JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konsititusi (MK) telah selesai melakukan pemeriksaan perkara hasil pilpres 2019 yang diajukan pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Sidang digelar sebanyak enam kali, dimulai pada Jumat (14/6/2019) hingga Jumat (21/6/2019).
Prabowo-Sandi menggugat hasil rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang memenangkan pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
Selama persidangan pemeriksaan perkara, ada sejumlah hal yang menarik. Berikut rangkumannya:
1. MK diminta diskualifikasi Jokowi-Ma'ruf dan nyatakan Prabowo-Sandi menang
Tim hukum Prabowo-Sandiaga meminta MK mendiskualifikasi pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin sebagai peserta pemilu 2019.
Sebab, mereka menilai, paslon nomor urut 01 itu telah melakukan kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif (TSM).
Mereka juga meminta MK menyatakan pasangan capres-cawapres nomor urut 02 sebagai pemenang pilpres atau paling tidak pemungutan suara diulang secara nasional.
Ketua Tim Hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto menuduh, Presiden Jokowi sebagai petahana setidaknya melakukan lima bentuk kecurangan selama pilpres 2019.
Kelima tuduhan kecurangan itu adalah penyalahgunaan Anggaran Belanja Negara dan Program Kerja Pemerintah, Penyalahgunaan birokrasi dan BUMN, ketidaknetralan Aparatur Negara, polisi dan intelijen, pembatasan kebebasan pers dan diskriminasi perlakuan dan penyalahgunaan penegakkan hukum.
Bambang mengklaim, kelima jenis pelanggaran dan kecurangan itu bersifat terstruktur, sistematis, dan masif.
"Dalam arti dilakukan oleh aparat struktural, terencana, mencakup dan berdampak luas kepada banyak wilayah Indonesia," kata Bambang.
Selain hal-hal tersebut, Tim Hukum Prabowo-Sandi juga menyoal hal lainnya dalam pokok permohonan.
Misalnya, menuding adanya kekacauan Situng milik KPU hingga menuding adanya daftar pemilih tetap (DPT) yang invalid.
2. KPU nilai permohonan Prabowo-Sandi tidak jelas
KPU menyebut, permohonan sengketa pilpres yang diajukan Prabowo-Sandi tidak jelas atau kabur.
Hal ini tercantum dalam berkas jawaban yang diserahkan KPU ke MK untuk menjawab gugatan Prabowo-Sandi.
"Jelas terbukti bahwa permohonan pemohon tidak jelas (obscuur libel), sehingga karenanya menurut hukum permohonan pemohon a quo harus dinyatakan tidak dapat diterima," demikian dikutip dari berkas permohonan.
Gugatan yang tidak jelas itu, misalnya, soal dalil adanya kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang diduga dilakukan oleh pihak terkait dalam hal ini paslon nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf.
Menurut KPU, kubu Prabowo tidak menguraikan secara jelas kapan, di mana, dan bagaimana pelanggaran dilakukan atau siapa melakukan apa, kapan, di mana dan bagaimana cara melakukannya.
Dalam berkas permohonan, KPU menyebut bahwa semuanya serba tidak jelas, dan menyulitkan pihaknya untuk memberikan tanggapan atas dalil-dalil pemohon a quo.
Dalil permohonan kubu Prabowo soal 17,5 juta DPT tak masuk akal juga dinilai KPU kabur.
Sebab, pemohon tidak menjelaskan siapa saja mereka, bagaimana faktanya yang dimaksud DPT tidak masuk akal, dari daerah mana saja mereka, dan apakah mereka menggunakan hak pilih di TPS mana saja dan kepada siapa mereka menentukan pilihannya serta kerugian apa yang diderita pemohon.
Soal tudingan pemilih usia kurang dari 17 tahun sebanyak 20.475 orang pun dianggap tak jelas.