Keputusan itu juga berkaca dari kejadian kerusuhan 21-22 Mei 2019, yang diduga telah direncanakan oleh sekelompok perusuh.
Tito mengaku tidak ingin ada oknum yang memanfaatkan diskresi kepolisian untuk membuat kekacauan.
"Jadi peristiwa 21-22 (Mei) itu sudah direncanakan memang untuk rusuh. Saya tidak ingin itu terulang kembali. Kebaikan yang kita lakukan, diskresi, saya tidak ingin lagi disalahgunakan. Untuk itu, saya larang semua unjuk rasa di depan MK yang melanggar ketertiban publik," ungkap dia.
Massa yang mau melakukan aksi unjuk rasa dialihkan ke area di depan Patung Kuda.
Tito juga mengaku telah menginstruksikan personel yang mengamankan sidang putusan sengketa hasil Pilpres 2019 untuk tidak membawa peluru tajam.
"Saya sudah menegaskan kepada anggota saya tidak boleh membawa peluru tajam, itu protap (prosedur tetap)-nya," kata Tito.
Baca juga: Pengamanan Putusan MK, Kapolri Tegaskan Polisi Tak Boleh Bawa Peluru Tajam
Tito mengatakan, polisi akan membubarkan massa aksi yang tidak tertib dan mengganggu kepentingan publik, apalagi menciptakan kerusuhan.
Namun, penindakan akan dilakukan secara terukur, misalnya dengan imbauan hingga maksimal menembak menggunakan peluru karet.
"Jadi nanti kalau ada peluru tajam, bukan dari Polri dan TNI karena tegas saya dengan Pak Panglima itu sudah menyampaikan kepada para komandan, maksimal yang kami gunakan adalah peluru karet itu pun teknisnya ada dan kami akan berikan warning sebelumnya," ujarnya.
Dedi mengungkapkan, polisi berhak membubarkan aksi unjuk rasa yang tidak sesuai aturan.
Mengacu pada Pasal 15 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, salah satu aturan yang harus dipenuhi adalah memberi tahu polisi secara tertulis.
"Jika itu tidak ditaati, Pasal 15 aparat keamanan dapat membubarkan demo tersebut dan apabila dalam proses pembubaran melakukan perlawanan terhadap aparat, ada pasal-pasal yang dilanggar di situ," kata Dedi di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa.
Baca juga: Polisi Berhak Bubarkan Aksi Tak Berizin dan Tak Taati Aturan
Hal-hal yang diberitahukan kepada polisi mencakup tujuan aksi, tempat, rute, waktu dan durasi, penanggung jawab, alat peraga, dan jumlah peserta.
Selain itu, masyarakat yang ingin menggelar aksi juga wajib menghormati hak orang lain, menghormati norma yang berlaku di masyarakat, menaati peraturan hukum yang berlaku, menjaga keamanan dan ketertiban, serta menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Ketentuan tersebut tertuang dalam Pasal 6 UU 9 Tahun 1998.
Sanksinya sama seperti ketentuan sebelumnya, yaitu polisi berhak membubarkan aksi tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.