Seperti diketahui, UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyatakan bahwa MK hanya berwenang menyelesaikan sengketa hasil pemilu.
Pandangan berbeda disampaikan tim hukum Jokowi-Ma’ruf. Selain menilai bahwa saksi dan bukti yang dihadirkan pemohon tak mampu membuktikan kecurangan yang didalilkan dan mampu dipatahkan, gugatan pihak pemohon yang lebih bersifat sengketa proses bukan merupakan ranah MK untuk menyelesaikannya seperti yang diatur dalam UU Pemilu.
Selain itu, tata cara penyelesaian sengketa tidak terlepas dari hukum acara MK yang telah ditetapkan. Tata cara pembuktian juga berpegang teguh pada azas “barangsiapa mendalilkan, maka ia harus membuktikan” seperti halnya pembuktian pada ranah hukum pidana.
Apa pun argumentasi dan pendapat para pihak yang bersengketa, keputusan akhir dikembalikan kepada majelis hakim konstitusi yang akan mendasari keputusan pada kesaksian dan bukti yang muncul di persidangan, serta keyakinan yang dimiliki.
Jelang pembacaan putusan MK, elite politik melontarkan kemungkinan terjadinya tawaran-tawaran politik untuk mencapai rekonsiliasi. Hal ini dilontarkan oleh Sekjen PPP Arul Sani.
Bahkan, Arsul mengatakan bahwa Partai Gerindra, yang selama ini merupakan motor oposisi, pantas “ditawari” untuk bergabung dalam koalisi pendukung pemerintah.
Panggung Satu Meja The Forum, Rabu (26/6/2019), turut membahas lobi-lobi politik yang terjadi di antara kedua koalisi serta peluang terjadinya rekonsiliasi antarkedua capres pascaputusan MK.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.