Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menebak Arah Politik PAN dan Partai Demokrat...

Kompas.com - 02/07/2019, 07:29 WIB
Ardito Ramadhan,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Proses panjang kontestasi Pemilihan Presiden atau Pilpres 2019 berakhir setelah Komisi Pemilihan Umum menetapkan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin sebagai pasangan presiden dan wakil presiden terpilih.

Berakhirnya kontestasi politik itu pun membuat polarisasi antara partai politik mencair. Koalisi partai pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno resmi dibubarkan setelah Mahkamah Konstitusi menolak gugatan Prabowo-Sandi.

Partai-partai pendukung 02 kini mendapat kebebasan untuk menentukan arah politiknya lima tahun ke depan. Partai Demokrat dan Partai Amanat Nasional disebut sebagai partai yang paling berpeluang berpindah haluan.

"Kalau berdasarkan kajian dan analisis saya, Demokrat jelas 100 persen ke sana (koalisi pendukung pemerintah). PAN juga 100 persen," ujar pengamat politik Tony Rasyid dalam sebuah diskusi, Sabtu (29/6/2019) lalu.

Salah satu indikatornya, kata Tony, beberapa elite dari kedua partai politik itu yang sudah terang-terangan menyatakan keinginan bergabung ke koalisi pendukung pemerintah.

"Iklan-iklan yang diungkapkan Bara Hasibuan di PAN, lalu Andi Arief di Demokrat, ini konsisten dilakukan. Ini investasi agar ada ruang untuk partai mereka masuk ke koalisi," kata dia.

Baca juga: Sinyal dari PAN dan Demokrat untuk Koalisi Jokowi, Akankah Bersambut?

Sinyal PAN

Wakil Ketua Umum PAN Bara Hasibuan memang berulang kali memberikan kode bahwa PAN akan menyeberang ke barisan Jokowi-Ma'ruf.

"Kami siap menyeberang. Mengatakan kepada rakyat bahwa PAN punya kebesaran hati untuk mendukung (pemerintah)," ujar Bara, Sabtu (28/6/2019).

Sehari sebelumnya, Bara mengatakan, partainya memiliki kesamaan visi dengan kubu Jokowi-Ma’ruf.

Menurut Bara, partainya akan memerhatikan kemungkinan-kemungkinan yang paling menguntungkan untuk partainya secara elektoral 5 tahun ke depan sebelum memustuskan berkoalisi atau beroposisi.

"Saya bisa mengatakan, PAN siap untuk membantu dan mengawal Presiden Jokowi untuk memimpin sampai 2024. Jadi kami beranggapan visi kami dengan Pak Jokowi cocok," kata Bara, Jumat (27/6/2019).

Adapun Sekretaris Jenderal PAN Eddy Soeparno menyebut, arah politik PAN akan ditentukan dalam rapat kerja nasional yang digelar akhir Juli atau awal Agustus mendatang.

Baca juga: Arah Politik PAN 2019-2024 Akan Ditentukan Melalui Rakernas

Sikap Partai Demokrat

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Pandjaitan mengatakan, Partai Demokrat belum akan membahas sikap politik mereka hingga 10 Juli 2019 mendatang.

"Partai Demokrat masih berduka sampai 10 Juli nanti. Setelah 10 Juli kami akan menyampaikan sikap dan kegiatan dari Partai Demokrat,” kata Hinca, Minggu (30/6/2019), seperti dikutip dari Antara.

Menurut Hinca, kader Partai Demokrat masih terbelah antara yang ingin beroposisi dan berada di luar pemerintahan ataupun masuk ke dalam lingkaran pemerintahan.

Hinca mengatakan, Majelis Tinggi Partai Demokrat nantinya akan menentukan sikap yang akan diikuti oleh seluruh kader.

"Di Demokrat, kalau sudah diputuskan oleh ketum maka semuanya ikut. Per hari ini ada yang mau minta di oposisi aja, atau diluar seperti sekarang ada juga, ada yang juga yang berpendapat bagus bersama-sama," ujar Hinca, Senin (1/7/2019).

Baca juga: Dukung Jokowi-Maruf atau Oposisi, Demokrat Belum Satu Suara

Hinca melanjutkan, Partai Demokrat juga menawarkan 14 program prioritas untuk diadopsi Jokowi-Ma'ruf sebagai pertimbangan untuk bergabung dengan koalisi atau tidak.

"Tentu kalau Pak Jokowi berkenan dengan 14 program prioritas itu tentu menarik untuk didiskusikan karena jadi selaras dengan tujuan partai ini membawa program prioritas itu," kata Hinca.

Tidak seimbang

Bergabungnya PAN dan Partai Demokrat tentu akan mempertebal kekuatan pendukung Jokowi-Ma'ruf di parlemen. Namun, hal itu dikhawatirkan membuat proses demokrasi di parlemen menjadi tak seimbang.

Pasalnya, hampir seluruh suara di parlemen akan dimiliki oleh koalisi. Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno menilai, hal itu membuka peluang terciptanya pemerintahan yang otoriter.

"Kalau dilihat dari probabilitinya, PAN dan Demokrat bisa saja bergabung dengan koalisi pemerintah. Namun, dalam demokrasi dibutuhkan oposisi yang sehat, jadi lebih baik PAN dan Demokrat tetap menjadi oposisi atau berada di luar pemerintahan," ujar Adi.

Dirinya mengkhawatirkan apabila koalisi pemerintah saat ini ditambah PAN dan Partai Demokrat maka akan terjadi homogenitas politik yang dalam banyak hal mirip seperti Orde Baru.

Proses politik pun menjadi tak dinamis, tidak ada yang mengontrol pemerintah, dan kelompok penguasa berpotensi menjadi otoriter.

Baca juga: Pengamat : Jika Kekuasaan Menumpuk di Satu Tangan, Namanya Tirani...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

Nasional
Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Karangan Bunga Bernada Sindiran Muncul di MK

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Karangan Bunga Bernada Sindiran Muncul di MK

Nasional
Yusril Akui Sebut Putusan 90 Problematik dan Cacat Hukum, tapi Pencalonan Gibran Tetap Sah

Yusril Akui Sebut Putusan 90 Problematik dan Cacat Hukum, tapi Pencalonan Gibran Tetap Sah

Nasional
Bukan Peserta Pilpres, Megawati Dinilai Berhak Kirim 'Amicus Curiae' ke MK

Bukan Peserta Pilpres, Megawati Dinilai Berhak Kirim "Amicus Curiae" ke MK

Nasional
Perwakilan Ulama Madura dan Jatim Kirim 'Amicus Curiae' ke MK

Perwakilan Ulama Madura dan Jatim Kirim "Amicus Curiae" ke MK

Nasional
PPP Tak Lolos ke DPR karena Salah Arah Saat Dukung Ganjar?

PPP Tak Lolos ke DPR karena Salah Arah Saat Dukung Ganjar?

Nasional
Kubu Prabowo Sebut 'Amicus Curiae' Megawati soal Kecurangan TSM Pilpres Sudah Terbantahkan

Kubu Prabowo Sebut "Amicus Curiae" Megawati soal Kecurangan TSM Pilpres Sudah Terbantahkan

Nasional
BMKG Minta Otoritas Penerbangan Waspada Dampak Erupsi Gunung Ruang

BMKG Minta Otoritas Penerbangan Waspada Dampak Erupsi Gunung Ruang

Nasional
Demokrat Tak Resisten jika Prabowo Ajak Parpol di Luar Koalisi Gabung Pemerintahan ke Depan

Demokrat Tak Resisten jika Prabowo Ajak Parpol di Luar Koalisi Gabung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Nasional
Aktivis Barikade 98 Ajukan 'Amicus Curiae', Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Aktivis Barikade 98 Ajukan "Amicus Curiae", Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Nasional
Kepala Daerah Mutasi Pejabat Jelang Pilkada 2024 Bisa Dipenjara dan Denda

Kepala Daerah Mutasi Pejabat Jelang Pilkada 2024 Bisa Dipenjara dan Denda

Nasional
KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com