Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Amnesty Pertanyakan Kasus Novel Belum Juga Ada Tersangka, apalagi Auktor Intelektualis

Kompas.com - 09/07/2019, 08:54 WIB
Devina Halim,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengaku masih menunggu hasil investigasi Tim Gabungan Pencari Fakta dalam kasus penyerangan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan.

TGPF Novel Baswedan tersebut memiliki tenggat waktu bekerja yang jatuh pada 7 Juli 2019 atau enam bulan sejak dibentuk.

Namun, hingga berakhirnya masa tugas tim tersebut, Usman mengatakan belum mendengar hasilnya.

"Yang pasti hingga hari ini belum ada juga pelaku yang ditetapkan sebagai tersangka, apalagi auktor intelektualis yang ditetapkan sebagai tersangka," ujar Usman saat ditemui di Gedung Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (8/7/2019).

Amnesty Internasional Indonesia tetap mendesak TGPF Novel Baswedan mengusut kasus tersebut hingga tuntas dan menyampaikan hasilnya kepada publik.

Adapun, mandat tim tersebut adalah melaporkan hasil investigasi kepada Kapolri. Namun, Usman mengatakan bahwa tim dapat mengungkapkan hasilnya kepada publik bersama Kapolri.

Baca juga: Saat Istana, Menko Polhukam, hingga Kapolri Bungkam soal TGPF Kasus Novel

Kendati demikian, Usman mengatakan bahwa pihaknya tetap mendesak adanya tim investigasi yang independen dan melibatkan berbagai pihak, termasuk unsur masyarakat.

"Masih diperlukan adanya tim independen dalam pengertian di luar Polri dan bisa merujuk pada tim terdahulu seperti tim pencari fakta kasus Munir," kata dia.

Akan tetapi, Usman berpandangan bahwa koalisi masyarakat sipil atau lembaga swadaya masyarakat yang sejak awal mengadvokasi kasus ini tidak tergabung dalam tim independen tersebut.

Menurut dia, koalisi masyarakat sipil perlu menjalankan tugasnya sebagai kontrol sosial terhadap tugas-tugas Kepolisian RI.

"Memang sebaiknya ada semacam check and balances, ada keseimbangan, ada pengawasan untuk saling mengingatkan juga bahwa tugas utama dari kasus Novel ada pada kepolisian. Koalisi masyarakat sipil lebih berfungsi untuk menjalankan kontrol sosial agar mereka bisa menjalankan tugasnya secara profesional, modern. dan terpercaya," ucap Usman.

Tanggapan Mabes Polri

Ditemui terpisah, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo tidak banyak berkomentar terkait berakhirnya masa kerja tim gabungan untuk kasus Novel tersebut.

Dedi mengatakan bahwa hal itu akan dijelaskan oleh pihak Polda Metro Jaya.

"Soalnya tim intinya kan dari Polda Metro, nanti Polda Metro yang menjelaskan," tutur Dedi di Gedung Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin.

Sementara itu, terkait kritik dari koalisi masyarakat sipil yang menilai tim tersebut gagal, Dedi mengatakan bahwa proses penanganan kasus tersebut masih berjalan.

"Itu kan pendapatnya dia, tetap proses tetap berjalan," ujarnya.

Baca juga: Ditanya soal Berakhirnya Tim Gabungan Kasus Novel, Kapolri Bilang Tanya Kadiv Humas

Tim gabungan dibentuk pada 8 Januari 2019 oleh Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian berdasarkan Surat Keputusan nomor: Sgas/3/I/HUK.6.6/2019.

Tim ini beranggotakan 65 orang dari berbagai unsur, di antaranya praktisi yang menjadi tim pakar, internal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), serta unsur kepolisian yang mendominasi anggota tim. Tenggat waktu kerja yaitu jatuh pada 7 Juli 2019 atau enam bulan sejak dibentuk.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Nasional
Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Nasional
Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Nasional
Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Nasional
Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Nasional
Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Nasional
Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com