JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan menyesalkan putusan Mahkamah Agung yang menolak permohonan peninjauan kembali (PK) Baiq Nuril Maknun.
Ia mengusulkan komisi hukum DPR menunda pembahasan anggaran MA.
"Saya mengajak teman-teman di Komisi III, untuk menunda pembahasan Anggaran Mahkamah Agung, sampai dengan DPR memperoleh informasi resmi terkait dengan tragedi kemanusiaan yang dihadirkan oleh Mahkamah Agung ini dapat diklarifikasikan ke kami," kata Arteria dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (6/7/2019).
Baca juga: Soal Eksekusi Baiq Nuril, Ini Komentar Jaksa Agung
Arteria menilai, putusan PK yang membuat Baiq Nuril tetap dihukum 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta itu sangat tidak adil bagi Baiq Nuril yang sebenarnya merupakan korban pelecehan seksual.
"Terlepas dari substansi perkara, saya menilai bahwa Mahkamah Agung telah gagal di dalam menjadikan dirinya sebagai benteng terakhir para pencari keadilan," kata politisi PDI-P ini.
Arteria menilai, MA seperti menara gading yang terkesan terlampau jauh serta sangat berjarak dengan kehidupan rakyat.
Baca juga: MA Tolak PK Baiq Nuril, Jaksa Agung Harap Tak Ada Lagi Tuduhan Kriminalisasi
Hakim MA pemeriksa perkara a quo memiliki perspektif berbeda dengan nilai sosial kemasyarakatan yang ada.
"Putusan ini kan jelas mendeklarasikan bahwa Baiq Nuril adalah pelaku kriminal, bukan korban. Dimana nurani mereka yang mengaku-ngaku sebagai wakil Tuhan di dunia?" kata dia.
Arteria juga menilai MA telah melampaui kewenangannya berdasarkan Undang-Undang.
Terlepas fakta benar salah, MA sebagai judex juris seharusnya tidak berwenang memeriksa fakta, apalagi menyusun sendiri fakta hukum yang berbeda.
Bahkan menjatuhkan putusan yang lebih berat dari pengadilam sebelumnya.
"Sekalipun ada penyebaran informasi, dalam fakta persidangan kan terbukti secara sempurna bahwa bukan Baiq Nuril penyebarnya," kata dia.
Baca juga: Baiq Nuril, dari Vonis Bebas hingga Berharap Amnesti Jokowi...
Kasus ini bermula saat Baiq Nuril menerima telepon dari Kepsek M pada 2012.
Dalam perbincangan itu, Kepsek M menceritakan tentang hubungan badannya dengan seorang wanita yang juga dikenal Nuril. Karena merasa dilecehkan, Nuril merekam perbincangan tersebut.
Pada 2015, rekaman itu beredar luas di masyarakat Mataram dan membuat Kepsek M geram. Kepsek lalu melaporkan Nuril ke polisi karena merekam dan menyebar rekaman tersebut.