Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Kapolri Pertama Indonesia, Raden Said Soekanto...

Kompas.com - 01/07/2019, 11:37 WIB
Mela Arnani,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kepala Kepolisian RI (Kapolri) pertama Indonesia, Komisaris Jenderal Polisi Raden Said Soekanto mempunyai peran besar dalam sejarah kepolisian negeri ini.

Mengabdi untuk negeri selama kurang lebih 15 tahun, tepatnya sejak 29 September 1945-14 Desember 1959, R.S Soekanto menjadi pemula penataan organisasi kepolisian di seluruh wilayah Indonesia.

R.S Soekanto diangkat sebagai Kepala Jawatan Kepolisian Negara RIS dari hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) antara Indonesia dan Belanda.

Seperti yang tertulis pada Keputusan Presiden (Keppres) RIS Nomor 22 tahun 1950, Jawatan Kepolisian RIS dalam kebijaksanaan politik polisional berada di bawah Perdana Menteri dengan perantaraan Jaksa Agung.

Baca juga: Sejarah di Balik Penetapan 1 Juli sebagai Hari Bhayangkara

Sementara, untuk hal administrasi pembinaan dipertangungjawabkan kepada Menteri Dalam Negeri.

Organisasi-organisasi kepolisian negara-negara bagian dijadikan satu dalam Jawatan Kepolisian Indonesia sebelum dibentuknya Negara Kesatuan RI pada 17 Agustus 1950 melalui TAP Presiden RIS Nomor 150 pada 7 Juni 1950.

Peleburan tersebut tak dipungkiri membuat kepolisian negara dipimpin secara sentral, baik untuk bidang kebijaksanaan siasat kepolisian, administrasi, dan organisatoris.

Periode 1950-1959

Negara Kesatuan RI yang dibentuk pada 17 Agustus 1950 dan diberlakukannya UUDS 1950 dengan sistem parlementer, membuat Kapolri tetap dijabat oleh R.S Soekanto dengan bertanggung jawab kepada Perdana Menteri/Presiden.

Pada Februari 1946, pusat pemerintahan RI pindah ke Yogyakarta, sementara markas kepolisian negara pindah ke Purwokerto.

Ketika kedudukan Polri kembali ke Jakarta, R.S Soekanto merencanakan kantor di Jalan Trunojoyo 3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan dengan sebutan Markas Besar Djawatan Kepolisian Negara RI (DKN), yang sampai sekarang menjadi Markas Besar Kepolisian, di mana waktu itu menjadi gedung perkantoran termegah setelah Istana Negara.

Motto Polri yaituTri Brata dan Catur Prasetya diciptakan Prof Djoko Sutono SH, yang kemudian digunakan dan diresmikan R.S Soekanto pada 1955 saat menjadi KKN.

R.S Soekanto diangkat menjadi KKN oleh Presiden Soekarno pada 29 September 1945.

Tak hanya itu, R.S Soekanto juga pernah mengirimkan banyak perwira Polri untuk belajar kepolisian di Amerika Serikat, termasuk Hoegeng Imam Santoso, Awaloedin Djamin, Mohammad Hasan, Widodo Budidarmo, yang semuanya pernah menjadi Kapolri.

Orde Lama

Setelah kegagalan Konstituante, dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Indonesia kembali ke UUD 1945.

Polri masih berada di bawah Menteri Pertama hingga keluarnya Keppres Nomor 153 tahun 1959, tertanggal 10 Juli 1959, di mana Kapolri diberi kedudukan Menteri Negara ex-officio.

Pada 13 Juli 1959, dengan Keppres Nomor 154 tahun 1959 Kapolri juga menjabat sebagai Menteri Muda Kepolisian dan Menteri Muda Veteran.

Pada 26 Agustus 1959, sebutan Kepala Kepolisian Negara diubah menjadi Menteri Muda Kepolisian yang memimpin Departemen Kepolisian, menggantikan Djawatan Kepolisian Negara yang ditetapkan melalui Surat Edaran Menteri Pertama Nomor 1/MP/RI 1959.

Penolakan Pembentukan ABRI

R.S Soekanto menyatakan keberatan saat Presiden Soekarno akan membentuk ABRI yang terdiri dari Angkatan Perang dan Angkatan Kepolisian.

Keberatan tersebut berasalan demi tetap menjaga profesionalisme kepolisian.

Pada 15 Desember 1959, berakhirlah karir R.S Soekanto yang mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Kapolri/Menteri Muda Kepolisian dengan pangkat terakhirnya sebagai Komisaris Jenderal Polisi atau Letnan Jenderal.

ABRI terbentuk melalui Tap MPRS No. II dan III tahun 1960, di mana ABRI terdiri atas Angkatan Perang dan Polisi Negara.

Berdasarkan Keppres No. 21/1960 sebutan Menteri Muda Kepolisian ditiadakan dan selanjutnya disebut Menteri Kepolisian Negara bersama Angkatan Perang lainnya dan dimasukkan dalam bidang keamanan nasional.

Mendirikan Akademi Polisi

R.S Soekanto bersama dengan Prof Djoko Sutono SH, Prof Supomo, dan Sultan Hamengkubuwono IX, mendirikan Akademi Polisi di Mertoyudan, hingga akhirnya menjadi Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) di Jakarta.

Ide pendiriannya bertujuan untuk mencetak polisi yang pandai, modern, dan tanggap pada kemajuan zaman.

Tak hanya itu, R.S Soekanto juga memperkasai pembentukan Brigade Mobil (Brimob), pasukan khusus Polri dan mendirikan pusat pendidikan Brimob di Porong, serta Satuan Polisi Perairan dan Udara.

Jatuhnya pesawat RRC, Kashmir Princess di Natuna, masa Afro-Asia menjadi salah satu kasus besar yang pernah diungkap.

Kapolri pertama Indonesia Raden Said Soekanto yang menjabat pada 29 September 1945-14 Desember 1959.polri.go.id Kapolri pertama Indonesia Raden Said Soekanto yang menjabat pada 29 September 1945-14 Desember 1959.
Jujur dan berdedikasi

Pada 1968, R.S Soekanto dinaikkan pangkatnya menjadi Jenderal Polisi (Purnawirawan), dan pada Agustus 1973 diangkat sebagai anggota DPA-RI.

Selama menjabat, Kapolri R.S Soekanto dikenal sebagai orang jujur dan sederhana.

Kesederhaan tersebut nampak dari rumah tinggal yang ditempati Kapolri pertama Indonesia ini.

Hingga akhir hayatnya, R.S Soekanto hanya mempunyai sebuah rumah sederhana di Kompleks Polri Ragunan, Pasarminggu, Jakarat Selatan. Bahkan, ketika pensiun, R.S Soekanto tinggal di rumah sewa di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 43 Jakarta Pusat.

Penghormatan terakhir

R.S Soekanto wafat di usia 85 tahun di RS Polri Kramatjati, Jakarta Timur pada 24 Agustus 1993 pukul 23.38 WIB, setelah dirawat kurang lebih selama empat bulan karena sakit.

Sehari setelahnya, 25 Agustus 1993, seperti dikutip dari pemberitaan Harian Kompas, 26 Agustus 1993, R.S Soekanto dimakamkan di Pemakaman Tanah Kusir, Jakarta Selatan. Proses pemakamannya dihadiri berbagai petinggi negara kala itu.

Meski berhak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, R.S Soekanto memilih dimakamkan dalam satu liang bersama istri tercintanya Ny. Hadidjah Lena Soekanto-Mokoginta yang telah lebih dulu tiada pada 1 Maret 1986.

Jenazah sempat disemayamkan sekitar 90 menit di Gedung Utama Mabes Polri, Jalan Trunojoyo Jakarta Selatan, gedung markas Polri yang diresmikan Soekanto pada 17 Agustus 1952.

Tepat pukul 13.08 WIB, jenazah R.S Soekanto diturunkan ke liang lahat.

R.S Soekanto meninggalkan seorang putri, Ny Umi Khalsum Arimbi dan dua orang cucu, Nanda dan Mena.

Ratusan pelayat, sejumlah mantan Kapolri dan pejabat tinggi Polri, seperti Mantan Menteri/Panglima Angkatan Kepolisian RI Soetjipto Danoekoesoemo (1963-1965), mantan Kapolri Hoegeng Iman Santoso (1968-1971), Mohammad Hasan (1971-1974), dan Awaloedin Djamin (1974-1978) hadir memberikan penghormatan terakhir kepada Almarhum.

Beberapa petinggi yang hadir menyampaikan besarnya jasa Soekanto untuk Indonesia.

Kapolri Letjen Pol Banurusman Astrosemitro yang saat itu menjadi inspektur upacara militer mengatakan, Almarhum selalu memegang teguh setiap prinsip dengan loyalitas dan dedikasi tinggi selama masa jabatannya.

Kala itu, mantan Kapolri Jenderal Pol (Purn) Hoegoeng Imam Santoso menyampaikan, R.S Soekanto menjadi sosok tauladan.

"Pak Kanto orang yang patut dicontoh. Dia meletakkan jiwa kepolisian, polisi harus jujur dan mengabdi masyarakat," kata dia.

"Tanpa Pak Kanto, polisi sudah berantakan," kata Hoegeng, yang pernah menjadi Kepala Kepolisian RI (1968-1971).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Nasional
Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com