Seharusnya, Kuasa Hukum bisa menghadirkan saksi yang relevan dalam persidangan, sehingga Majelis Hakim dapat menggali keterangan dari saksi tersebut.
Selanjutnya, keterangan dari saksi ini bisa digunakan Majelis Hakim sebagai petunjuk untuk membuktikan tudingan.
Baca juga: MK Bukan Mahkamah Kalkulator, Jangan Juga Jadikan Mahkamah Kliping
Dalam hal tudingan tentang adanya aparat intelijen yang tidak netral dalam pemilu, Eddy menyebut, Kuasa Hukum 02 seharusnya menghadirkan Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam sidang.
SBY perlu menjelaskan siapa oknum intelijen yang tidak netral, apa tindakan oknum intelijen tersebut, dan apa dampak tindakannya terhadap perolehan suara dalam pemilihan presiden.
"Bukan berita tentang tidak ketidaknetralan oknum BIN, TNI, dan Polri yang disampaikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono," kata Eddy.
"Namun dalam rangka mencari kebenaran materil yang selalu didengung-dengungkan kuasa hukum pemohon, kuasa hukum pemohon harus bisa menghadirkan Presiden RI keeenam SBY di MK sebagai saksi," lanjut dia.
4. MK dinilai tak punya kewenangan diskualifikasi capres-cawapres
Eddy OS Hiraej dalam keterangannya juga mengatakan, MK tak memiliki kewenangan untuk mendiskualifikasi pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Hal itu dia ungkapkan dalam menanggapi dalil permohonan tim kuasa hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang meminta MK mendiskualifikasi pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin karena dituduh melakukan kecurangan selama Pilpres 2019.
"Kuasa hukum pemohon meminta Mahkamah Konstitusi mendiskualifikasikan pasangan calon 01. Dari mana Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan untuk mendiskualifikasikan pasangan calon presiden dan wakil presiden?" ujar Eddy.
Baca juga: Ahli Sebut MK Tak Punya Kewenangan Diskualifikasi Capres-Cawapres
Eddy mengatakan, berdasarkan UUD 1945, MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan hasil pemilihan umum.
Terkait perselisihan hasil pemilu, kata Eddy, kewenangan MK hanya terhadap kesalahan hasil penghitungan suara yang diumumkan KPU dan hasil perhitungan yang benar menurut pemohon.
Eddy menilai, dalam dalil permohonannya, tim hukum Prabowo-Sandiaga justru mempersoalkan hal lain di luar kewenangan MK.
"Dengan demikian secara mutatis mutandis, Fundamentum Petendi (dasar hukum) yang dikonstruksikan oleh Kuasa Hukum Pemohon seharusnya berkaitan dengan hasil perhitungan suara," kata dia.
Dengan usainya persidangan pada Jumat (21/6/2019), MK juga telah selesai melakukan pemeriksaan perkara hasil pilpres.
Selanjutnya, Mahkamah akan mempelajari, melihat, meneliti alat-alat bukti serta dalil dan argumen yang telah disampaikan selama persidangan.
Menurut jadwal, MK akan memutuskan sengketa pilpres pada Jumat (28/6/2019).