JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Kontras Rivanlee mengatakan, jenis kasus penyiksaan dan tindakan tak manusiawi yang dilakukan aparat kepolisian paling banyak terjadi dalam kasus salah tangkap dibandingkan murni kriminal.
Ia mengatakan, pratik penyiksaan dengan jenis salah tangkap terjadi sebanyak 51 kasus dan 21 kasus murni kriminal.
Hal itu disampaikan Rivanlee dalam laporan terkait situasi dan kondisi praktik penyiksaan di Indonesia dari periode Juni 2018 - Mei 2019.
"Persoalan modus (salah tangkap) kita temukan dalam pendampingan kontras dengan motif pengakuan (korban) dan kita melihat ada kegagalan polisi dalam mengahadapi suatu peristiwa," kata Rivanlee di Bakoel Koffie, Jakarta, Rabu (26/6/2019).
Baca juga: Kontras: Sepanjang 2018-2019 Kasus Penyiksaan Dominan Dilakukan Polisi
Rivanlee menceritakan pada tanggal 1 September 2018 Kontas meminta Kapolda Aceh untuk mengusut tuntas tindakan salah tangkap pada 3 orang warga dalam kasus pembunuhan Bripka Anumerta Faisal.
"Mereka dilepaskan setelah dilakukan pemeriksaan oleh Polres Aceh Utara tidak terlibat dalam perkara pembunuhan Birpka Anumerta Faisal. Dari penangkapan itu 3 warga kembali dalam kondisi memperihatinkan," ujar dia.
Rivanlee mengatakan alat paling dominan yang digunakan dalam praktik penyiksaan oleh kepolisian adalah tangan kosong, seperti melakukan pemukulan.
Ia juga mengatakan, kepolisian juga kerap menggunakan benda keras, senjata api, binatang, air keras dan senjata listrik.
"Alat dominan dalam praktik penyiksaan mayoritas menggunakan tangan kosong. adapun yang prelu kami angkat itu penggunaan binatang," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.