Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Herzaky Mahendra Putra
Pemerhati Politik

Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra. Mahasiswa Program Doktoral Unair

Selamat Datang 2024!

Kompas.com - 05/07/2019, 15:26 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PEMILIHAN Presiden 2019 telah berakhir. Mahkamah Konstitusi telah memutus bahwa gugatan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tidak dikabulkan alias mengesahkan terpilihnya Jokowi-Ma'ruf dalam kontestasi Pilpres 2019.

Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi pun telah membubarkan diri sehari setelah putusan Mahkamah Konstitusi keluar. Ucapan selamat datang presiden terpilih 2019-2024 pun bertebaran di berbagai media arus utama ataupun media sosial.

Dengan terpilihnya kembali Joko Widodo selaku Presiden RI, kita dapat mengucapkan selamat tinggal kepada rivalitas klasik Jokowi-Prabowo yang terjadi dua kali berturut-turut: 2014 dan 2019.

Duel el classico ini tidak akan terulang karena berdasarkan konstitusi, Jokowi tidak mungkin maju lagi selaku capres. Prabowo masih memungkinkan maju lima tahun lagi meskipun ini masih menjadi tanda tanya besar bagi para pendukungnya.

Tanpa keberadaan petahana, kontestasi pada 2024 pun menjadi pertarungan terbuka. Tidak ada kontestan yang lebih diunggulkan karena lebih berpengalaman dan sudah menunjukkan seperti apa kinerjanya sebagai presiden.

Baca juga: INFOGRAFIK: 15 Kandidat Potensial Capres 2024, Siapa Saja?

Semua kontestan yang akan bertarung sama-sama memulai dari awal. Kompetisi memperebutkan panggung Pilpres 2024 bisa dikatakan telah resmi dimulai sejak pasca-Pilpres 2019 ini. Kita pun dapat mengucapkan, selamat datang 2024!

Lalu, apa sajakah jalur yang memungkinkan untuk menuju kontestasi 2024? Dan, siapakah calon-calon potensial dari tiap jalur?

Bung Karno pernah mengucapkan, jasmerah. Jangan sekali-kali melupakan sejarah. Dengan mempelajari sejarah, kita dapat memprediksi masa depan.

Jalur apa saja yang pernah dijalani para presiden Indonesia sebelum mengemban amanah sebagai orang nomor satu di Indonesia? Jalur menuju 2024 pun sepertinya tidak bakal bergeser dari jalur yang pernah dilalui para tokoh bangsa yang pernah menjabat sebagai presiden di republik ini.

Pemimpin daerah

Jalur pertama menuju 2024 adalah jalur pemimpin daerah. Jalur pemimpin daerah ini sebenarnya merupakan jalur umum yang digunakan bagi para calon presiden di Amerika Serikat.

Baca juga: Unggah Foto Bersama Ganjar Pranowo, Ridwan Kamil Bantah Terkait Pilpres 2024

Sebelum periode Donald Trump dan Barack Obama, berturut-turut dua presiden Amerika Serikat berasal dari jenjang pemimpin daerah. Tepat sebelum Obama, ada George W Bush Jr, presiden ke-43 AS periode 2001-2009. Sebelum menjadi presiden AS, Bush adalah Gubernur Texas 1995-2000.

Lalu, ada Bill Clinton, presiden ke-42 AS, yang menduduki jabatan sebagai presiden 1993-2001. Clinton sebelumnya adalah Gubernur Arkansas 1983-1992.

Untuk Indonesia, baru Jokowi yang berhasil menapak ke jenjang pemimpin nasional dari jalur kepala daerah. Berawal dari Wali Kota Solo dua periode, Jokowi diusung PDI-P dan Gerindra sebagai calon gubernur DKI Jakarta 2012 melawan petahana, Fauzi Bowo.

Jokowi berhasil masuk ke putaran kedua dan mengalahkan calon petahana di putaran akhir sehingga terpilih sebagai Gubernur Jakarta 2012-2017.

Sejak Jokowi menjadi Gubernur Jakarta, eskalasi ekspose publik kepadanya meningkat drastis. Bukan saja karena posisinya selaku kepala daerah dari ibu kota negara ini, melainkan adanya dukungan secara masif dari media massa yang meliput hampir tiap gerak-gerik harian Jokowi.

Belum genap dua tahun menjabat sebagai Gubernur Jakarta, Jokowi diusung PDI-P selaku calon presiden di Pilpres 2014. Jokowi bertarung melawan Prabowo, sosok yang sebelumnya ikut membuka jalan Jokowi bertarung di Pilkada Jakarta 2012.

Jokowi, yang sebelum menjadi Gubernur Jakarta di 2012 hampir tidak pernah terekspos secara nasional, bisa mengalahkan Prabowo, yang sudah lebih dari satu dekade mendapat panggung nasional sejak mendirikan Partai Gerindra.

Jalan yang diretas Jokowi ini sangat mungkin menjadi salah satu jalan utama bagi siapa pun yang ingin menapak ke tangga posisi orang nomor satu di negeri ini.

Menuju 2024, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, misalnya, saat ini memiliki keuntungan lebih dibandingkan kepala-kepala daerah lain.

Anies memang belum menjadi media darling laiknya Jokowi ketika dulu menjabat Gubernur Jakarta. Akan tetapi, apa yang dilakukan Anies dengan mudah diketahui publik karena berada di ibu kota negara.

Berturut-turut setelah Anies, ada Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.

Ganjar sudah memasuki periode keduanya sehingga tentu apa yang dilakukannya sudah lebih bisa dirasakan publik: berasal dari partai pemenang pemilu dua periode berturut-turut (PDI-P) dan memiliki relasi cukup baik dengan media massa. Keberhasilan PDI-P dan Jokowi menguasai Jawa Tengah sedikit banyak karena ada peran Ganjar di situ.

Khofifah memang baru menjabat sebagai gubernur. Namun, sosoknya sudah dikenal luas secara nasional sejak era Abdurrahman Wahid atau Gus Dur menjadi Presiden RI.

Khofifah sudah dua kali menjadi menteri. Ia juga punya akar cukup kuat di kalangan perempuan NU. Sosok pemimpin perempuan bisa menjadi nilai plus Khofifah di kontestasi pilpres ke depan.

Adapun Ridwan Kamil patut diperhitungkan karena memimpin provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak se-Indonesia dan cukup dikenal publik nasional.

Meski demikian, Ridwan Kamil masih perlu menyesuaikan pola kepemimpinan di level gubernur dan membuktikan mampu sukses di tingkat provinsi setelah sebelumnya sukses sebagai Wali Kota Bandung.

Tiga nama di luar Jawa yang perlu dipantau adalah Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi, yang juga mantan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat.

Ada pula Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah. Nurdin pernah sukses selaku Bupati Bantaeng dua periode berturut-turut dan sarat penghargaan atas berbagai inovasi yang dilakukan ketika membangun Bantaeng.

Terakhir, Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji. Sebelumnya ia menjadi Wali Kota Pontianak selama dua periode dan kenyang dengan berbagai penghargaan nasional karena inovasinya di bidang pelayanan publik dan dikenal peduli dengan dunia kesehatan dan pendidikan.

Akan tetapi, para gubernur di luar Jawa ini sepertinya cukup berat untuk langsung bersaing menduduki tampuk orang nomor 1 di Indonesia. Perlu melalui "jembatan" karier selanjutnya sebelum itu.

Pekerjaan besar untuk para kepala daerah adalah jika mereka tidak lagi menjabat sebagai gubernur sebelum 2024, bagaimana mereka mempertahankan popularitas dan elektabilitas mereka selaku calon pemimpin nasional?

Pemimpin partai

Jalur kedua menuju 2024 adalah pemimpin partai politik. Jalur ini pernah sukses mengantarkan Abdurrahman Wahid (Gus Dur), salah satu pendiri Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri yang menjadi presiden ke-5 RI menggantikan Gus Dur.

Parpol merupakan satu-satunya jalur di era demokrasi langsung yang berhak mengajukan calon presiden RI. Karena itu, posisi ketua umum atau posisi-posisi kunci di partai politik tentunya sangatlah strategis dalam meretas jalan menuju kursi pimpinan nasional.

Karena itu, menuju 2024, ada beberapa tokoh pemimpin partai yang patut diperhitungkan sebagai salah satu bakal calon presiden.

Prabowo Subianto, capres dua kali berturut-turut di 2014 dan 2019, masih tetap memiliki kans jika kembali mencoba maju di 2024. Tidak ada yang menduga kalau Prabowo masih sangat kuat pada 2019. Bahkan, bisa dikatakan memberikan perlawanan lebih sengit dibandingkan 2014 kepada Jokowi.

Hanya, benarkah Gerindra kembali mengusung Prabowo sebagai ketua umum pada 2020, dan sebagai capres empat tahun berikutnya? Tentunya kalkulasi politik ke depannya masih sangatlah cair.

Tokoh pemimpin partai yang memiliki kapabilitas dan memiliki peluang besar diusung oleh partainya adalah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dari Partai Demokrat. AHY, demikian Agus biasa dipanggil, terbukti sukses memimpin partainya di Pileg 2019.

Ia juga sempat memiliki elektabilitas tertinggi sebagai cawapres menjelang pendaftaran capres-cawapres 2019-2024.

Dengan usianya yang masih sangat muda, dan pribadinya yang semakin matang di dunia politik ini, sosok AHY yang dikenal cerdas dan kolaboratif memiliki peluang terbuka lebar untuk diusung bukan hanya oleh Demokrat pada 2024.

Pertanyaan besar sebenarnya patut dilayangkan kepada tiga partai yang rutin masuk dalam lima besar perolehan suara selama beberapa pemilu terakhir: PDI-P, Golkar, dan PKB.

PDI-P pasca-Jokowi masih belum memiliki figur sentral dan sangat kuat untuk diusung. Ada nama Puan Maharani, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan di kabinet periode pertama Jokowi, dan calon kuat Ketua DPR di periode 2019-2024. Lalu, sempat muncul nama saudara Puan, Prananda Prabowo.

Mereka berdua memang sudah cukup berpengalaman di partai. Namun, apakah cukup waktu bagi Puan dan Prananda untuk menjadi figur yang bisa mewakili PDI-P sebagai capres di 2024?

Hal itu mengingat tentunya harapan besar bakal dilekatkan kepada mereka setelah Jokowi berhasil merebut kursi presiden selama dua periode. Pekerjaan besar bagi mereka untuk mengerek elektabilitasnya.

Partai Golkar saat ini memang dinakhodai oleh Airlangga Hartarto. Hanya, selama ini Golkar sangatlah dinamis.

Sosok Airlangga sendiri bukanlah figur yang sangat kuat. Ada potensi munculnya pemimpin baru di Golkar karena partai tersebut memang penuh dengan kader-kader potensial.

Belum lagi jika mengingat jejak rekam Golkar selama beberapa pilpres terakhir, minim tokoh dengan elektabilitas tinggi.

Pertanyaan lanjutan terkait posisi Golkar tentunya apakah tidak gerah jika pada 2024 kembali hanya menjadi partai pendukung penguasa dan tidak berusaha mengusung calon kuat sendiri?

Jika ya, dan pilihan itu jatuh pada Airlangga, sepertinya Golkar perlu berusaha keras untuk mengerek elektabilitasnya. Jauh lebih keras dibandingkan usaha PDI-P untuk Puan dan Prananda.

Maka, untuk saat ini, sosok pemimpin partai dari Golkar yang bakal maju ke pentas nasional masih sangat terbuka untuk siapa pun.

Untuk PKB, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin selaku ketua umum dalam dua pemilu terakhir bisa dibilang sukses. Suara PKB terus terkerek naik. Bahkan, kadernya sukses terpilih sebagai wapres pada Pilpres 2019.

Muhaimin sendiri memiliki jejak rekam lengkap di dunia politik, dari internal partai, di legislatif (saat ini Wakil Ketua MPR), bahkan di eksekutif (pernah menjadi menteri).

Apakah mereka kembali mengusung kadernya sebagai cawapres di 2024 ataukah mau mencoba peruntungan baru dengan maju sebagai capres? Apakah 2024 merupakan saatnya Cak Imin ataukah cukup kembali ikut menjadi "King Maker"?

Ada dua nama kuat yang digadang-gadang bakal menjadi pemimpin partai juga dan karenanya patut diperhitungkan maju di 2024 dari jalur ini. Pertama, Sandiaga Uno. Kedua, Gatot Nurmantyo. Sempat ada selentingan beredar bahwa kedua tokoh ini didekati secara intens oleh elite dan kader-kader Partai Amanat Nasional.

Sandiaga yang saat ini bukan pengurus partai mana pun, jika berkenan merapat ke PAN, bakal memiliki power lebih untuk maju pada 2024.

Jika posisinya menjadi Ketua Umum PAN, akan memudahkannya bermanuver dan mengambil posisi strategis. Apalagi iklim politik di PAN lebih egaliter dan banyak diisi kaum muda serta pengusaha. Ini segmen yang cocok dengan tokoh yang akrab dipanggil Papa Online tersebut.

Pertanyaannya, apakah Sandiaga siap meninggalkan Prabowo, tokoh yang mengajaknya terjun ke dunia politik? Ataukah, ada tawaran lebih baik dari Prabowo untuk Sandiaga di Gerindra sehingga ia memilih kembali merapat ke Gerindra?

Gatot Nurmantyo sendiri punya jejak rekam yang terbilang menonjol dalam karier militernya. Gatot pun terkenal dekat dengan kalangan ulama dan santri. Jejaringnya pun cukup luas dengan kelompok pengusaha dari berbagai kalangan.

Jika berhasil duduk sebagai pemimpin partai, portfolionya semakin lengkap sebelum mencoba maju sebagai pemimpin nasional ke depannya.

Kabinet

Jalur kabinet berhasil mengantarkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai salah satu presiden RI. Sebelum menjabat RI-1, SBY menduduki posisi Menteri Pertambangan dan Energi di era Presiden Gus Dur. Ia juga menjadi Menko Politik dan Keamanan di era Presiden Megawati.

Karier militer yang cemerlang memang berpengaruh besar dalam mendorong SBY masuk dalam radar calon pemimpin nasional di eranya. Tetapi, pengalamannya sebagai menteri dan ekspose yang didapatkannya selama menjadi menteri membuat masyarakat Indonesia semakin yakin menempatkannya sebagai salah satu figur yang pantas memimpin Indonesia.

Jenderal pemikir yang dikenal ahli strategi ini pun membuktikannya ketika dipercaya masyarakat Indonesia sebagai presiden Indonesia selama dua periode.

Sebelum SBY, ada Bacharuddin Jusuf Habibie, yang juga naik menjadi presiden ke-3 RI melalui jalur kabinet. Menjadi menteri selama beberapa periode kabinet Soeharto, Habibie kemudian terpilih sebagai wapres. Ketika Soeharto lengser, Habibie menggantikannya selaku presiden.

Ada dua keunggulan jalur kabinet dibandingkan jalur-jalur lain. Pertama, menteri dan kepala daerah memang sama-sama memiliki pengalaman dalam dunia pemerintahan dan birokrasi. Bedanya, menteri berskala nasional dan kepala daerah mencakup daerah tertentu. Kompleksitas permasalahan dan level strategisnya berbeda.

Kedua, menteri dan pemimpin partai sama-sama memiliki pengalaman di level nasional. Namun, memiliki pengalaman mengelola pemerintahan dan birokrasi, dengan segala kompleksitasnya, merupakan keuntungan bagi seorang menteri sebelum menapak ke jenjang pemimpin nomor satu di negeri ini.

Untuk jalur ini, patut kita cermati susunan kabinet Jokowi-Ma'ruf Amin pada 2019-2024. Sebab, yang berpeluang melaju di 2024 hanyalah para menteri dan pejabat setingkat menteri kabinet di 2019-2024.

Para menteri di kabinet 2014-2019 dan tidak diajak lagi lima tahun mendatang bisa diprediksi bakal tiarap dan terlempar dari percaturan.

Dari jalur kabinet pula, Jokowi kemungkinan akan memasukkan tokoh-tokoh yang dianggap dekat dan sangat bisa dipercaya olehnya, seperti  Moeldoko, Luhut Binsar Pandjaitan, dan Tito Karnavian, dalam kabinet 2019-2024. Mereka pun bisa masuk ke dalam bursa pemimpin nasional tahun 2024.

Adapun Sri Mulyani jika bernasib baik kemungkinan hanya berada di posisi cawapres di 2024 dan belum tentu bisa meniru jejak Boediono, terpilih sebagai wapres.

Ma'ruf Amin kemungkinan bakal memasukkan salah satu orang dekatnya yang juga ulama terkenal ke dalam kabinet, KH Yusuf Mansur (UYM).

Yusuf Mansur bisa dikatakan salah satu kunci sukses Jokowi-Ma'ruf menguasai Jawa Tengah-Jawa Timur. Selain sebagai seorang ustaz terkenal, UYM juga mengelola banyak pesantren dan rumah hafalan Al Quran.

Ia juga mengelola puluhan usaha yang bergerak di bidang pemberdayaan ekonomi umat. Dengan jejak rekamnya selama ini, untuk 2024 Yusuf Mansur sangat mungkin menggantikan figur Ma'ruf Amin di masa datang.

Beberapa tokoh pemimpin partai dan pemimpin daerah diprediksi bakal diajak Jokowi untuk mengisi kabinet 2019-2024. Nama-nama pemimpin partai ,seperti AHY, Puan, Sandiaga, Muhaimin, bukan tidak mungkin diminta Jokowi untuk bergabung.

Jika mereka mengiyakan, jalur kabinet sepertinya bakal kembali menelurkan pemimpin nasional di Pilpres 2024.

Calon terbaik

Richard Nixon pernah menyampaikan bahwa kebesaran seorang pemimpin terkait dengan tiga hal. Pertama, a great man atau sosok yang memiliki kemampuan. Kedua, a great country atau berada dalam "negara besar". Ketiga, a great issue atau di tengah-tengah isu besar.

Dengan kata lain, orang-orang besar perlu peristiwa-peristiwa besar. Perlu berada di tempat besar.

Seorang calon pemimpin nasional Indonesia lima tahun mendatang perlu berada di tempat besar. Entah itu di partai politik besar, posisi atau peranan penting, atau memimpin daerah besar yang memungkinkannya menghadapi peristiwa-peristiwa besar.

Sebab, tanpa momentum seperti yang didapat para presiden Indonesia sebelum-sebelum ini, seorang pemimpin berkualitas dan berpotensi tidak bakal berpeluang menuju tampuk presiden RI selanjutnya.

Karena itu, menuju 2024, kita dorong sebanyak mungkin putra-putri terbaik Indonesia untuk menelurkan karya-karya terbaik.

Kita buka seluas-luasnya medan pengabdian untuk mereka agar kita memiliki sebanyak mungkin alternatif pemimpin nasional pada 2024. Agar kita tidak memilih kucing dalam karung yang disodorkan para elite nasional, apalagi sekadar memilih the best from the worst. Semoga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Prabowo Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Prabowo Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

Nasional
PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com