Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MA dalam Perkara Baiq Nuril, Dituduh Malaadministrasi hingga Beri Masukan Amnesti

Kompas.com - 09/07/2019, 10:22 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Agung (MA) telah menolak peninjauan kembali (PK) Baiq Nuril dalam kasus perekaman ilegal. Meskipun, Nuril merupakan korban yang merekam upaya pelecehan seksual yang dialaminya.

Atas putusan tersebut, Baiq Nuril dijatuhi hukuman 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan.

Putusan MA menjadi perhatian publik karena dinilai tak mempertimbangkan posisi Baiq Nuril dalam kasus tersebut yang mendapat pelecehan seksual secara verbal dari Muslim atau mantan kepala sekolah SMAN 7 Mataraman, tempat Baiq bekerja.

Beberapa pihak menilai ada kejanggalan dalam putusan MA tersebut seperti malaadministrasi, namun MA tetap membenarkan mekanisme proses hukum yang dilakukan.

Seperti apa polemik yang tertuju kepada MA dan respons yang diberikan lembaga yudikatif itu? Berikut paparannya:

MA dituduh malaadministrasi

Ombudsman menilai, ada indikasi malaadministrasi yang dilakukan MA dalam memutus kasus Baiq Nuril.

MA diduga mengesampingkan Peraturan MA Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum.

Anggota Ombudsman Ninik Rahayu mengatakan, dalam peraturan MA tersebut ada dimensi kekerasan berbasis gender yang mestinya dipertimbangkan hakim dalam memutus kasus Baiq Nuril.

Ninik menilai, hakim MK tak mempertimbangkan pedoman tersebut sehingga Nuril yang sedianya berstatus korban malah dijadikan tersangka.

"Setidaknya ada penyalahgunaan wewenang, dan penyimpangan prosedur dalam penanganan kasus ini," ujar Ninik saat ditemui di Cikini, Jakarta, Minggu (7/7/2019).

Baca juga: MA Disebut Berpotensi Maladministrasi dalam Memutus Kasus Baiq Nuril

Tak pakai aturan sendiri

Senada dengan itu, Komnas Perempuan menyayangkan MA yang mengabaikan aturannya sendiri saat memutus perkara Nuril.

Menurut Komisioner Komnas Perempuan, Sri Nurherwati, seharusnya MA menggunakan peraturan tersebut terhadap perempuan dalam segala situasi, bukan hanya sebagai korban.

"Perma ini harus digunakan baik sebagai saksi, korban, dan ketika dia duduk sebagai terdakwa artinya perma ini seharusnya dilakukan untuk segala situasi bukan hanya sebagai korban," kata Sri saat ditemui di Gedung Komnas Perempuan, Jakarta, Senin (8/7/2019).

Baca juga: Kasus Baiq Nuril, Komnas Perempuan Sayangkan MA Tak Gunakan Aturan Sendiri

Pembelaan Mahkamah Agung

Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Andi Samsan Nganro saat jumpa pers di Gedung MA, Senin (8/7/2019). KOMPAS.com/Haryantipuspasari Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Andi Samsan Nganro saat jumpa pers di Gedung MA, Senin (8/7/2019).
Tuduhan Ombusman dan Komnas Perempuan dibantah oleh Mahkamah Agung melalui Juru Bicara MA, Andi Samsan Nganroh.

Andi mengatakan, dalam peraturan MA tersebut, perempuan yang sedang berhadapan dengan hukum adalah mereka yang berstatus sebagai korban, saksi, dan pihak terkait.

Sementara itu, dalam kasus ini Andi menilai bahwa Baiq dalam posisi terdakwa, atau bukan korban.

"Dalam peraturan MA yang dimaksud dengan perempuan berhadapan dengan hukum adalah perempuan yang berkonflik dengan hukum, perempuan sebagai korban, perempuan sebagai saksi, atau perempuan sebagai pihak," ujar dia.

"Nah, di dalam perkara yang kita sebutkan tadi, ini berproses yang sampai PK ditolak itu, terdakwa disini (Baiq Nuril) perempuan sebagai terdakwa bukan sebagai korban," kata dia.

Baca juga: Dinilai Malaadministrasi dalam Kasus Baiq Nuril, Jubir MA Bilang Itu Tak Berdasar

Persepsi berbeda

MA menilai banyak masyarakat yang keliru ketika menanggapi perkara Baiq Nuril yang peninjauan kembalinya telah diputus oleh MA.

Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Abdullah mengatakan, kekeliruan itu adalah kasus pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik dicampurkan dengan kasus pelecehan seksual.

Padahal, dua kasus tersebut dalam dua perkara yang berbeda.

"Ada beberapa kekeliruan yang viral, seperti tindak pidana ITE dan kasus pelecehan seksual yang dicampur aduk, itu adalah dua perkara berbeda yang harus dipisah,'' ujar Abdullah di Gedung MA, Jakarta, Senin (8/7/2019), dikutip dari Antara.

Abdullah menjelaskan, perkara yang diadili dan telah diputus inkrah oleh MA terkait dengan Undang-Undang ITE mengenai penyebaran konten berupa rekaman pembicaraan.

Baiq Nuril merupakan terdakwa dalam kasus pelanggaran UU ITE karena terbukti menyebarluaskan informasi yang dalam telepon selulernya terkait pihak lain dan dianggap merugikan.

''Mau diapakan rekaman itu, itulah tipu muslihatnya. Kenapa orang lain sampai tahu ada rekaman itu, itulah yang harus dipertanyakan karena berarti ada penyebaran informasi,'' kata Abdullah.

Baca juga: MA Sebut Ada Kekeliruan yang Viral dalam Perkara Baiq Nuril

Masukan amnesti

Menkumham Yasonna Laoly (kiri) berbincang bersama Anggota DPR fraksi PDI Perjuangan Rieke Diah Pitaloka (kanan) dan Terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Baiq Nuril (tengah) usai melakukan pertemuan bersama di Kemenkumham, Jakarta, Senin (8/7/2019). Dalam pertemuan tersebut Yasonna Laoly mengatakan pihaknya tetap menghormati keputusan Mahkamah Agung yang menolak peninjauan kembali yang dilayangkan Baiq Muril meski kini tengah menyusun pendapat hukum terkait wacana amnesti kepada Nuril. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/ama. ANTARA FOTO/MUHAMMAD ADIMAJA Menkumham Yasonna Laoly (kiri) berbincang bersama Anggota DPR fraksi PDI Perjuangan Rieke Diah Pitaloka (kanan) dan Terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Baiq Nuril (tengah) usai melakukan pertemuan bersama di Kemenkumham, Jakarta, Senin (8/7/2019). Dalam pertemuan tersebut Yasonna Laoly mengatakan pihaknya tetap menghormati keputusan Mahkamah Agung yang menolak peninjauan kembali yang dilayangkan Baiq Muril meski kini tengah menyusun pendapat hukum terkait wacana amnesti kepada Nuril. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/ama.
MA tetap menghormati setiap langkah yang akan dilakukan Baiq Nuril dan tim hukumnya. Adapun, MA juga memberikan masukan amnesti yang ingin diajukan oleh Baiq ke Presiden Joko Widodo.

Andi Samsan Nganroh mengatakan, dalam Pasal 14 Undang-Undang Dasar 1945 Ayat 2, amnesti dan abolisi merupakan kewenangan presiden selaku kepala negara. 

"Ayat 2 berbunyi, permohonan amnesti dan abolisi juga menjadi kewenangan presiden RI selaku kepala negara," kata Andi saat ditemui di Media Center Mahkamah Agung, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Senin (8/7/2019).

Kendati demikian, menurut Andi, untuk memutuskan pemberian amnesti, Presiden sedianya lebih dulu mendengar pendapat dari DPR RI.

"Sebelum Presiden memutuskan apakah akan dikabulkan atau ditolak amnesti itu terlebih dulu mendengar atau memperhatikan dari pendapat atau pertimbangan dari DPR," ujar Andi. 

Baca juga: MA: Jika Baiq Nuril Ajukan Amnesti, Presiden Perlu Dengar Pertimbangan DPR

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com