JAKARTA, KOMPAS.com - Belakangan postingan dari akun Facebook Asteria Fitriani menjadi perbincangan di media sosial.
Dalam akun tersebut ia menuliskan bahwa tidak perlu lagi memasang foto presiden dan wakil presiden di sekolah-sekolah.
Menurutnya, dengan memasang foto presiden dan wakil presiden dapat diartikan sebagai pembiaran atas kecurangan dan ketidakadilan.
Meski Asteria tidak menjelaskan kecurangan dan ketidakadilan apa yang ia maksudkan, namun pernyataan itu dapat dilihat memiliki keterkaitan dengan Pilpres 2019.
Postingan Asteria pun mengundang pro dan kontra di dunia maya.
Lantas bagaimana seharusnya memandang polemik tersebut?
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan bahwa lembaga pendidikan wajib memasang foto presiden dan wakil presiden beserta lambang Burung Garuda. Menurut Tjahjo, ketiga elemen tersebut merupakan lambang negara Republik Indonesia.
"Presiden dan wakil presiden serta Burung Garuda adalah lambang Negara Republik Indonesia yang wajib dipasang di kantor pemerintah dan lembaga negara, termasuk lembaga pendidikan," kata Tjahjo kepada Kompas.com, Selasa (2/7/2019).
Baca juga: Mendagri: Lembaga Pendidikan Wajib Pasang Foto Presiden dan Wakil Presiden
Menurut dia, setiap murid harus mengetahui lambang negara Indonesia. Tak hanya lambang Burung Garuda serta foto presiden dan wapres, para murid dinilainya juga perlu mengetahui bendera Indonesia. Setiap warga negara Indonesia (WNI) wajib menghormati lambang negara tersebut.
"Seorang murid harus tahu lambang Garuda Pancasila, presiden dan wakil presiden Republik Indonesia dan Bendera Merah Putih yang kesemuanya adalah lambang negara," ujar dia.
"Apa pun setiap warga negara RI harus menghormati lambang negara," kata Tjahjo lagi. Kendati demikian, Tjahjo belum menjelaskan lebih lanjut perihal regulasi yang mengatur pemasangan foto presiden dan wakil presiden tersebut.
Sementara itu, pengajar Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera Miko Ginting mengatakan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan memang tidak mengatur secara tegas soal pemasangan foto presiden dan wakil presiden.
Dia menilai bahwa UU tersebut tidak mewajibkan pemasangan foto presiden dan wakil presiden.
Pasal 51 huruf a menyatakan, Lambang Negara wajib digunakan di dalam gedung, kantor, atau ruang kelas satuan pendidikan.
Baca juga: Viral Usulan Tak Pajang Foto Presiden dan Wapres di Sekolah, Penyebar Bukan Guru SMPN 30
Kemudian dalam Pasal 55 mengatur soal ketentuan penempatan dalam hal Lambang Negara ditempatkan bersama-sama dengan Bendera Negara, gambar Presiden dan/atau gambar Wakil Presiden.
"Jadi secara tekstual, pemasangan foto Presiden dan Wakil Presiden itu tidak wajib menurut UU karena ada frasa 'dalam hal'," ujar Miko saat dihubungi Selasa (2/7/2019).
Menurut Miko, tidak tepat jika menggunakan pendekatan hukum untuk mengatasi polemik pemasangan foto presiden dan wakil presiden.
Ia justru melihat persoalan itu sebagai narasi permusuhan yang terus didengungkan pasca-Pilpres 2019.
Oleh sebab itu, Miko berpendapat, pendekatan penanganan konflik sosial lebih tepat digunakan. Sebab, pendekatan hukum tidak bisa dilepaskan dari konteks sosialnya.
Baca juga: Viral Usulan Tak Pajang Foto Presiden dan Wapres di Sekolah, Ketua DPRD DKI Akan Datangi SMPN 30
Di sisi lain, kasus postingan Asteria bisa jadi merupakan fenomena gunung es. Banyak narasi-narasi serupa yang tersebar di masyarakat namun tidak terungkap secara publik.
"Memberikan pendekatan hukum juga tidak selalu tepat. Perlu pendekatan kohesi sosial untuk mendekati persoalan ini," kata Miko.
"Dan saya ragu ini bukan kasuistik tetapi fenomena umum yang mungkin tidak terungkap secara publik," ucapnya.