammad Choirul Anam mengatakan, saat ini pihaknya telah melakukan kajian mendalam terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyadapan.
Anam menyebut ada beberapa poin yang menjadi atensi pihaknya mengenai RUU Penyadapan tersebut. Menurutnya, dilihat dari tata kelola dalam penyadapan perlu dilakukan penekanan mengenai makna dari penyadapan itu sendiri.
"Dalam konteks penegakan hukum, harus dilakukan tanpa diskriminasi. Tidak boleh ada keistimewaan," tegas Anam saat ditemui di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Selasa (9/7/2019).
Baca juga: Komnas HAM Minta DPR Pastikan Materi RUU Penyadapan Sesuai dengan Prinsip HAM
Anam juga menegaskan bahwa dalam penyadapan, penyidik harusnya berhubungan langsung dengan pengadilan. Dalam artian perizinan dan penyerahan bukti penyadapan ke pengadilan.
"Setting di RUU Penyadapan ini ada tahap di mana penyidik harus meminta izin kepada pengawas internal. Padahal, tidak semua penyidik bersifat terbuka. Jadi, hubungannya bukan penyidik kepada lembaga pemantau internal, melainkan langsung kepada pengadilan," ungkap Anam.
Baca juga: KPK Serahkan Usulan Teknis Penyadapan ke DPR
Selain itu, Anam juga mempertanyakan terkait kelebihan perolehan informasi saat penyadapan. Menurutnya, siapa yang bertangungjawab pun masih belum bisa ditentukan.
Sebab, lanjut Anam, saat ini masih belum jelas bagaimana mekanisme pemulihan jika penyadapan yang dilakukan ternyata tidak membuktikan apa pun. Ia mempertanyakan terkait spesifikasi pemulihan dan kerahasiaan dalam hal tersebut.
"Siapa yang harus bertanggungjawab ketika hanya butuh sekian detik informasi dari penyadapan. Sementara lama waktu penyadapan misalkan selama 1 bulan dan memperoleh informasi berlebih yang bahkan mungkin tidak dibutuhkan. Bagaimana nanti pemulihannya," ujar Anam.
Baca juga: Sebelum UU Penyadapan, Seharusnya Ada Aturan Hak Data Pribadi
Anam juga menyebutkan terkait penyadapan bahwa tidak perlu menyebarluaskan informasi terkait substansi kasus yang sedang diproses. Hal ini bertujuan untuk menjaga privasi orang sesuai dengan yang berlaku dalam Hak Asasi Manusia.
"Tidak perlu menginformaikan substansi kasusnya, cukup background-nya saja. Tidak perlu memberitahukan nama, cukup nomor yang bersangkutan saja," tegas Anam.