JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghargai Kejaksaan Agung yang mulai memeriksa dua jaksa yang terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT), Yadi Herdianto dan Yuniar Sinar Pamungkas, pada Jumat (27/6/2019).
Kejaksaan Agung menelusuri dugaan keterlibatan keduanya dalam kasus yang menyeret Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Agus Winoto sebagai tersangka.
Kejaksaan Agung juga menelusuri dugaan pelanggaran kode etik jaksa yang dilakukan Yadi dan Yuniar.
"Kami menghargai Kejaksaan Agung yang sudah mulai melakukan tindakan-tindakan awal secara internal melakukan pemeriksaan terkait dengan dua jaksa yang tidak menjadi tersangka dari kasus yang diproses oleh KPK, kita serahkan pada Kejaksaan karena itu proses internal," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (2/7/2019) malam.
Baca juga: 2 Jaksa Diamankan dalam OTT KPK, Kejagung Selidiki Dugaan Pidana dan Pelanggaran Etik
Menurut Febri, saat dua jaksa itu terjaring OTT, mereka telah diperiksa oleh pihak KPK.
KPK juga telah meminta Kejaksaan Agung untuk membawa Agus Winoto untuk diperiksa.
Pada akhirnya, berdasarkan bukti permulaan yang cukup, KPK menetapkan Agus sebagai tersangka bersama seorang advokat Alfin Suherman dan pihak swasta bernama Sendy Pericho.
"Kita bersama-sama KPK dan Kejaksaan itu tetap perlu menunjukkan komitmen yang kuat untuk melakukan upaya pencegahan korupsi misalnya atau pemberantasan korupsi dalam koordinasi dan supervisi," ujar Febri.
Ia menyampaikan, koordinasi dan supervisi cukup sering dilakukan KPK bersama Polri dan Kejaksaan Agung dalam penanganan kasus dugaan korupsi.
Di sisi lain, Febri menegaskan, penyidikan terhadap Agus Winoto dan dua tersangka lainnya tetap ditangani oleh KPK.
"Perkara itu tetap ditangani oleh KPK, sedangkan jika dibutuhkan koordinasi yang lain terkait dengan proses internal misalnya di Kejaksaan itu KPK pasti akan sangat terbuka," kata dia.
Dalam kasus ini, Agus diduga menerima suap terkait pengurangan tuntutan perkara penipuan uang investasi.
Dalam perkara itu, Sendy Perico melaporkan pihak lain yang menipu dan melarikan uang investasinya senilai Rp 11 miliar.
Sebelum pembacaan tuntutan, Sendy bersama pengacaranya Alfin Suherman menyiapkan uang untuk diserahkan kepada jaksa penuntut umum (JPU).
Uang itu diduga untuk memperberat tuntutan kepada pihak penipu.
Akan tetapi, Sendy dan pihak yang dituntut lalu memutuskan berdamai saat proses persidangan berlangsung.
Baca juga: Dua Jaksa Hasil OTT Ditangani Kejagung, KPK Yakin Tidak Ada Konflik Kepentingan
Pada 22 Mei 2019, pihak yang dituntut Sendy meminta agar tuntutannya menjadi 1 tahun penjara.
Alfin melakukan pendekatan kepada jaksa penuntut umum lewat seorang perantara. Pada awalnya, rencana penuntutan terhadap pihak penipu adalah dua tahun penjara.
Alfin diminta perantara menyiapkan uang Rp 200 juta dan dokumen perdamaian jika tuntutan ingin dikurangi menjadi 1 tahun penjara.
Sendy dan Alfin menyanggupi permintaan uang tersebut. Uang itu akan diserahkan sebelum tuntutan dibacakan pada Senin, 1 Juli 2019.
Alfin kemudian menemui Yadi Herdianto sebagai Kasubsi Penuntutan Kejati DKI Jakarta untuk menyerahkan Rp 200 juta dan dokumen perdamaian itu.
Uang itu selanjutnya diberikan ke Agus Winoto selaku Aspidum Kejati DKI Jakarta yang memiliki kewenangan menyetujui rencana penuntutan perkara ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.