Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jika Hanya Gerindra dan PKS, Fungsi Oposisi Dinilai Tak Akan Efektif

Kompas.com - 01/07/2019, 17:45 WIB
Kristian Erdianto,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli hukum tata negara dari Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Juanda, berpendapat bahwa peran oposisi sebagai penyeimbang kekuatan pemerintah tak akan efektif jika hanya tersisa dua partai, yakni Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Pasalnya, setelah Prabowo Subianto membubarkan koalisi parpol pendukungnya pada Pilpres 2019, Partai Amanat Nasional (PAN) dan Demokrat disebut berpeluang bergabung ke koalisi pendukung pemerintah.

"Ini ada gejala indikasi dua atau tiga (parpol) akan bergerak ke tempat yang lain (mendukung pemerintah). Sehingga kalau ini terjadi saya kira akan tinggal dua, Gerindra dan PKS. Kalau misalnya tinggal dua (parpol) saya kira ini akan sangat tidak balance," ujar Guru Besar IPDN ini dalam sebuah diskusi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (1/7/2019).

Baca juga: PKS: Harus Ada Oposisi sebagai Penyeimbang Kekuatan Pemerintah

Jika PAN dan Demokrat mengalihkan dukungan, ada tujuh parpol di parlemen yang akan mendukung pemerintah Joko Widodo-Ma'ruf Amin periode 2019-2024.

Dengan perhitungan itu, hanya ada dua parpol, yakni Gerindra dan PKS, yang menjadi oposisi.

Berdasarkan persentase hasil Pileg 2019, kekuatan dukungan parlemen terhadap pemerintah menjadi 78 persen dan oposisi hanya memiliki kekuatan sebesar 22 persen.

Menurut Juanda, kekuataan oposisi sebesar itu tidak akan berimbang dan efektif dalam melakukan pengawasan terhadap pemerintah.

Juanda mengatakan, dalam sebuah negara demokrasi, peran oposisi sangat diperlukan.

Keberadaan oposisi dibutuhkan untuk mengontrol dan mengawasi seluruh kebijakan serta program pemerintah.

"Bisa jadi nanti ketika ini akan memutuskan tentang kebijakan pemerintah Pak Jokowi ke depan, mungkin ada yang kurang tepat, ini tidak efektif kalau 22 persen ini mengontrol atau melawan 78 persen. Sebab bagaimanapun akan berujung di DPR. Harus ada kontrol politik dari parlemen," kata Juanda.

Sebelumnya, calon presiden pada Pilpres 2019 yang juga Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto secara resmi telah membubarkan Koalisi Indonesia Adil dan Makmur.

Keputusan tersebut diambil melalui rapat internal bersama lima sekjen parpol dan sejumlah petinggi partai lainnya di kediaman Prabowo, Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, Jumat (28/6/2019).

Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani menuturkan, dalam rapat tersebut Prabowo mengembalikan mandat dukungan sebagai pasangan capres-cawapres ke masing-masing partai politik.

Sebab, Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutus perkara sengketa hasil Pilpres 2019. Dalam putusannya, MK menolak seluruh dalil permohonan yang diajukan oleh tim hukum Prabowo-Sandiaga.

Baca juga: Dukung Jokowi-Maruf atau Oposisi, Demokrat Belum Satu Suara

Sementara itu, pengamat politik Universitas Paramadina Hendri Satrio berpendapat bahwa tidak hanya PAN dan Demokrat yang berpeluang bergabung dengan koalisi pendukung pasca-Pilpres 2019.

Menurut Hendri, tak menutup kemungkinan Partai Gerindra akan memutuskan bergabung ke dalam pemerintahan setelah 10 tahun menjadi oposisi.

"Gerindra apakah mungkin? itu mungkin saja terjadi. Memang tergantung Pak Prabowo, tapi 15 tahun menjadi oposisi itu tidaklah mudah," ujar Hendri saat ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (29/6/2019).

Kompas TV Presiden terpilih Joko Widodo mengajak seluas-luasnya partai oposisi untuk bergabung di pemeritahan. Lantas seperti apa rencana partai oposisi untuk langkah ke depannya dan keseriusannya pasca-penetapan presiden dan wakil presiden terpilih? Apakah mereka akan terus konsisten sebagai oposisi atau merapat ke pemerintahan? Sapa Indonesia akan mengupas langkah ke depan partai oposisi bersama sejumlah narasumber berikut. #PrabowoSandiaga #KoalisiAdilMakmur #JokowiMarufAmin
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com